alhikmah.ac.id – Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala. Kita ucapkan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam, juga untuk segenap keluarga dan sahabatnya, serta siapa saja yang menyerukan dakwahnya hingga hari kiamat.
Kita memulai dengan cara yang paling baik. Ikhwan yang mulia, saya sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari Allah, yang baik dan diberkahi: assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
Ketika para pendahulu Anda membawa dakwah kebenaran ke Timur dan ke Barat, sampai akhirnya dengan perjuangan mereka, Islam berjaya dan panji-panjinya dikibarkan, hal itu bukanlah lantaran banyaknya jumlah, kuatnya tekad, banyaknya harta, besarnya postur tubuh mereka, atau karena mereka memiliki keistimewaan dalam ilmu pengetahuan tertentu yang tidak dimiliki orang lain. Rahasia kemenangan itu adalah karena mereka mempunyai keimanan mendalam yang merasuk hingga relung hati, mereka saling mencintai karena Allah, saling mengasihi berdasarkan ketaatan kepada-Nya, serta bersatu padu di atas dakwah. Jadilah mereka ibarat benteng dari besi.
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam wafat, sedangkan jumlah sahabat beliau tidak lebih dari tujuh puluh ribu orang. Ilmu pengetahuan dan kreativitas mereka tidak lebih baik daripada musuh. Mereka berperang sementara pedang mereka dibungkus sobekan kain, karena tidak memiliki sarung yang terbuat dari besi atau kulit. Satu-satunya modal yang mereka punyai adalah bahwa mereka beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam.
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan)yang menyeru kepada iman, (yaitu), ‘Berimanlah kalian kepada Tuhan kalian!’, maka kami pun beriman.” (QS. Ali Imran: 193)
Mereka meyakini bahwa itu adalah kebaikan, sedangkan selainnya adalah keburukan. Ia adalah cahaya sedangkan selainnya adalah kegelapan. “Ini adalah kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang.” (QS. Ibrahim: 1)
Ikhwan sekalian, saya percaya bahwa di mana ada orang-orang muslim, di situ ada kebaikan, sekalipun zaman dan manusia telah rusak; meskipun kebatilan dan pendukung-pendukungnya merajalela. Karena itu, hendaklah Anda semua berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama dan sunah nabi —semoga shalawat dan salam Allah dilimpahkan kepada beliau—. Pantulkanlah cahaya ini kepada diri Anda, sehingga tidak ada yang keluar dari diri Anda selain kebaikan dan Anda tidak mengumpulkan di sekeliling Anda selain hati yang penuh dengan cinta, kasih sayang, kelemahlembutan, kebaikan, dan kemuliaan. Ajaklah manusia kepada ketinggian dan kesempurnaan, tidak dengan ucapan saja, tetapi dengan perbuatan yang diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya, perbuatan yang sesuai dengan agama Anda yang lurus dan sejarah Anda yang agung.
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)
Ikhwan sekalian, hendaklah kebaikan menjadi bekal bagi Anda semua, sekaligus hendaklah Anda menjadi pembela dan simbolnya. Islam akan melapangkan jalan bagi manusia yang demikian ini dan menutup bagi setan jalan kejahatan, makar, kebencian, dan kedengkian. Jika kaum muslimin berpegang teguh kepada agama mereka, niscaya mereka bisa bersatu padu dalam satu barisan ibarat bangunan yang kokoh dan niscaya mereka bisa berjalan menuju tujuan mereka yang mulia dengan langkah-langkah yang mantap dan cepat. Alangkah indahnya andaikata kaum muslimin menjadi sebagaimana yang diperintahkan Tuhan kepada mereka. “Keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. Al-Fath: 29)
Ikhwan semua, hendaklah Anda semua menjadi orang-orang yang mengasihi setiap muslim. Ajarkan kepada setiap muslim bagaimana mencintai, bertoleransi, mengabaikan perkara-perkara kecil, serta bagaimana menghindari prasangka buruk, perkataan yang melukai, dan kedustaan yang tercela. Ikhwan semua, tutuplah celah-celah ini agar tidak dilalui oleh setan, jadikanlah kaum muslimin ibarat besi, yang padat, kuat, dan padu.
Dekadensi moral dan kekacauan sosial yang muncul lantaran keberadaan imperialis di negeri kita serta lantaran tindakannya yang merusak moral, menghidupkan nafsu syahwat, dan memikat orang-orang yang berpikiran tidak “waras” agar memperhatikan urusan-urusan kecil supaya terpalingkan dari kebaikan dan kehidupan yang terhormat lagi mulia, telah merasuki masyarakat kita dalam gambaran sedemikian rupa yang tidak mungkin bisa dihadapi, kecuali dengan gerakan untuk berpegang teguh kepada agama, keteladanan yang baik, serta penyebaran cinta dan persaudaraan di kalangan kaum muslimin. Jika Anda melihat orang yang mencela Anda, maka berdoalah agar ia mendapat hidayah dan kebaikan. Pujilah Allah bahwa Dia telah memberikan nikmat kehormatan, kebersihan, dan cinta kebaikan untuk manusia, kepada Anda.
