alhikmah.ac.id – Saat ada pertanyaan “Berapa sih idealnya jangka waktu ta’aruf (pranikah) hingga menikah?” Kebanyakan mungkin akan menjawab, “Kalau sudah cocok sebaiknya disegerakan” atau “Tidak perlu proses yang berlama-lama”, tanpa menyebutkan jangka waktu yang pasti Kalau saya yang ditanya, bisa saya jawab “Insya Allah cukup 12 pekan saja” Bagaimana caranya? Berikut ini saya sampaikan beberapa tahapan yang bisa dipraktekkan.
Tahap Persiapan Ta’aruf
Seperti kata-kata bijak yang cukup sering didengar “Gagal merencanakan berarti merencanakan untuk gagal”; begitu pula dalam ikhtiar ta’aruf ini. Sebelum melangkah jauh dalam ikhtiar ta’aruf tentunya ada beberapa aspek yang perlu dipersiapkan, antara lain:
1. Persiapan Diri
Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.”(Muttafaq Alaihi)
Kesiapan ilmu, mental, psikologis, finansial, dll. wajib dipenuhi sebelum berikhtiar ta’aruf. Cukup banyak konselor pernikahan yang memberikan pencerahan seputar persiapan diri ini sehingga tidak perlu saya sampaikan panjang lebar, silakan mengambil referensi dari apa yang telah mereka sampaikan. Anda juga bisa mengikuti kajian dan seminar pranikah, ataupun kursus pranikah yang diadakan beberapa lembaga Islam untuk persiapan diri ini.
2. Pengkondisian Orang Tua
Pengkondisian ke orang tua terkadang dilupakan sebagian rekan dalam ikhtiar ta’arufnya, padahal faktor orang tua bisa menjadi salah satu penyebab lamanya proses ta’aruf karena orang tua belum terkondisikan. Banyak yang berproses ta’aruf terlebih dulu, baru setelah bertemu dengan yang cocok mereka baru menyampaikan bahwa sudah punya calon ke orang tua mereka. Bisa jadi hal ini akan membuat ‘kaget’ orang tua, dan akhirnya proses ta’aruf pun tidak berlanjut. Idealnya pengkondisian orang tua harus dijalani dulu, baru setelah orang tua terkondisikan proses ta’aruf bisa dimulai.
Orang tua yang sudah terkondisikan bagi seorang wanita adalah wali yang siap menikahkan apabila sudah ada yang cocok, tidak perlu menunggu lama-lama, bagi seorang ikhwan dalam bentuk restu menikah dalam waktu dekat. Meskipun orang tua merestui untuk menikah tapi menikahnya baru boleh sekian tahun lagi berarti masih belum terkondisikan. Kondisikan dan mintalah restu ke orang tua sebelum berikhtiar ta’aruf, insya Allah akan dimudahkan proses ikhtiarnya.
3. Membuat Biodata/CV Ta’aruf
Dengan alasan kemudahan proses, metode tukar menukar biodata biasa saya gunakan dalam mengawali mediasi proses ta’aruf. Biodata dalam bentuk softcopy akan lebih mudah diproses karena bisa saling ditukarkan lewat email, dan membutuhkan waktu yang lebih singkat bila dibandingkan dengan tukar menukar biodata dalam bentuk hardcopy. Contoh format biodata/CV ta’aruf yang biasa saya gunakan bisa diunduh di link ini: www.biodata.myQuran.net.
4. Mencari Perantara/Pendamping
Dari Jabir Bin Samurah Radhyallahu’anhu, dari Rasulullah bersabda: “Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duaan dengan wanita, karena syaitan akan menjadi ketiganya” (Hadits Riwayat Ahmad dan Tirmidzi).
Aktivitas berduaan/khalwat antara non mahram rawan sekali akan bisikan setan. Tidak hanya dalam bentuk “khalwat real/nyata”, tetapi juga dalam bentuk “khalwat virtual/maya” lewat media sosial ataupun media komunikasi lainnya. Karena itu, proses ta’aruf perlu didampingi oleh pihak ketiga yang akan ‘mengawal’ selama berjalannya proses sekaligus menjembatani komunikasi pihak-pihak yang berta’aruf agar proses bisa lebih terjaga. Selain itu, perantara/pendamping ini dapat berfungsi juga sebagai ‘informan’ dalam tahap ‘observasi pra-ta’aruf’ di tahap persiapan selanjutnya.
