Amanah Pemuda Muslim dalam Memikul Dakwah Islam

Share to :

alhikmah.ac.id – Apakah cukup bagi seorang muslim dalam menyikapi islam dengan hanya sekedar mengetahui, membaca, mengkaji, hingga kepalanya penuh dengan ilmu, kemudian tidak berefek apa-apa sama sekali setelah itu? Tidak, Islam menghendaki pengetahuan dan pemahaman yang menembus ke dalam hati dan menggerakkannya untuk beramal shalih. Ilmu yang tidak membuahkan amal bagaikan pohon yang tidak berbuah. Ilmu yang bermanfaat, adalah ilmu yang membela pemiliknya pada hari kiamat (hujjatun lahu). Sedangkan ilmu yang tidak bermanfaat akan menggugat pemiliknya di Mahkamah Ilahi (hujjatun ‘alaih).“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama (orang-orang yang berilmu).” (QS. Fathir (34) : 28).

Jadi, yang dikehendaki oleh Islam adalah ma’rifah (pengetahuan) yang menghasilkan khasyyatullah (takut kepada Allah SWT). Rasulullah SAW pernah memohon perlindungan kepada Allah SWT dari ‘ilmu yang tidak bermanfaat bagi pemiliknya sebagaimana yang beliau ucapkan dalam doa beliau.

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-MUdari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’ dari amal yang tidak diangkat ke langit (tidak diterima di sisi-MU), dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim).

Umar bin Khathab pernah memohon perlindungan kepada Allah dari orang munafik yang berilmu. Lalu ada orang bertanya kepada beliau, Wahai Amirul Mukminin, apakah mungkin seseorang itu munafik padahal berilmu? Beliau menjawab, Benar yaitu orang ‘alim lisannya tetapi jahil hatinya.

Dalam suatu atsar disebutkan: Ilmu itu ada dua macam, yaitu ilmu yang ada pada lisan, dan ini merupakan hujjah Allah terhadap anak Adam, dan yang kedua adalah ilmu yang ada di dalam hati, dan itulah ilmu yang bermanfaat.

Allah membuat dua macam perumpamaan yang teramat jelek bagi orang yang tidak mengamalkan ilmunya, bagaikan himar (keledai) dan anjing.

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَاراً بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya [tidak mengamalkan dan tidak membenarkan kedatangan Muhammad adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS. Al Jumuah (62) : 5).

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِيَ آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ذَّلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian Dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia diikuti oleh syaitan (sampai Dia tergoda), Maka jadilah Dia Termasuk orang-orang yang sesat.  Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al Araf (7) : 175-176).

Demikianlah permisalan orang yang tidak memanfaatkan ilmunya dengan sebaik-baiknya. Orang yang mempelajari shalat lantas mengamalkannya secara konsisten, belajar thuma’ninah, khusyu’, mempelajari yang halal dan yang haram, lantas menjauhi yang haram dan memilih yang halal. Mempelajari perintah dan larangan Allah, kemudian berusaha menjalankan perintah dan menjauhi larangan, itulah ilmu yang bermanfaat (ilmun nafi’).

Setelah mempelajari dan memahami agamanya dan menjadi contoh atau menerapkan apa yang telah dipahaminya, lantas orang-orang melihatnya. Mereka berkata, Lihatlah, betapa mulia, indah, luhur dan alangkah bagusnya adab Islam, alangkah mulianya akhlak Islam. Mereka melihat ajaran-ajaran Islam terlukiskan dalam perilaku dan perbuatan. Islam berjalan di rumah, di kelas, di jalan raya, di kerumunan manusia, di gedung-gedung pencakar langit, di perkantoran dll. Dengan cara itulah Islam yang agung ini tersebar ke penjuru dunia, melintasi udara, darat dan laut.

Islam  tidak memiliki missionaris-missionaris yang khusus bekerja untuk menyebarkan agama semata sebagaimana kita lihat pada agama-agama lain. Kebanyakan orang yang menyebarkan Islam adalah manusia-manusia biasa, ada yang tukang kayu, ada pula industriawan, bahkan Islam masuk ke Indonesia melalui pedagang-pedagang dari Hadramaut, demikian pula pada negara-negara lain.

