Bapakku, Kau Orang Yang Lebih Hina!

Share to :

Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah

alhikmah.ac.id – Pada suatu hari di tahun ke-6 Hijriah, seusai memerangi Bani Musthaliq, Rasulullah saw. dan pasukan kaum muslimin tiba di Muraisik. Muraisik itu tempat sumber air Bani Musthaliq. Berbondong-bondong orang dari kafilah perang Rasulullah saw. mengambil air di sana.

Umar bin Khathab menyewa Jahjah bin Mas’ud, seorang dari bani Ghaffar, untuk mengurus kudanya. Jahjah ikut berdesak-desakan berebut air dengan Sinan bin Wabar Al-Juhani. Al-Juhani adalah kaum yang menjadi sekutu kaum Aus bin Khazraj. Jahjah dan Sinan berebut air dan berkelahi. Sinan berteriak memanggil bantuan, “Wahai orang-orang Anshar!” Jahjah pun meminta bantuan, “Wahai orang-orang Muhajirin!”

Mendengar hal itu, Abdullah bin Ubay bin Salul marah. Di sisinya ketika itu ada beberapa orang dari kaumnya, di antaranya seorang anak kecil: Zaid bin Arqam. Abdullah bin Ubay berkata, “Apakah mereka (Muhajirin) telah bersikap demikian? Apakah mereka telah terlepas dari kita dan merasa lebih banyak dari kita di negeri kita sendiri? Demi Allah, kita tidak membekali diri kita dan Jalabib Quraisy –istilah yang dipakai orang-orang munafik untuk menyebut sahabat Rasulullah saw. dari kalangan Muhajirin– melainkan sebagaimana dikatakan oleh orang-orang terdahulu, ‘Gemukkanlah anjingmu, maka ia pasti memakanmu.’ Oleh karena itu, demi Allah, bila kita telah kembali pulang ke Madinah, maka benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya.”

Kemudian Abdullah bin Ubay bin Salul berpaling kepada orang-orang yang ada disekitarnya dan kepada setiap orang yang hadir dari kaumnya. Ia berkata kepada mereka, “Inilah yang telah kaliah perbuat terhadap diri kalian. Kalian menyediakan negeri kalian untuk mereka. Kalian bagikan kepada mereka harta benda kalian. Demi Allah, sekiranya kalian tidak memberikan fasilitas dan bantuan kalian kepada mereka, maka mereka pasti akan beralih kepada negeri lain, bukan ke negeri kalian.”

Zaid bin Arqam, si bocah, yang mendengar hal itu segera menuju ke tempat Rasulullah saw. berada. Ia memberitahukan semua peristiwa yang disaksikannya. Umar bin Khathab yang ada di sisi Rasulullah saw. berkata kepada Rasulullah, “Perintahkanlah kepada Abbad bin Bisyr agar membunuhnya.” Rasulullah saw. bersabda, “Lalu bagaimana, wahai Umar, bila orang-orang berkata bahwa Muhammad saw. telah membunuh sahabatnya? Tidak, tapi sekarang serukanlah agar semua pasukan segera bertolak pulang.” Namun, waktu itu sebetulnya Rasulullah saw. belum ingin beranjak untuk berangkat pulang. Tapi karena sudah diseru pulang, orang-orang pun semua segera bergerak pulang menuju Madinah.

Dalam perjalanan, Abdullah bin Ubay bin Salul berjalan bersama Rasulullah saw. Sebab, ia mendengar bahwa Zaid bin Arqam telah melaporkan tentang perkataannya kepada Rasulullah saw. Abdullah bin Ubay bersumpah dengan nama Allah bahwa dia tidak pernah mengatakan seperti yang dilaporkan Zaid. Apalagi Abdullah bin Ubay adalah termasuk orang yang dihormati dan tinggi kedudukannya di kaumnya.

Orang-orang yang ada di sekitar Rasulullah saw. dari kalangan Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, mungkin anak kecil itu (Zaid bin Arqam) telah salah dala mmenyampaikan beritanya, dan tidak menyimpan dengan baik perkataan orang ini (Abdullah bin Ubay).” Mereka mengatakan hal itu sebagai rasa hormat kepada Abdullah bin Ubay dan sebagai pembelaan.

Setelah mendengar klarifikasi Abdullah bin Ubay, Rasulullah saw. tidak berkomentar. Beliau memilih bertolak melanjutkan perjalanan pulang. Di perjalanan Usaid bin Hudhair menjumpai Rasulullah dan mengucapkan salam dengan salam kenabian. Ia berkata, “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya Anda telah bertolak pulang pada waktu yang sangat aneh, tidak seperti biasanya Anda melakukan perjalanan seperti ini.” Rasulullah saw. berkata, “Apakah belum sampai kepadamu berita tentang teman kalian.” Usaid bertanya, “Teman yang mana, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Abdullah bin Ubay.”

