alhikmah.ac.id – Pada hari kiamat nanti Allah akan mendatangkan salah satu dari calon penghuni neraka, yang mana orang tersebut ketika hidup di dunia adalah orang yang paling nikmat hidupnya. Segala apa yang dia inginkan bisa dia dapatkan, karena kekayaan yang dia miliki, karena jabatan yang dia punyai, pendek kata orang tersebut adalah orang yang paling enak hidupnya di dunia.
Kemudian oleh Allah orang tersebut dicelupkan ke neraka satu celupan, ditempelkan ke neraka satu tempelan. Kemudian setelah itu orang itu ditarik oleh Allah kembali dari neraka. Setelah merasakan siksaan sekejap di neraka, lalu Allah menanyakan “هل رأيت نعيما قط؟” : “Wahai Fulan, apakah engkau masih ingat kenikmatan yang dulu engkau rasakan di dunia? Wanita yang engkau zinai ketika di dunia? Harta melimpah yang engkau nikmati di dunia? masakan yang paling enak yang engkau makan di dunia? Apakah engkau masih merasakan semua itu saat ini? Kemudian orang tersebut menjawab, “لا و الله ما رأيت نعيما قط” : “Tidak, demi Allah, semuanya telah terlupakan.”
Kemudian Allah mendatangkan orang yang kedua.
Jika yang pertama tadi calon penghuni neraka, sekarang Allah mendatangkan calon penghuni surga. Calon penghuni surga tersebut adalah orang yang dulunya ketika di dunia hidupnya sangat susah. Mungkin karena miskinnya dia, mungkin karena tubuhnya sakit-sakitan, pendek kata dia adalah orang yang paling sengsara hidupnya ketika di dunia.
Hanya saja dia adalah orang yang rajin beribadah. Kemudian oleh Allah orang tersebut dicelupkan ke surga sekejab, yang mungkin hanya beberapa detik. Lalu Allah mengangkatnya dari surga dan bertanya “هل رأيت بؤسا قط؟” : “Apakah engkau merasakan kesengsaraan yang dulu pernah engkau rasakan ketika di dunia? Kemudian orang tersebut menjawab,”لا والله يا رب ما رأيت بؤسا قط” : “Tidak, demi Allah semuanya telah terlupakan yaa Robb.” (HR. Muslim)
Hadits ini menggambarkan kepada kita bahwa kenikmatan dan kesengsaraan yang kita rasakan di dunia itu sementara. Orang yang ketika di dunia diliputi dengan kesengsaraan, kesulitan dan betapa sempitnya hidup, namun mereka masih senantiasa beribadah kepada Allah, maka mereka akan bergembira kelak. Demikian sebaliknya, orang yang selama hidupnya di dunia bermewah-mewahan, ingin apa pun tersedia, namun mereka lupa bahwa semua itu adalah pemberian Allah, maka sudah barang tentu penyesalan akan menantinya.
Betapa banyak orang yang ketika melihat artis “A” atau pemain bola “B” yang penghasilannya dalam sehari bisa mencapai puluhan juta bahkan lebih, mereka berkata “Ya Allah enak banget ya orang itu, punya banyak harta, mau apa pun bisa ..”
Dan sungguh hal ini tidak boleh terjangkit pada orang yang mengaku dirinya Mukmin. Karena walupun betapa keterbatasan harta yang dimiliki seorang Mukmin; rumah yang dari gedhek, makan hanya 2x dalam sehari dan pakaian hanya 2 atau 3 stel yang dimiliki, namun jika ketentuan itu diterima dengan qona’ah atas ketentuan Allah padanya,maka kondisi itu memotivasi seorang mukmin untuk senantiasa bersabar dan selalu beribadah kepada Allah.
Allah telah menjelaskan berulang kali di dalam al-Quran dan pula RosulNya Muhammad dalam Sunnahnya bahwa kenikmatan dan kesenangan dunia merupakan ujian bagi hambaNya, sebagaimana kesengsaraan dan kesulitan hidup.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan kebaikan dan keburukan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya. Dan hanya kepada Kami lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’: 35)
Ibnu ‘Abbas menafsirkan ayat ini, “Kami uji kalian dengan kesusahan dan kesenangan, dengan sehat dan sakit, dengan kekayaan dan kefakiran dan serta dengan halal dan haram. semuanya adala ujian.” (lihat: Kitab ‘uddatush Shoobiriin, karya Ibnul Qoyyim)
Kebahagiaan harta tidaklah sempurnah tanpa dibarengi dengan iman dan amal sholih yang sesungguhnya itu sangat menunjang kebahagiaan dunia serta akhirat.
Sebagai seorang Mukmin sudah pasti kebahagiaan akhirat jauh lebih penting dan lebih utama dari kehidupan dunia. Sehingga kesenangan dan kenikmatan yang didapat di dunia tidak akan melalaikannya dari beriman dan beribadah pada Allah guna mengejar kebahagiaan abadi di kampung akhirat.
Ibnul Qoyyim pernah mengatakan tentang dunia, “Dunia ini ibarat bayangan. Kejar dia, maka sungguh kau tak akan bisa menangkapnya. Balikkan badanmu darinya, maka tidak ada pilihan baginya kecuali mengikutimu.”
Hasan Al-Bashri juga pernah berkata tentang dunia, “Ketika cinta atas dunia memasuki hati, maka takut akan akhirat akan keluar darinya. Berhati-hatilah dengan godaan dunia, karena tidak seorang hamba pun yang membuka satu pintu dunia ini, tanpa tertutupnya beberapa pintu akhirat.”.
Hakikat hidup di dunia adalah sekejap. Dan Allah telah menjelaskan perbandingannya dengan kehidupan di akhirat kelak adalah 1 hari (akhirat) : 50.000 tahun (dunia). dengan demikian apa yang kita cari di dunia kalau bukan “bekal” untuk hari-hari yang begitu panjang di akhirat kelak. Semoga kita bisa memanfaatkan sisa hidup kita untuk berbekal taqwa untuk hari-hari itu.
مَتَاعُ الدَّنْيَا قَلِيلٌ وَالآخِرَةُ خَيْرٌ لِّمَنِ اتَّقَى وَلاَ تُظْلَمُونَ فَتِيلاً
“Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.” (QS: An-Nisa’: 77).