Ikhwan sekalian, dakwah tidak akan tegak kecuali dengan dua hal.
Pertama, iman yang mendalam kepada Allah subhanahu wa ta’ala, menggantungkan diri kepada-Nya dalam segala hal, dan berpegang teguh kepada aqidah yang suci dengan segala manifestasinya berupa akhlak mulia, keteguhan dalam kebenaran, kesabaran menghadapi penderitaan, dan ketegaran dalam memikul kesulitan.
“Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al-Furqan: 63)
“Dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqan: 72)
Kedua, kecintaan karena Allah yang kuat, yang menjadikan Anda semua satu hati, sehingga Anda berjalan ke arah tujuan dalam keadaan mendapatkan pertolongan. Jagalah lidah, bersihkan hati, bersabarlah terhadap gangguan, jangan takut kepada topan kedustaan dan banjir kebohongan. Jadilah Anda semua sebagaimana firman Allah, “Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah Yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (QS. Yusuf: 18)
Ikhwan semua, ketahuilah bahwa kondisi negara saat ini merupakan batu ujian bagi keteguhannya, cobaan bagi kesatuannya, dan ancaman bagi nasibnya. Itu semua menjadikan setiap warga Mesir berkewajiban untuk melupakan dirinya sendiri dan berkonsentrasi untuk satu agenda, yaitu memperbaiki diri, memberi petunjuk kepada orang lain, dan bersiap siaga untuk menghadapi suatu hari kemenangan yang mungkin sudah dekat. Jangan sampai ia terjerumus dalam arus rendah, yaitu arus perselisihan yang menyesatkan dan hina.
Amma ba’du. Ikhwan semua, dalam menjelaskan makna-makna ayat, kita telah sampai pada firman Allah. “Dan jika kalian (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolong kalian selain Allah, jika kalian orang-orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah: 23)
Saya telah menjelaskan bahwa dalam ayat ini terkandung makna tantangan dan bahwa tantangan itu ada beberapa tahapan. Pertama, orang-orang yang sombong itu ditantang untuk mendatangkan kitab seperti Al-Qur’an, mereka tidak mampu. Kemudian mereka ditantang untuk mendatangkan sepuluh surat sebagaimana surat yang ada dalam Al-Qur’an, mereka tidak mampu. Akhirnya mereka ditantang untuk mendatangkan satu surat yang setara dengan satu surat Al-Qur’an, mereka pun menyerah. Mereka selanjutnya lebih memilih perang dan mati daripada melayani tantangan ini.
Siapakah mereka itu? Mereka adalah orang-orang yang fasih, ahli balaghah, pakar retorika, dan jago berbicara. Al-Qur’an dan Allah menantang mereka melalui lisan Rasul-Nya shalallahu ‘alayhi wa sallam untuk melakukan apa yang merupakan sifat paling membanggakan bagi mereka dan “menyerang mereka di benteng mereka yang paling kokoh”, sehingga mereka tersungkur menyerah dan benteng-benteng pertahanan mereka pun runtuh.
Wahai Akhi, saya telah menjelaskan bukti kemukjizatan Al-Qur’an melalui dua jalan, yaitu melalui bukti sejarah dan melalui bukti ilmiah. Saya juga telah mengemukakan contoh-contoh mengenai itu. Sekarang kita akan mengalihkan pembicaraan tentang prinsip penetapan balasan.
Balasan senantiasa menjadi stimulan yang mendorong untuk melakukan perbuatan baik. Anda bisa melihat para orang tua, penguasa, dan pendidik memberikan iming-iming hadiah ketika mereka menganjurkan agar berbuat baik dan menjauhi kejahatan, kerendahan, dan kemaksiatan.
Balasan itu ada dua macam. Yang pertama adalah balasan untuk orang-orang yang beriman, shalih, dan membenarkan ajaran Rasul, yaitu surga yang seluas langit dan bumi, yang di dalamnya terdapat berbagai kenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terdetik dalam hati manusia. Wahai Akhi, kita harus percaya bahwa balasan baik yang diberikan kepada orang-orang beriman di surga adalah meliputi kenikmatan ruhani dan kenikmatan materi. “Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah: 17)
Adapun balasan bagi orang-orang kafir adalah siksa di neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batu. Penjelasan mengenai siksa ini bisa diperoleh dengan gamblang dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan adzab.” (QS. An-Nisa’: 56)
Jadi, Allah subhanahu wa ta’ala memperlakukan orang yang berbuat baik dengan kebaikannya dan orang yang berbuat jahat dengan kejahatannya.
Tambahan pahala bagi orang yang berbuat baik akan mendorongnya untuk meningkatkan perbuatan baiknya. Sedangkan pembalasan pelaku kejahatan dengan kejahatan yang setara akan mendorongnya untuk menghentikan perbuatan jahat dan menyadari kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala. Penulisan satu nilai kebaikan bagi siapa yang berniat melakukan kejahatan tetapi tidak jadi melakukannya serta tidak dituliskannya satu kejahatan kecuali setelah ia benar-benar dilaksanakan, juga menegaskan makna ini.
Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya.