alhikmah.ac.id – Dari Rasulullah SAW “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka mengasingkan diri.”
Kata mengasingkan diri di sini adalah senantiasa menghindari popularitas. berusaha menyembunyikan amal, merupakan implementasi dari kata mengasingkan diri dalam hadits tersebut. Anjuran Rasululloh SAW ini bukan sembarang nasehat, hati manusia yang rentan terhadap kondisi munculnya riya, ujub serta takabur, menjadi alasan utama untuk menghindari penyakit hati tersebut.
Tidak kalah penting, menjadi teladan bagi orang lain pun perlu. terutama bagi orang yang berprofesi sebagai guru, menunjukan sikap serta perilaku yang baik tentu harus dilakukan, dengan harapan anak dapat meniru perbuatan baiknya. namun, tanpa harus repot menunjukan amalan baik, ternyata amalan-amalan baik yang biasa dilakukan akan tercermin dalam diri seseorang tanpa disengaja, sehingga pada akhirnya menjadi karakter yang kuat. dalam teori pembentukan karakter, semua bermula dari pikiran yang akan membentuk pola pikir. kemudian pola pikir tersebut diaplikasikan melalui perbuatan. perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan membentuk kebiasaan dan kebiasaan inilah yang akan membentuk karakter seseorang.
Jika niat ikhlas sudah tertancap dalam hati, sehingga niat ikhlas itu mampu ditransformasikan kedalam pikiran. kemudian menjadi pola pikir manusia bahwa segala sesuatu yang dilakukan hanya untuk Alloh semata, maka pikiran akan memerintahkan seluruh anggota tubuh untuk melakukan amalan baik. amalan baik yang dilakukan terus menerus akan menjadi kebiasaan baik, kebiasaan baik akan membamgun karakter muslim yang baik.
Ketika seorang musllim telah memiliki karakter yang baik, dengan sendirinya dia akan memancarkan perilaku baik. oleh karena itu, menyembunyikan amal baik menjadi sangat penting. karena, menjadikan diri sebagai teladan bagi orang lain bukan lagi menjadi alasan yang tepat untuk tidak menyembunyikan amalan baik. hal ini selaras dengan kisah seorang Nabi yang diperintahkan Alloh untuk mengubur mangkuk emas. ketika dikubur mangkuk tersebut muncul ke permukaan, dikubur lagi, muncul lagi begitu seterusnya. itu mengartikan bahwa setiap perbuatan baik akan selalu terlihat dan dilihat Alloh.
Akan tetapi, jika seseorang menyembunyikan amalannya, kemudian terbersit dalam hati harapan agar orang lain melihatnya menyembunyikan amalannya, maka dosa ujub, riya dan takabur menjadi pangkat dua dibanding yang menunjukan terang-terangan amal baiknya agar dilihat orang lain tanpa mengharapkan ridho Alloh. masalah hati memang harus hati-hati, amalan yang baik belum tentu baik di mata Alloh. karena setan tidak akan pernah lelah menggoda manusia. kecuali, setan akan menyerah terhadap hamba Alloh yang ikhlas.
Para salafush-shalih sangat menjaga amalan-amalan baiknya. salah seorang ulama selalu menangis ketika sholat, sebagai bukti kekhusyu-annya. namun, agar tidak terlihat sehabis menangis, beliau selalu menggunakan celak mata untuk menutupi matanya yang bengkak ketika berhadapan dengan orang lain. begitu pula kisah seorang ulama yang senantiasa melakukan amalan baik yang berusaha beliau sembunyikan sejak lama, namun ketika orang lain tanpa sengaja melihat amalan baiknya, beliau bahkan berdo’a untuk segera dipertemukan Alloh (baca: dicabut nyawa) karena amalan baiknya terlihat oleh seseorang, karena begitu sangat menjaga keikhlasan niatnya. dan hingga pada akhirnya, do’anya benar-benar terkabul bersamaan ketika orang lain melihat perbuatan baik beliau.
Lain lagi dengan kisah seorang nenek yang setiap hari memunguti daun-daun yang terdapat pada halaman sebuah masjid. setiap hari beliau memunguti daun-daun kering yang berserakan di halaman masjid. nenek itu tidak mau menggunakan alat bantu seperti sapu. ketika ditanyakan kepada nenek itu, mengapa beliau setiap hari membersihkan halaman masjid dengan memunguti daun dan sampah yang ada, tanpa mau dibayar atau dibantu menggunakan alat kebersihan, beliau tidak mau menjawabnya.
Setelah beberapa kali didesak untuk menjawabnya oleh seorang ustad, nenek itu baru mau menjawabnya dengan jawaban yang sangat sederhana namun bermakna kurang lebih sebagai berikut “Dari saya kecil hingga sekarang ilmu saya tentang islam sangat rendah, saya hanya hafal dzikir/ tasbih. hanya itu yang saya tahu tentang Islam. nanti kalau saya meninggal, apa yang akan saya persembahkan buat Alloh. oleh karena itu ketika saya memungut satu lembar daun kering, saya lakukan sambil berdzikir pada Alloh, disusul dengan lembar daun kering berikutnya begitulah seterusnya. saya harap ustad tidak menceritakan ini kepada siapapun, kecuali setelah saya meninggal”
Dan tahukah? setelah nenek tersebut meninggal, kisah nenek pemungut daun di masjid ini menjadi kisah yang sangat dikenal dan banyak diceritakan oleh para ustad. kisah tentang seorang hamba yang merasa rendah dihadapan Alloh, amalannya yang nampak begitu sederhana menjadi begitu bernilai ketika diiringi niat ikhlas untuk Alloh. mereka adalah orang-orang yang berbuat dalam diam. amalan baik yang disembunyikannya dilakukan untuk menjaga hatinya agar tidak terkotori oleh noda-noda penyakit hati. karena mereka sangat menyadari hakikat kelemahan manusia yang senang dipuji dan ingin banyak dikenal. menjadi muslim yang senantiasa melakukan ‘silent action’ adalah tantangan yang berat, namun itulah sunnatullahnya. semakin berat ujian yang dihadapi, semakin berat pula pahala yang dinanti.
“Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (Al-Baqarah: 271)
oleh: Runni Nurul Inayah