alhikmah.ac.id – Pernahkah Anda memperhatikan saat istri memakai baju baru lalu Anda memujinya, “Kamu cantik sekali dengan baju baru ini.”
Apa reaksinya? “Gombal.” Mungkin itu yang spontan ia katakan. Anda mengira hanya itu reaksinya? Tidak.
Coba perhatikan diam-diam. Umumnya, ketika dipuji, wanita memang menjawab sekenanya. Seakan-akan pujian itu tidak terlalu berpengaruh. “Gombal”, “Merayu”, dan kata-kata sejenis yang sering keluar dari lisan wanita saat dipuji. Kadang malah suara kentut yang diucapkan “preet.”
Pria yang tidak mengetahui sifat wanita, kadang tersinggung atau kecewa mengetahui reaksi istrinya saat dipuji. Padahal, ucapan “gombal” dan sejenisnya itu hanyalah reaksi di permukaan saja.
Saat seorang wanita dipuji, hatinya gembira. Namun, rasa malu menghalangi dirinya untuk menampakkan reaksi yang sesungguhnya. Kadang juga ada rasa “harga diri” yang menghalanginya untuk langsung berterima kasih kepada suami.
Coba perhatikan diam-diam. Setelah suami yang memujinya itu pergi, sang istri kemudian akan pergi menghadap sesuatu. Tahu, apa sesuatu itu? Ya, benar. Cermin. Dia akan bercermin. Sambil tersenyum, iya akan memandangi bayangannya sendiri. Saat itu bercampurlah rasa bahagia dan kepercayaan diri. Yang semula ragu, akan terjadi dialog dalam dirinya, “Apakah saya benar-benar cantik ya?” Dan iya akan menemukan jawabannya, “Ah, iya. Seperti kata suamiku.”
Kalau sebelumnya ia sudah percaya diri, kepercayaan diri itu semakin meningkat. Dan hasilnya, tentu kembali kepada Anda, suaminya. Perasaan bahagia dan percaya diri akan membuat wajah wanita lebih cerah dan otot-ototnya lebih kencang. Dan itu kemudian juga akan lebih membahagiakan suami. Apalagi jika ia kemudian lebih rajin berhias untuk suami.
***
Para suami, sudahkah Anda memuji istri Anda? Temukan alasan-alasan untuk bisa memujinya. Saat memakai jilbab baru, saat memakai pakaian yang serasi, saat memasak, saat anak berprestasi, dan seterusnya.
Berikan pujian yang spesifik agar ia merasa pujian itu benar-benar tulus. Bukan pujian sembarangan. Melakukan apapun pujiannya sama: “Kamu paling cantik sedunia, sayang”. Lama-lama istri jadi bosan, apalagi jika diucapkan sehari tiga kali. Pagi, siang dan malam setelah makan. Seperti minum obat ya Bisa-bisa istri juga komentar setengah protes, “Dari dulu paling cantik sedunia, sekali-kali ubah dong pujiannya jadi paling cantik seakhirat
Bahkan, panggilan kepada istri, kalau bisa juga romantis dan mengandung pujian. Seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika memanggil Bunda Aisyah radhiyallahu ‘anha. Kadang beliau memanggil “Aisy”, panggilan romantis yang “imut”. Kadang belum memanggil “Muwaffaqah”, panggilan romantis yang bernuansa spiritual. Dan lebih sering beliau memanggil “Humaira’” panggilan romantis yang mengandung pujian kecantikan. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]