Usaid bertanya lagi, “Apa katanya, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Ia menyangka bahwa sesungguhnya bila dia kembali ke Madinah, maka orang yang lebih kuat akan mengusir orang yang lebih lemah darinya.” Usaid berkata, “Anda, wahai Rasulullah, demi Allah, pasti mengeluarkannya darinya bila Anda kehendaki. Demi Allah, dialah yang lebih hina dan lemah. Andalah yang lebih kuat dan perkasa.” Kemudian Usaid berkata, “Wahai Rasulullah, bersikap lembutlah kepadanya karena, demi Allah, sesungguhnya Allah telah mengutus Anda kepada kami. Sesungguhnya kaumnya telah mengatur permata baginya untuk mengalungkannya (mengangkat menjadi pemimpin), dan sesungguhnya dia memandang kedatangan Anda telah merampas darinya haknya sebagai raja.”

Kemudian Rasulullah saw. melanjutkan perjalanan bersama orang-orang pada sisa hati itu hingga beliau memasuki waktu sore, dan malam hari hingga pagi hari. Kemudian pada pertengahan hari itu ketika matahari mulai panas, Rasulullah saw. mengajak orang-orang untuk beristirahat. Baru saja mereka meletakkan diri di atas tanah, mereka pun tertidur pulas. Rasulullah mengambil kebijakan itu agar orang-orang melupakan desas-desus yang terjadi pada hari sebelumnya karena perkataan Abdullah bin Ubay.

Tak lama kemudian turunlah ayat 5-8 surat Al-Munafiqun. “Apabila telah dikatakan kepada mereka marilah (beriman) agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri. Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar), ‘Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).’ Padahal, kepunyaan Allahlah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. Mereka berkata, ‘Sesungguhnya jika kami telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya.’ Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.”

Setelah firman Allah itu turun, Rasulullah saw. mengambil dan menunjuk telinga Zaid bin Arqam seraya bersabda, “Inilah orang yang memenuhi kewajibannya kepada Allah dengan telinganya.”

Kabar tentang Abdullah bin Ubay bin Salul sampai ke telinga anaknya, Abdullah bin Abdullah bin Ubay. Abdullah anak Abdullah bin Ubay ini datang menemui Rasulullah saw. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah sampai kepadaku bahwa sesungguhnya Anda ingin membunuh Abdullah bin Ubay karena konspirasi yang Anda dengar darinya. Bila Anda mau tidak mau harus mengambil kebijakan itu, maka perintahkanlah tugas itu kepadaku. Pasti aku akan membawakan kepalanya kepada Anda. Demi Allah, kaum Khazraj telah mengetahui bahwa mereka tidak memiliki orang yang lebih berbakti kepada orang tuanya lebih daripada diriku. Sesungguhnya aku takut bila Anda menyuruh orang lain untuk membunuh Abdullah bin Ubay, sehingga jiwaku tidak kuat melihatnya berjalan di tengah-tengah orang-orang kemudian aku membunuhnya. Dengan demikian aku telah membunuh seorang mukmin karena membunuh seorang yang kafir (Abdullah bin Ubay). Akhirnya, aku pun masuk ke dalam neraka.”

Atas permintaan Abdullah bin Abdullah bin Ubay itu, Rasulllah saw. bersabda, “Bahkan kami akan bersikap lembut kepadanya dan berlaku baik kepadanya dalam bergaul selama dia masih hidup berdampingan dengan kita.”

Setelah kejadian itu, kaumnya sendiri mencerca Abdullah bin Ubay. Mereka menghardik dan mengecamnya acapkali ada kasus berkenan dengan dirinya. Mendengar kabar itu, Rasulullah saw. bersabda kepada Umar bin Khathab, “Bagaimana pendapatmu, wahai Umar? Demi Allah, seandainya aku membunuhnya pada hari ketika kamu memintaku untuk membunuhnya, maka pasti terjadi keguncangan. Tapi bila aku menyuruhmu untuk membunuhnya saat ini, pasti kamu membunuhnya (dengan mudah).” Umar hanya bisa berkata, “Demi Allah, aku benar-benar mengetahui bahwa keputusan Rasulullah lebih besar berkahnya daripada keputusanku.”

Ketika pasukan Rasulullah saw. tiba di Madinah, Abdullah, anak Abdullah bin Ubay berdiri di depan pintu masuk kota dengan pedang terhunus. Orang-orang melewatinya. Namun tatkala bapaknya tiba, ia berkata, “Kembalilah ke belakangmu!” Abdullah bin Ubay bertanya, “Kenapa kamu? Kasihan dirimu!” Abdullah berkata kepada bapaknya, Abdullah bin Ubay, “Demi Allah, engkau tidak boleh melewati tempat ini hingga Rasulullah mengizinkanmu masuk. Karena, sesungguhnya beliau adalah yang lebih kuat dan perkasa, sedangkan kamu adalah orang yang lebih lemah dan lebih hina!”

Ketika Rasulullah saw. tiba –beliau biasa berjalan paling belakangan di dalam rombongan pasukan dengan tujuan untuk melihat orang-orang yang ketinggalan, tersesat, atau orang-orang yang butuh pertolongan–, Abdullah bin Ubay mengadukan perlakuan anaknya atas dirinya. Namun sang anak berkata, “Demi Allah, wahai Rasulullah, dia tidak boleh memasuki Madinah hingga Anda memberikan izin baginya.” Maka Rasulullah saw. mengizinkannya. Abdullah berkata kepada bapaknya, “Karena Rasulullah telah memberikan izin kepadamu, maka lewatlah sekarang!” (dkwt)

download

Picture of admin

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sign up for our Newsletter