alhikmah.ac.id – Al-Qurthuby berkata dalam bab apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang hafidz Al-Qur’an, bahwa yang pertama-tama dia harus memurnikan keikhlasan hanya karena Allah, kedua sadar akan pentingnya membaca Al-Qur’an baik siang maupun malam hari, ketika shalat atau pun diluar shalat, agar dia tidak lupa.
Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘’Sesungguhnya perumpamaan seorang penghafal Al-Qur’an laksana pemilik onta. Jika dia menjaganya, maka onta itu akan tenang, dan jika dia melepasnya, maka ia akan pergi. Jika selalu membacanya pada malam dan siang hari, tentu dia akan mengingatnya, jika tidak tentu akan lupa.’’
Seorang penghapal Al-Qur’an harus senantiasa memuji Allah, mensyukuri nikmat-Nya, mengingat-Nya, bertawakal kepada-Nya, mengingat mati dan mempersiapkan diri untuk mati. Dia harus takut terhadap dosa-dosanya, mengharap ampunan Allah, lebih banyak takut pada waktu sehatnya, karena dia tidak tahu bagai mana akhir hidupnya, dan berbaik sangka kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda,
‘’Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian mati melaikan melainkan berbaik sangka terhadap Allah.’’(HR.Muslim)
Artinya, bahwa Allah senantiasa mengampuni dosanya merahmatinya.
Seseorang penghapal Al-Qur’an harus tahu orang-orang sezamannya, mewaspadai kekuasaan nafsunya, berusaha mengingatkan keikhlasan jiwa dan keselamatannya, berusaha untuk menghidupi diri sendiri menurut kemampuannya. Dia harus lebih mementingnya wara’ dalam agamanya, menonjolkan takwa kepada Allah dan merasakan pengawasn-Nya tentang apa yang diperintahkan dan dilarang-Nya.’
Ibnu Mas’ud berkata, ‘’Penghapal Al-Qur’an harus menyadari waktu malamnya ketika semua manusia tidur pulas dan juga menyadari waktu siangnya ketika manusia terjaga, menangis tatkala kebanyakan manusia tertawa, diam ketika manusia berbicara, rendah hati ketika kebanyakn manusia berbangga diri, banyak intospeksi diri ketika kebanyakan manusia bersuka ria.’’
Abdullah bin Amr berkata, ‘’Tidak semestinya penghapal Al-Qur’an mengobrol pada hal-hal yang tidak bermanfaat, bersikap bodoh seperti orang-orang bodoh. Ia harus memanfaatkan waktunya dan berlapang dada, karena di dalam dirinya ada kalam Allah.’’
Dia harus menghindari diri dari jalan jalan syubhat, sedikit tertawa dan bicara dalam majlis Al-Qur’an atau lainnya dalam hal-hal yang tidak ada faidahnya, lebih banyak menjaga kehormatan dirinya dan bersikap lemah lembut.
Dia harus bersikap tawadhu’ kepada orang-orangt miskin, menghindari sifat takabur dan ujub, menghindari keduniaan dan para pemujanya jika dikhawatirkan akan mendatangkan fitnah terhadapnya, meniggalkan perdebatan dan kesombongan, bersikap lemah lembut dan memperhatikan adab.
Dia harus bergaul dengan orang yang aman dari kejahatannya, bisa diharapkan kebaikannya dan selamat dari mudharatnya, tidak mendengar perkataan orang yang suka mengadu domba, berteman dengan orang yang mendorongnya kepada kebaikan, yang menunjukan kebenaran dan akhlak yang mulia.
Dia harus mempelajari hukum-hukum Al-Qur’an, memahai apa yang dimaksudkan Allah dan apa yang diwajibkan atas dirinya, mengambil mamfaat dari apa yang dibacanya dan mengamalkannya. Bagaimana mungkin dia mengamalkan dari sesutu yang tidak dipahami maknanya? Alangkah buruknya jika dia ditanya tentang apa yang dibaca, lalu dia menjawab, aku tidak mengerti. Jika begitu keadaannya, maka dia tak ubahnya keledai yang membawa tumpukan kitab-kitab.
Dia harus mengetahui mana ayat-ayat Makkiyah dan mana yang Madaniyah, agar dia bisa membedakan apa yang diserukan Allah kepada hamba-hamba-Nya pada masa permulaan Islam serta apa yang diperintahkan kepada mereka pada akhir Islam. Sebab ayat-ayat yang diturunkan di Madinah bisa jadi menasakh atau menghapus yang diturunkan terlebih dahulu di Makkah, sementara ayat makkiyah tidak mungkin menghapus Madaniyah. Sebab yang dihapus harus lebih dahulu diturunkan sebelum yang menghapus diturunkan.
Al-Qurthuby berkata, ‘’Jika penghapal Al-Qur’an mampu menjaga adab-adab ini, tentu ia mendapatkan predikat “seorang yang mahir Al-Qur’an”, ahlul Qur’an, lebih dekat dari orang yang didekatkan Allah. Seorang hafidz alqu’an harus terlebih dahulu memurnikan niat karena Allah semata, mengingat-Nya ketika mendalaminya.