Di Korea Selatan Islam masuk melalui pergaulan dan pengaruh interaksi social. Di sana terdapat tentara-tentara muslim Turki yang bertugas pada masa terjadi Perang Korea.

Pada waktu-waktu tertentu orang-orang Korea melihat tentara-tentara Turki itu pergi bersuci dengan membasuh muka, tangan dan kaki, lalu berbaris dengan rapid an khusyu’, tertib dan teratur, lalu mereka terkesan olehnya seraya bertanya, Siapakah kalian? Mereka menjawab, Kami adalah orang-orang Islam. Mereka bertanya lagi, Apakah Islam itu? Lalu diperkenalkan Islam kepada mereka sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pasukan Turki itu. Maka masuklah ke dalam pelukan Islam beribu-ribu orang Korea karena adanya keteladanan yang bagus itu.

Islam memperoleh kemenangan dan tersebar dengan baik berkat adanya keteladanan yang baik (uswah hasanah). Orang-orang melihat gambaran atau potret islam telah menyatu dengan pemeluknya, terlukis dalam kecerdasan pikiran, kejernihan hati, jasad dan perilaku pemeluknya. Demikianlah Islam tersebar lewat tangan dingin as sabiqunal awwalun (awal-awal umat Islam).

Adapun pada hari ini, dinding yang paling tebal yang membatasi dunia dari Islam adalah kaum muslimin sendiri. Keindahan dan kemuliaan Islam hanya tertulis dalam kitab-kitab, tetapi ketika orang melihat Islam ini pada diri pemeluknya, mereka akan bertanya, Mengapa para pemeluknya tidak menggunakannya? Mengapa kita tidak merasakan bekas-bekas ajaran Islam dalam kehidupan kongkrit pemeluknya?

Islam menyerukan tolong-menolong, tetapi mengapa banyak orang-orang Islam yang hidup terhina di negara-negara Islam? Islam menyerukan kekuatan, tetapi mengapa kondisi kaum Muslimin begitu lemah? Islam menyerukan untuk menuntut ilmu dan kemajuan, tetapi kita temukan negara-negara Islam merupakan potret kebodohan dan keterbelakangan.

Suatu kali ada salah seorang Barat yang memeluk Islam setelah membaca buku-buku, literature tentang Islam, di negara-negara Islam, maka bertekadlah ia melaksanakan ibadah haji ke Baitullah pada musim haji. Tetapi disana ia melihat orang-orang Islam yang berakhlak buruk dan tata pergaulannya kasar serta hal-hal aneh padahal Allah telah berfirman tentang haji.

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[Syawal, zulkaidah dan Zulhijjah)], Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[berbicara yang menimbulkan nafsu birahi], berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa[memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama haji] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al Baqarah (2) : 179).

Jadi, apa yang dilihatnya berbeda secara kontradiktif dengan apa yang dipelajarinya, lalu ia mengucapkan statemennya yang cukup terkenal: Segala puji kepunyaan Allah yang telah memperkenalkan Islam kepadaku sebelum aku mengenal orang Islam.

Oleh karena itu, kita wajib menjadi contoh praktis bagi Islam. Menjadi organ kehidupan dalam tubuh umat Islam. Menjadi mushaf yang berjalan dengan kaki. Mushaf yang telah ditafsirkan dengan perbuatan, akhlak sehari-hari. Kita harus memfokuskan diri pada amal dan perilaku, yaitu amal shalih yang lurus.

Islam menghendaki agar anda menunaikan segala sesuatu yang diwajibkan Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, memelihara hak-hak hamba dan Allah dan hak-hak diri Anda sendiri. Karena, sesungguhnya tubuh anda memiliki hak atas diri anda, istri dan keluarga anda mempunyai hak atas diri anda. Orang-orang yang mengunjungi anda mempunyai hak terhadap anda, masyarakat anda mempunyai hak terhadap anda, dan Rabb anda juga mempunyai hak atas diri anda. Maka berikanlah hak-hak itu kepada tiap-tiap pemiliknya, dan dengan demikian akan terciptalah keseimbangan dalam kehidupan.

Perilaku yang lurus merupakan gambaran dari pemahaman yang benar. Sebaliknya perilaku yang bengkok merupakan cerminan dari pemahaman yang bengkok pula.

 

Picture of admin

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sign up for our Newsletter