Da’i Dan Fitnah Harta

Share to :

Oleh : H. Ali Fikri Noor, Lc, MA.

(Alumni program S 1 dan S 2, Fak. Ushuluddin International Islamic University Islamabad Pakistan, dan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Usuuddin Daarul Hikmah Bekasi).

alhikmah.ac.id – Seorang da’i yang menyeru kepada agama Allah swt yang mulia ini jika mengetahui dengan baik bahwa naluri cinta harta yang melekat pada manusia adalah ujian dan cobaan, jika pula ia telah mengetahui bahwa  agama Islam itu telah memberikan peringatan dari fitnah kekayaaan, kesombongan nikmat, dan penyimpangan materi; jika  pula ia telah mengetahui bahwa tanggung jawab seorang muslim di hadapan Allah swt adalah menunaikan sesuatu sesuai haknya masing-masing, dan jika ia telah menyadari bahwa harta yang berada di tangannya adalah sesungguhnya harta Allah swt, sedangkan dia hanyalah sekedar orang yang diamanatinya untuk menjaganya, di mana ia tidak menginfakkannya kecuali dalam batas-batas yang telah digariskan, dan pada jalan-jalan yang telah disyari’atkan; jika da’i tadi telah menyadari pula bahwa bukanlah sifat dan kebiasaan seorang mukmin itu menjadikan dunia adalah obsessi terbesarnya, dan puncak ilmu pengetahuannya sebagaimana yang  telah dibaca Rasulullah saw dalam do’anya; Seorag da’i yang menyeru kepada risalah Allah swt yang mulia ini jika telah mengetahui ini semua dan meresapinya dalam-dalam, maka ia akan beristiqomah di atas manhaj kebenaran, berkomitmen pula dengan prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah Islam dan berhenti pada batasan-batasan Allah swt.

Adapaun mengenai cara mengatur harta maka ia tidak boleh memperolehnya kecuali dengan cara yang halal, dan tidak menginfakkannya kecuali juga pada jalan yang baik. Ia memandang harta adalah sebagai media dan bukan tujuan, mensinergikan antara harta dan tanggung-jawab-tanggung jawab lainnya, memanfaatkannya dalam jalan dakwah dan kemuliaan agama Allah swt, tidak terpengaruhi olehnya untuk hidup dalam kehidupan glamor dan cenderung kepada dunia.

Hal itu semua adalah mustahil dicapai kecuali jika ia memperhatikan hal-hal di bawah ini :

1. Seorang da’i hendaknya  meyakini  dengan kuat bahwa harta yang berada di tangannya adalah harta milik Allah , di mana Allah menjadikannya sebagai wakil-Nya dalam mengelola harta tsb. Jika demikian maka ia harus menggunakannya sesuai keinginan si empunya harta tsb yaitu Allah swt baik dalam usaha maupun dalam menginfakkannya.. Allah swt telah mejelaskan hal tsb : “dan berikanlah hak-hak mereka dari hartanya Allah swt yang telah diberikan kepada kalian”, (QS. An-Nuur : 33), “dan berinfaklah kalian dari apa-apa yang telah Allah jadikan kalian sebagai  wakil-wakil (Allah swt) di dalamnya”, (Q.S. Al-hadid : 7).

2. Seorang da’i hendaknya harus mengetahui bahwa sebanyak apapun hartanya dan kekayaannya … tidak berhak untuknya dari hartanya itu kecuali apa yang telah ia makan yang lalu habis, atau yang telah ia kenakan utuk busana lalu rusak, atau yang telah disedekahkan lalu diberikan pahala … sisa hartanya adalah akan menjadi warisan untuk keluarganya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah ibnu syukhayar ra bahwasanya ia mengatakan : “aku telah mendatangi Rasulullah dan beliau sedang membaca ayat : “Sungguh telah melalaikan kalian bermegah-megahan itu”(QS At-takaatsur : 1). Beliau bersabda : “anak Adam berkata : hartaku-hartaku, dan bukankah (hak) untuk kamu wahai anak Adam dari hartamu itu kecuali apa-apa yang telah kamu makan yang lalu kamu habiskan, telah kamu gunakan untuk busana lalu kamu rusak, atau yang telah kamu sedekahi lalu kamu telah dicatat (pahalanya)”( HR Imam Muslim, dala sohihnya, kitab zuhud).