5. Observasi Pra-ta’aruf
Observasi pra-ta’aruf berfungsi untuk menggali sebanyak-banyaknya informasi mengenai sosok yang sekiranya cocok dengan kriteria yang Anda dan orang tua Anda harapkan. Perhatikan lingkungan sekitar, baik itu lingkungan rumah, lingkungan kantor, lingkungan organisasi yang diikuti, atau bisa juga lewat media sosial yang Anda gemari. Cari ‘target’ yang Anda nilai masuk kriteria yang Anda sepakati dengan orang tua, yang tentunya faktor agama jadi prioritas nomor satu.
Lakukan observasi ini secara tertutup, tidak perlu si target tahu. Bisa Anda sendiri yang melakukan, lewat pendamping Anda, ataupun dari rekan terdekat si target. Apakah si target sudah siap menikah? Apakah si target sudah boleh menikah? Apakah si target tidak dalam proses lamaran? dan informasi lainnya. Kalau kondisinya ‘available’, tinggal pastikan lewat penelusuran informan bahwa kriteria yang si target harapkan juga ada di diri Anda agar saat ‘pengajuan ta’aruf’ nanti berpeluang besar untuk diterima.
Sudah mantapkah persiapannya? Banyak-banyak berdoa ke Allah SWT agar dimudahkan ikhtiarnya, mantapkan hati, dan bismillaahirrahmaanirrahiim, saatnya eksekusi!
Tahap Pelaksanaan Ta’aruf
1. Pekan 1: Proses Tukar Menukar Biodata
Awali proses dengan mengajukan biodata Anda ke pendamping/perantara ta’aruf agar yang bersangkutan menyampaikannya ke si target yang sudah Anda tetapkan, dan mintakan juga biodatanya untuk sama-sama istikharah-kan.
Agar diingat juga anjuran di hadits ini:
Rasulullah saw bersabda: “Rahasiakan pinangan, umumkanlah pernikahan (Hadits Riwayat Ath Thabrani)
Pinangan/lamaran pernikahan diperintahkan untuk dirahasiakan, tentunya proses ta’aruf yang mendahului pinangan tersebut juga perlu dirahasiakan. Tetap jaga kerahasiaan proses ta’aruf yang Anda jalani hingga pengumuman pernikahan Anda nanti.
2. Pekan 2: Proses Mediasi Ta’aruf Online
Adanya kemajuan teknologi internet bisa dimanfaatkan dalam tahapan proses ta’aruf ini. Untuk lebih memantapkan hati, pendamping ta’aruf bisa memfasilitasi diskusi dan tanya jawab lewat perantaraan email pendamping di pekan kedua. Teknisnya bisa seperti ini : Akhwat menyampaikan pertanyaan yang ingin didiskusikan lewat email ke email si pendamping -> Pendamping meneruskan pertanyaannya ke email Ikhwan -> Ikhwan menjawab pertanyaan Akhwat sekaligus menyampaikan pertanyaan ke Akhwat lewat email pendamping -> Akhwat menjawab pertanyaan Ikhwan sekaligus menyampaikan pertanyaan tambahan ke Ikhwan -> dan seterusnya hingga kedua pihak merasa mantap hatinya untuk melanjutkan proses.
3. Pekan 3: Proses Ta’aruf Langsung/Mediasi Ta’aruf Offline
Dari Al-Mughiroh bin Syu’bah radhiyallahu’anhu bahwasannya beliau melamar seorang wanita maka Nabi Muhammad shallallahu’alaihiwasallam pun berkata kepadanya “Lihatlah ia (wanita yang kau lamar tersebut) karena hal itu akan lebih menimbulkan kasih sayang dan kedekatan di antara kalian berdua.”
Pekan ketiga dapat dimanfaatkan untuk proses ta’aruf secara langsung/ta’aruf offline perdana, tentunya setelah kedua belah pihak merasa mantap untuk lanjut proses setelah proses tukar menukar biodata dan bertanya jawab lewat email. Sosok si target mungkin saja selama ini hanya dikenal lewat media sosial saja, sehingga perlu Anda ketahui bahwa sosoknya memang nyata. Atau mungkin sudah kenal, tapi hanya kenal selintas saja dan belum terlalu jauh. Dengan adanya ta’aruf offline maka kondisi nyata pihak yang berta’aruf dapat diketahui lebih jauh dibandingkan dengan hanya melihat beberapa halaman biodata saja.
