alhikmah.ac.id – Kita tahu bagaimana Islam memperkeras persoalan penyembelihan dan menganggap penting persoalan ini.
Hal ini adalah justru karena orang-orang musyrik Arab dan pengikut-pengikut agama lain telah menjadikan penyembelihan termasuk persoalan ibadah, bahkan masuk persoalan keyakinan dan pokok kepercayaan agama.
Oleh karena itu menyembelih, mereka jadikan sebagai sesuatu cara untuk berbakti kepada tuhannya, maka disembelihnya binatang untuk berhala atau dengan menyebut nama tuhannya.
Kemudian datanglah Islam menghapus cara-cara ini dan mewajibkan untuk tidak menyebut kecuali asma Allah, serta mengharamkan binatang yang disembelih untuk berhala dan dengan menyebut nama berhala.
Kemudian setelah ahli kitab yang semula bertauhid itu telah banyak dipengaruhi oleh perasaan-perasaan syirik dan samasekali tidak melepaskan dari kesyirikannya, sehingga sebagian orang Islam menganggap mereka tidak bisa lagi diajak bergaul dan bertemu sebagaimana halnya orang-orang musyrik lainnya, maka Allah memberikan kemudahan (rukhsah) untuk makan makanan ahli kitab sebagaimana halnya dalam persoalan-persoalan perkawinan.
Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya, “Hari ini dihalalkan yang baik-baik buat kamu dan begitu juga makanan orang-orang yang pernah diberi kitab (ahli kitab) adalah halal buat kamu, dan sebaliknya makananmu halal buat mereka.” (QS al-Maidah: 5)
Maksud ayat di atas secara ringkas, bahwa hari ini semua yang baik, halal buat kamu. Karena itu, tidak ada lagi apa yang disebut bahirah, saibah, washilah dan ham. Dan makanan ahli kitab pun halal buat kamu sesuai dengan hukum asal dimana samasekali Allah tidak mengharamkannya.
Dan, sebaliknya makananmu pun halal buat mereka. Jadi, kamu boleh makan binatang yang disembelih dan diburu oleh ahli kitab, dan sebaliknya kamu boleh memberi makan ahli kitab dengan binatang yang kamu sembelih atau yang kamu buru.
Islam bersifat keras terhadap orang musyrik tetapi terhadap ahli kitab sangat lunak dan mempermudah, karena mereka ini lebih dekat kepada orang mukmin. Sebab, ahli kitab sama-sama mengakui wahyu Allah, mengakui kenabian dan pokok-pokok agama secara global.
Justru itu pula kita dianjurkan untuk menaruh mawaddah terhadap mereka, boleh makan makanan mereka, boleh kawin dengan perempuan-perempuan mereka dan bergaul dengan baik bersama mereka.
Sebab, kalau mereka itu sudah bergaul dengan kita dan memeluk Islam dengan penuh keyakinan dan kesadaran, mereka pun akan tahu bahwa agama kita itu justru agama mereka juga dalam pengertian yang lebih tinggi, lebih sempurna bentuk-bentuknya dan lebih bersih lembaran-lembarannya dari segala macam bid’ah, kebatilan dan persekutuan.
Perkataan makanan ahli kitab adalah suatu ungkapan yang bersifat umum, meliputi seluruh macam makanan: sembelihannya, biji-bijiannya dan sebagainya. Semua ini halal buat kita, selama barang-barang tersebut tidak termasuk kategori haram, karena zatnya seperti darah, bangkai dan daging babi. Semua ini tidak boleh kita makan dengan ijmak ulama, baik barang-barang tersebut makanan ahli kitab ataupun milik orang Muslim.