3. Seorang da’i harus meyakini pula bahwa dunia beserta isinya dari keindahan, dan perhiasan, serta apa saja yang ditumpuk dari emas dan perak, apa saja berupa kesenangan dan kenikmatan … jika itu semua di sisi Allah swt sebanding dengan sayap nyamuk maka niscaya orang kafir itu tidak akan debirikan minum darinya barang seteguk air. Rasulullah saw telah bersabda : “Seandainya dunia itu di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk, maka Allah swt tidak akan memberikan orang kafir darinya barang seteguk air” (HR. Imam Tirmidzi, dengan derajat sohih hasan dari sahabat Abi Sahal bin Sa’d Assa’idy).

4. Seorang da’i harus meletakkan di dalam benak dan hati sanubarinya yang paling dalam bahwasanya ia hidup di dunia ini bagaikan seorang yang melewati jalan atau orang asing, sekalipun hidup dan usianya relatif panjang dia pasti akan menemui Allah swt sang pencipta, untuk kemudian dibalas seluruh amal kebaikannya dengan kebaikan dan amal keburukannya dengan keburukan. Imam Al-Bukhari menuturkan dari sahabat ibnu Umar ra bahwasanya dia mengatakan : Rasulullah saw telah memegang pundakku seraya bersabda : “jadilah anda di dunia ini seakan-akan anda seperti orang asing atau orang yang melewati sebuah jalan”. Ibnu Umar ra juga mengatakan : “jika anda telah berada di waktu sore maka janganlah menunggu-nunggu pagi hari, dan jika anda telah berada di waktu pagi maka janganlah menunggu-nunggu waktu sore, manfaatkanlah dari waktu sehat anda untuk waktu sakit anda, dan kehidupan anda untuk kematian anda”.

5. Seorang da’i hendaknya pula menyadari di dalam hati sanubarinya yang paling dalam bahwa harta itu tidak akan bermanfaat , dan bahwa sesungguhnya nasab keturunan juga tidak akan memberikan pertolongan, demikian juga kekuatan tidak akan dapat membelanya … jika datang Hari pembalasan sedangkan ia telah termakan fitnah harta, dunia telah melalaikan dan menipunya, dan ia telah menyimpang dari kebenaran… Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra dari Rasulullah sw bahwasanya beliau telah bersabda : “tiga hal yang menyertai mayat itu : keluarganya, hartanya, dan amalannya, maka kembalilah dua hal dan tersisalah satu, keluarga dan hartanya kembali, dan tersisalah amalannya”. Amalan yang menyertai dan menemaninya ada kemungkinan memasukkannya ke dalam neraka, atau memasukkannya ke dalam syurga. Sebagaimana Allah swt telah berfirman : “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal (nya). (QS. Annaazi’at : 37-41).

Demikianlah akidah-akidah terpenting yang harus diyakini para da’I dan diletakkan di dalam benak fikirannya, harus dijadikan para meter olehnya di dalam mengatur harta, dan penyikapannya terhadap dunia, di jadikan perhitungan olehnya di dalam tugas-tugasnya dalam memikul amanah dakwah Islam ini serta uapaya memuliakan agama Allah swt … Jika seorang da’I telah melakukan itu semua insya Allah ia akan mampu menanggulangi fitnah harta, mampu menguasai hawa nafsunya, mampu pula memegang tali kendali kehidupan, mampu berbuat untuk dunia dan akhirat, membangun kemuliaan untuk umatnya, menciptakan keagungan untuk agamanya, dan kejayaan untuk dakwahnya … Dan pasti usaha-usahanya yang berkesinambungan akan membuahkan manfaat yang baik dan kesan yang yang baik di seluruh alam jagat raya ini. (Disarikan dari buku: “Silsilah Madrasati Ad-du’aat”, karya Prof. DR. Abdullah Nasih Ulwan)

Bintara Jaya, Bekasi 7, Mei, 2012.

Picture of admin

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sign up for our Newsletter