Teknis proses ta’aruf secara langsung dan panduan bagi mediator ta’aruf offline dapat dilihat di tautan ini.
4. Pekan 4: Proses Istikharah
Pekan keempat dapat Anda gunakan untuk istikharah, menimbang-nimbang kembali proses yang telah Anda jalani, apakah mantap untuk melanjutkan proses atau tidak. Pekan ini bisa Anda manfaatkan juga untuk menggali informasi lebih jauh ke rekan terdekat si target, bisa dari saudaranya, tetangganya, ataupun rekan kerjanya. Apabila sama-sama menemukan kemantapan untuk melanjutkan proses, maka dapat dilanjutkan ke proses ta’aruf ke keluarga di pekan berikutnya.
5. Pekan 5: Proses Ta’aruf Ikhwan ke keluarga Akhwat
Pekan kelima bisa mulai dimanfaatkan untuk bersilaturahim ke keluarga masing-masing, karena sejatinya proses ta’aruf tidak hanya melibatkan si ikhwan dan si akhwat saja, tetapi juga keluarga kedua belah pihak. Untuk awalan proses ta’aruf keluarga, si ikhwan bisa bersilaturahim ke pihak akhwat terlebih dulu dengan didampingi rekan terdekat, belum perlu membawa serta pihak keluarga ikhwan agar keluarga akhwat tidak ‘kaget’ karena kedatangan keluarga besar ikhwan yang baru sekali itu bertemu. Kesempatan pertama diberikan ke si ikhwan dengan pertimbangan keluarga akhwat yang cenderung lebih banyak pertimbangan dibandingkan pihak keluarga ikhwan yang cenderung menyerahkan urusan jodoh ke si ikhwannya sendiri.
Di agenda silaturahim ini, pihak keluarga akhwat berkesempatan untuk lebih mengenal si ikhwan, gali sebanyak-banyaknya informasi mengenai si ikhwan sehingga pihak keluarga akhwat bisa mengetahui seperti apa profil si ikhwan ini. Bagi ikhwan yang ‘kreatif’ bisa saja dibuat semacam ‘video testimonial’ dari saudara, tetangga kanan kiri, pengurus masjid, ataupun rekan kerjanya, dan diputarkan saat silaturahim untuk menggambarkan sosok si ikhwan menurut pandangan keluarga, tetangga, pengurus masjid, dan lingkungan kerja. Bagaimana kebiasaannya di rumah, bagaimana interaksinya dengan tetangga, bagaimana aktifnya dia di masjid, dan bagaimana pula aktivitasnya dalam dunia kerja bisa diketahui dari beberapa orang tersebut.
Apabila dalam satu kali silaturahim belum bisa meyakinkan pihak keluarga akhwat, bisa diagendakan beberapa kali silaturahim di pekan ini, tentunya tetap dengan adanya pendamping. Bisa juga pihak keluarga akhwat dipersilakan untuk menelusuri secara langsung ke orang-orang tersebut, ataupun lewat ‘utusan’ keluarga yang tepercaya agar informasi yang didapat lebih valid.
6. Pekan 6: Proses Ta’aruf Akhwat ke Keluarga Ikhwan
Apabila tanggapan keluarga akhwat positif, maka gantian pihak akhwat yang didampingi untuk bersilaturahim ke keluarga si ikhwan di pekan keenam. Agendanya serupa, yaitu agar keluarga pihak ikhwan bisa mengetahui seperti apa profil si akhwat itu. Sama seperti proses silaturahim sebelumnya, beri kesempatan pihak keluarga ikhwan untuk lebih mengenal si akhwat, gali sebanyak-banyaknya informasi mengenai si akhwat sehingga pihak keluarga bisa mengetahui seperti apa profil si akhwat ini.
7. Pekan 7: Proses Ta’aruf Antar Kedua Keluarga
Apabila tanggapan keluarga ikhwan juga positif ke si akhwat, maka di pekan keenam bisa diagendakan silaturahim antar kedua keluarga. Pihak ikhwan bersilaturahim ke keluarga pihak akhwat dengan didampingi keluarganya, untuk awalan tentunya belum perlu membahas masalah khitbah dan pernikahan agar keluarga pihak akhwat tidak ‘kaget’. Manfaatkan agenda ini untuk ta’aruf antar kedua keluarga, berikan kesempatan kedua keluarga untuk mengenal lebih jauh kondisi keluarga yang lain.
