Aktivis Dakwah Kampus Mesti Mandiri Secara Finansial

Share to :

alhikmah.ac.id – “Orang yang memutuskan untuk mengurusi urusan orang lain, harus sudah selesai dengan urusannya sendiri” (Murabbi)

Begitulah seorang Da’i atau penyeru. Ia adalah orang yang menghibahkan pikiran, jiwa bahkan hidupnya untuk mengurusi urusan umat. Ia mengenyampingkan urusan pribadinya dan mendahulukan urusan orang banyak yang lebih penting. Tapi ingatkah kita, Imam Hasan Al-Banna pernah berpesan:

“Ketahuilah kewajiban itu lebih banyak dari pada waktu yang tersedia, maka bantulah saudaramu untuk menggunakan waktunya dengan sebaik-baiknya, jika engkau punya kepentingan, maka selesaikanlah segera”

Perlu kita renungi bersama permasalahan para aktivis dakwah hari ini, khususnya dakwah kampus. Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa banyak di antara kita para aktivis dakwah yang secara tidak sadar mengalami permasalahan finansial. Kita para aktivis dakwah terkadang begitu giat menjalankan agenda-agenda dan program kerja dakwah yang menghabiskan dana begitu besar. Disibukkan oleh aktivitas fundraising demi memenuhi agenda targetan pendanaan. Hingga akhirnya tak semangat lagi karena lambat laun kantong sendiri bermasalah. Beasiswa terlambat cair, uang kiriman orang tua pun terbatas karena dipakai untuk makan. Sedangkan biaya kebutuhan hidup meningkat dan banyak lagi masalah keuangan lainnya.

Hingga akhirnya banyak aktivis dakwah yang mundur dan hilang tanpa berita. Permasalahan utamanya adalah urusan finansial. Wajar mereka lebih memilih mencari tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan tak jarang yang pergi meninggalkan aktivitas dakwahnya.

Apakah ini benar wahai ikhwah fillah?

Tentu Rasulullah SAW telah mencontohkan kepada kita tentang bagaimana ia berdakwah tanpa mengalami kekhawatiran tentang hal itu. Rasulullah telah menunjukkan kepada kita formulasi yang tepat agar umatnya bisa hidup dengan cukup baik di dunia dan di akhirat. Ia menjadikan dakwah dan perdagangan menjadi bagian yang tak terpisahkan.

Rasulullah SAW sejak muda sudah dilatih dan diajarkan berdagang oleh pamannya. Bahkan menginjak usia dua puluh-an Nabi sudah diamanahi perniagaan yang cukup besar oleh Siti Khadijah. Rasul sudah selesai dengan urusannya sendiri sehingga setelah itu dakwah berjalan dengan tersistem dan lancar. Bahkan di antaranya dari harta Rasul pulalah peperangan di biayai. Dan kebermanfaatan menjadi lebih besar di saat tidak lagi memikirkan harta pribadi. Bahkan terus di hibahkan untuk perjuangan dijalan ALLAH.

Dari uraian di atas point utamanya adalah sudah selayaknya kita para aktivis dakwah untuk mulai memerhatikan urusan perencanaan finansial kita. Karena hal ini menjadi penting untuk dibangun. Selama kita masih ada di ranah kampus yang terkoneksi dengan banyak orang.

Dan hal itu bisa dibangun dengan berbagai cara, selama hal itu halal dan kita ada kemauan untuk mengerjakan. Misalnya dengan jalan usaha atau berbisnis. Mulailah untuk berbisnis terjun langsung melakukan bisnis. Jangan takut gagal karena sangat jarang juga orang yang sekali berbisnis langsung sukses. Semuanya itu pasti perlu belajar. Tak mengapa gagal di bisnis yang satu, di bisnis kedua dsb. Yang penting adalah kita terus berbisnis dan mengambil tiap pelajarannya.

Karena Rasulullah SAW bersabda

Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang pria dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Ahmad, Al Bazzar, Ath Thabrani dan selainnya, dari Ibnu ‘Umar, Rofi’ bin Khudaij, Abu Burdah bin Niyar dan selainnya).

Maka teruslah berbisnis dan belajar berbisnis juga menata kembali perencanaan keuangan kita. Karena dengan finansial yang baik seorang aktivis dakwah akan semakin melebarkan sayap dakwahnya tanpa perlu khawatir lagi dengan urusan keuangannya. Bahkan sedekah kita juga akan menjadi lebih besar dan ringan untuk dikeluarkan. Karena kita aktivis dakwah sudah selesai dengan urusan Finansial kita.

Picture of admin

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sign up for our Newsletter