alhikmah.ac.id – Sakhra adalah salah salah satu tanah pasir yang lebih tinggi di wilayah Al-Quds berada tepat di tengah-tengah halaman Masjid Al-Aqsha. Tingginya kira-kira 18 meter dan lebih 13 meter. Arahnya agak ke sebelah timur. Sementara bagian depannya yang lebih tinggi menghadap ke sebelah barat. beberapa bagiannya berada lebih tinggi dari tanah sekitar satu meter. Dan bentuknya tidak beraturan. Adapun luas kelilingnya kurang lebih 10 meter. Di bagian bawahnya ada seperti gua yang lebarnya kurang lebih satu setengah meter. Qubbah Sakhra ini tampak seperti tergantung antara langit dan bumi di dikelilingi pagar dari kayu berukir.
Bangunan Qubbah Sakhra
Sejumlah sumber sejarah mengatakan, bangunan Qubbah Sakhra ini dibangun pada zaman kekhalifahan Bani Umayah yaitu Abdul Malik bin Marwan. Ia yang memerintahkan pembangunanya pada tahun 66 Hijrah, untuk melindungi kaum muslimin dari panas dan dinginnya udara dan untuk memakmurkan Masjid Jami Al-Aqsha. Pembangunan Qubbah Sakhra selesai pada tahun 70 H. ada juga yang mengatakan selesai pada tahun 73 H. Untuk pembangunanya, Abdul Malik menyerahkan pada Raja bin Hayyah dan Yazid bin Salam.
Kedudukan Sakhra dalam Islam
Allah Ta’ala berfirman, “orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah: “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurusQS. AL-Baqoroh 142)
Firman lainya, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit. Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (QS. Al-Baqoroh 144).
Dan dari hadits yang diriwayatkan oleh Bara bin Azib radiyallahu anhu ia berkata, kami shalat bersama Rasulallah SAW menghadap Baitul Maqdis selama 16 bulan atau 17 bulan kemudian kemi berpindah menghadap Ka’bah.
Maksud dari keterangan di atas adalah, bahwa Baitul Maqdis dulunya kiblat pertama ummat Islam. Tetapi apakah yang dimaksud dengan kiblat Baitul Maqdis ketika itu adalah batu Baitul Maqdis itu?
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya katakan, ada sejumlah atsar dari sejumlah Tabiian yang menyatakan, secara jelas, bahwa yang dimaksud dengan Kiblat adalah sakhra (batu) Baitul Maqdis.
Seperti yang diriwayatkan, Imam Thabari dengan sanad dari Ikrimah dan Hasan al-Bashri keduanya mengatakan, yang pertama dihapus dalam al-Qur’an adalah kiblat. Hal itu, bahwa Nabi Muhammad SAW dulu menghadap Sakhra Baitul Maqdis yang merupkana kiblatnya orang-orang Yahudi. Nabi menghadap Sakhra tersebut selama 17 bulan. (tafsir Al-Thabari juz 3 hal 138)
Demikian juga dengan Imam ibnu Katsir menandaskan bahwa kiblat yang dimaksud dalam QS Al-Baqarah ayat 144 adalah Sakhra Al-Quds. (Tasir Ibnu Katsir juz 1 hal 190 dan Juz 3 hal 18.
Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya mengatakan, kesimpulanya bahwa Rasulalah SAW memerintahkan untuk menghadap Sakhra Baitul Maqdis. Maka ketika Rasullah berada di Makkah beliau shalat diantara dua rukun Ka’bah. Yaitu, beliau menghadap ke Baitul Maqdis sementara di depanya terdapat Ka’bah. Tatkala Rasulallah hijrah ke Madinah maka sulit bagi beliau shalat menghadap Baitul Maqdis dan Ka’bah secara bersamaan. Maka turunlan perintah dari Allah yang memerintahkan shalat menghadap Baitul Maqdis. Demikian yang diceritakan Ibnu Abbas dan para ahli Tafsir lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir 3/18).