8. Pekan 8: Proses Khitbah/Lamaran
Apabila tanggapan kedua keluarga positif, si ikhwan tidak perlu ragu lagi untuk menyatakan keseriusan dalam bentuk khitbah/lamaran di pekan kedelapan. Pihak keluarga besar ikhwan (dengan jumlah keluarga yang lebih banyak dari silaturahim sebelumnya) bersilaturahim ke pihak akhwat untuk mendampingi pihak ikhwan dalam menyatakan lamarannya. Karena sebelumnya sudah dikondisikan dan sama-sama positif tanggapannya, insya Allah proses lamaran akan berjalan lancar & lamaran akan diterima. Jangan lupa sepakati tanggal menikah juga di acara lamaran ini, tentunya diikhtiarkan sesuai target awal yaitu sebulan lagi. Kalaupun kedua keluarga menginginkan acara yang cukup besar yang membutuhkan banyak persiapan, bisa dikondisikan agar bulan depan setidaknya bisa diselenggarakan akad nikah dulu dan walimahnya bisa menyusul setelahnya.
9. Pekan 9 – 11: Proses Persiapan Pernikahan
Proses persiapan pernikahan cukup dalam rentang waktu ini. Insya Allah dengan koneksi Anda yang luas akan ada banyak rekan yang siap membantu. Berkoordinasilah dengan calon pasangan dalam hal-hal yang diperlukan seperti halnya dalam menyiapkan undangan dan penyebarannya, berapa anak yatim dan dari panti asuhan mana yang akan diundang untuk diberi santunan, menyiapkan jamuan, dekorasi, dan hal-hal lain yang penting dikoordinasikan.
Tidak perlu menanyakan “Apakah Akhi sudah shalat subuh di masjid?” atau “Apakah ukhti sudah selesai tilawah 1 juz hari ini?” yang membuat desiran hati yang belum ‘halal’ selama masa penantian, karena insya Allah calon pasangan yang Anda pilih karena agamanya tidak akan melupakan hal itu. Tetaplah jaga hati dan interaksi hingga hari pernikahan tiba, karena sebelum ijab kabul terucap syariat tetaplah membatasi. Bila khawatir tidak dapat menjaga hati, koordinasikanlah persiapan pernikahan dengan perwakilan pihak keluarga calon pasangan, tidak langsung dengan si calon pasangan.
10. Pekan 12: Hari Pernikahan
Apabila semua tahapan proses berjalan lancar, insya Allah ijab kabul dapat terucap di pekan keduabelas.
“Baarakallahu laka wa baaraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fii khair (Semoga Allah memberi berkah padamu, dan semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan)”
Apakah pemaparan di atas sekadar teori saja, prakteknya yang susah? Tidak juga. Berikut ini beberapa pengalaman kami (saya & istri) dalam mendampingi proses ta’aruf offline, setelah sebelumnya tukar menukar biodata dan mediasi online:
- Pasangan pertama: Kami dampingi pertemuan offline perdananya di salah satu gerai bakso daerah Cempaka Putih tanggal 28 Oktober 2010, alhamdulillah menikah tanggal 13 Februari 2011. (Proses lebih dari 12 pekan, salah satunya karena faktor jarak kedua belah pihak yang terpisah lumayan jauh, Jakarta – Jogja)
- Pasangan kedua: Kami dampingi pertemuan offline perdananya di salah satu masjid daerah Menteng tanggal 27 April 2011, alhamdulillah menikah tanggal 9 Juli 2011. (Proses kurang dari 12 pekan)
- Pasangan ketiga: Kami damping pertemuan offline perdananya di salah satu masjid daerah Bekasi tanggal 2 Februari 2013, Alhamdulillah menikah tanggal 12 Maret 2013. (Proses kurang dari 12 pekan)
Insya Allah, ikhtiar 12 Pekan Meraih Sakinah bisa tercapai apabila dipersiapkan dengan mantap, diikhtiarkan dengan sigap, diiringi doa yang terus terucap, dan jika Allah berkehendak bisa dijalani dalam sekejap.
Semoga bermanfaat, wallahua’lam bishawab.