Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah
alhikmah.ac.id – “Hasbunallah wa ni’mal wakiil, Cukuplah bagi kami Allah, dan Dia sebaik-baik penolong”. Ungkapan diatas disenandungkan oleh kekasih Allah swt, Ibrahim as, saat penguasa dan pengikutnya mengeroyok dan menceburkan dirinya dalam bara api, namun Ibrahim selamat dan menjadi pemenang.
Ungkapan itu juga yang dilantunkan oleh nabiyullah Muhammad saw. tatkala mendapat pengkroyokan dan penganiayaan dari pasukan Ahzab. Rasul pun keluar sebagai pemenang. HR. Bukhari.
“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka perkataan itu justru menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. QS. Ali Imran: 173
Sudah menjadi sunnatullah dalam dakwah, bahwa jalan dakwah tidaklah bertabur kenikmatan, kesenangan dan kemewahan. Dakwah diusung menghadapi penentangan, konspirasi, persekongkolan, isolasi, pengkroyokan, bahkan ancaman pembunuhan. Oleh karenanya dakwah hanya bisa diemban oleh mereka yang mewakafkan diri dan hidupnya untuk Allah swt semata. Dakwah tidak mungkin akan dipikul oleh mereka yang mengharapkan kemewahan dunia, bersantai dengan kesenangan materi.
Rasulullah saw didalam memulai perjuangan menyeru kerabat dan kaumnya, mendapatkan taujihat Robbaniyyah –arahan Allah swt- agar menguatkan keimanan, kepribadian dan kesabaran: yaitu arahan untuk senantiasa mengagungkan Allah, membersihkan jiwa, mejauhkan diri dari maksiat, mengikhlaskan kerja, dan sabar dalam perjuangan.
Berikut taujihat rabbaniyyah dalam surat Al Muddatstsir ayat 1-7 untuk Muhammad saw dan tentunya untuk umatnya semua. Allah swt berfirman:
”Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan!. Dan Tuhanmu agungkanlah!. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” QS. Al Muddatstsir: 1-7.
Bekal pertama, Agungkan Allah.
Allah swt menanamkan dalam persepsi dan keyakinan Muhammad agar hanya mengagungkan Allah swt semata, selain-nya kecil tiada berarti. Baik dalam konteks tawaran kenikmatan duniawi, pun dalam konteks siksaan, penolakan dan pembunuhan di dunia yang dilakukan musuh-musuh dakwah, maka jika dibandingkan dengan pemberian, keridloan dan surga Allah swt sungguh tiada ada artinya.
Pengagungan Allah swt dalam qalbu, lisan, fikiran dan perilaku. Dalam setiap kesempatan dan kondisi Rasulullah saw selalu berdzikir dan mengagungkan Allah swt, sehingga inilah rahasia do’a Nabi saw ketika kelur dari buang hajat: “Ghufranaka: Aku mohon ampunan-Mu Ya Allah.”. Hasil penelitian para ahli hadits menyimpulkan bahwa Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan dzikir dan pengagungan Allah swt, namun karena tidak diperkenankannya berdzikir di saat buang hajat, maka ungkapan pertama saat keluar dari buang hajat adalah, mohon ampun karena beliau tidak melakukan dzikir pada saat buang hajat.
Dengan sikap inilah, ma’iyatullah –kebersamaan Allah- dalam bentuk pertolongan-Nya selalu datang pada saat dibutuhkan.
Inilah rahasia dikumandangkannya kalimat takbir “Allahu Akbar wa lilLahil Hamd, Allah Maha Besar dan bagi-Nya segala pujian”.
Bekal kedua, Bersihkan Hati.
Dalam upaya mengagungkan Allah swt dalam setiap kesempatan, maka dibutuhkan hati yang bersih dan jiwa yang suci. Hati adalah panglima dalam tubuh seorang manusia. Jika panglima itu baik, sudah barang tentu tentaranya akan menjadi baik, sebaliknya jika panglima buruk, maka buruklah semua tentaranya.
Mayoritas ahli tafsir sepakat bahwa perintah mensucikan pakaian disini kinayah atau kiasan, bukan makna dzahir. Artinya perintah pembersihan hati dan pensucian jiwa. Penampilan fisik tidak akan berarti, apabila apa yang dibalik fisik itu busuk.
Hati senantiasa dijaga kefitrahannya dan dibersihkan dari beragam penyakit hati, seperti sombong, iri, riya, adu domba, meremehkan orang, dan yang paling berbahaya adalah syirik, menyekutukan Allah swt dengan makhluk-Nya.
“…..dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kamu sedikitpun….” (QS. At Taubah : 25-26).
Bekal ketiga, Jahui Maksiat.
Agar keagungan Allah swt menghiasi diri, maka diri harus menjauhkan dari dosa dan maksiat. Begitu pun sebaliknya, meninggalkan maksiat akan mewariskan ma’iyyatullah.
Allah swt hanya akan turut campur kepada orang beriman dengan menurunkan pertolongan-Nya, jika orang beriman itu dekat dan taat kepada-Nya. Sebaliknya jika mereka berbuat maksiat dan dosa, maka apa bedanya mereka dengan orang lain? Bedanya orang lain lebih canggih perlengkapannya dan lebih besar jumlahnya. Sehingga secara hitungan rasio manusiawi orang lain mampu mengalahkan orang beriman.
Ada kisah menarik, dalam sebuah peperangan melawan kaum kuffar, kaum muslimin beberapa kali mengalami kekalahan. Sang panglima segera mengevaluasi pasukannya, mengapa kekalahan demi kekalahan bisa terjadi? Tak ada yang kurang. Semua perlengkapan lengkap, pun ibadah-ibadah dilakukan dengan baik. Namun saat pagi menjelang, sang panglima mengamati pasukannya dan baru menyadari bahwa ternyata pasukannya melupakan satu sunah Rasul, yaitu bersiwak! Panglima segera memerintahkan menggosok gigi dengan siwak (sejenis kayu) kepada seluruh pasukannya. Pasukan pengintai dari pihak musuh menjadi takut karena melihat para tentara muslim tengah menggosok-gosok giginya dengan kayu, dan mengira pasukan kaum muslimin tengah menajamkan gigi-giginya untuk menyerang musuh. Pihak musuh menjadi gentar dan segera menarik mundur pasukannya.
Sepele, lupa bersiwak, namun besar dampaknya. Inilah rahasia pertolongan Allah swt.
Bekal keempat, Ikhlaskan dalam Berjuang.
Hidup seorang mukmin adalah untuk prestasi amal dan kontribusi manfaat untuk umat manusia. Kesemuanya itu dilakukan semata-mata dilandasi mencari keredloan Allah swt semata. Balasan Allah swt jauh lebih baik dan lebih mulya, dibandingkan dengan kemewahan dunia berikut kemegahannya. Seorang mukmin akan selalu mengejar mimpinya, yaitu keridloan Allah swt, di dunia dan di akhirat kelak.
Menarik disini seruan Allah swt dalam bentuk ”larangan”, sedangkan yang lainya menggunakan bentuk ”perintah”. ”Jangan kamu memberi untuk mengharapkan mendapat imbalan yang lebih”. Artinya, peringatan keras dari Allah swt agar manusia senantiasa mengikhlaskan amal perbuatan dan perjuangan. Tidak merasa paling berjasa dan juga tidak meremehkan andil orang lain.
Bekal kelima, Sabar Di Jalan Allah.
Sabar dalam kesunyian pengikut, sabar dalam penolakan ajakan, sabar dalam kekalahan, dan sabar dalam kemenangan dan kemewahan.
Ketika Rasulullah saw mengetahui kondisi keluarga sahabatnya, Yasir yang mendapat siksaan berat dan pembunuhan keji, Rasulullah saw langsung memberi kabar gembira kepada mereka:
صبرا ال ياسر فإن موعدكم الجنة””
“Sabar wahai keluarga Yasir, Sungguh surga buat kalian kelak!.”
Sabar dalam berdakwah mencakup segala hal yang positif, seperti banyak ide, solusi, perencanaan, kerja keras, kerja sama, pendelegasian, pemanfaatan sarana dan adanya evaluasi. Sabar bukan dikonotasikan negatif seperti pasrah, nerimo, malas, menunggu dan tidak berusaha.
Dengan bekalan itu terbukti dalam sejarah, Rasulullah saw mampu melewati dua masa sulit sekaligus: Masa sulit mendapatkan tawaran kemewahan, jabatan, pengikut, bahkan wanita. Dan masa sulit tatkala beliau harus berdarah-darah menerima pengkroyokan dan penganiayaan dari kaumnya.
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”.
Inilah bekalan bagi penyeru kebajikan dan penerus perubahan dari masa ke masa.
Allahu A’lam. (dkwt)