alhikmah.ac.id – Sebentar lagi kita akan bertemu kembali dengan hari Raya Iedul Adha, hari raya terbesar dalam Islam. Kalau hari raya Iedul Fitri hanya 1 hari yang Allah haramkan untuk kita puasa, yakni tanggal 1 syawal, maka di hari raya Idhul Adha, Allah mengharamkan kita shaum selama 4 hari, yakni pada tanggal 10 dzulhijjah, ditambah tiga hari di hari tasyriq, yakni tanggal 11,12, dan 13 dzulhijjah. Ini menunjukkan bahwa Iedul Adha lebih besar dari Iedul fitri. Meski, realitasnya kaum muslimin di Indonesia khususnya, lebih serius mempersiapkan hari raya Iedul fitri daripada hari raya Iedul Adha. Semestinya kita harus lebih serius dalam mempersiapkan hari raya Iedul Adha, utamanya dalam mempersiapkan diri untuk bisa menyembelih hewan kurban di hari-hari di mana kita dilarang shaum, di hari raya dan hari tasyrik, yakni tanggal 10,11,12 dan 13 dzulhijjah. Tidak ada amalan yang paling baik dan paling utama untuk dilakukan seorang hamba di hari raya Iedul Adha, kecuali amalan menyembelih hewan kurban. Ini sesuai hadist Rasulullah saw riwayat Tirmidzi. Maka niatkan dan persiapkan diri kita untuk bisa menyembelih kurban setiap kali datang hari raya Iedul Adha, meski secara ekonomi kita tidak berlimpah. Allah Maha tahu, Allah maha pemurah. Allah akan melihat kesungguhan ikhtiar hamba-hamba-Nya.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa amal yang paling disukai Allah adalah amal yang dilakukan secara kontinyu meski kecil, demikian juga dalam hal berkurban. Bagi kita yang mungkin secara ekonomi minim, tabungan kurban yang kita kumpulkan rupiah demi rupiah setiap saat, semoga menjadi saksi kesungguhan dan kontinyunya amal kita. Semoga menjadi bagian amal yang dicintai Allah swt.
Jika harga seekor kambing misalnya 2 juta rupiah, sementara dalam satu tahun tersedia waktu 360 hari, maka rata-rata yang harus kita tabung dalam satu hari untuk bisa berkurban setiap tahun, adalah sebesar Rp 5555,5555 atau kita bulatkan menjadi Rp 6000 (enam ribu rupiah). Insya Allah tidak berat ya. Misal kita biasa memasak dengan digoreng, kita bisa berhemat mengurangi minyak, dengan memperbanyak memasak dengan cara dipepes atau direbus/dikukus. Atau mengurangi anggaran untuk membeli gula. Insya Allah jadi lebih sehat dan cita-cita kurban tiap tahun bisa terlaksana dengan baik. Kuncinya adalah kedisiplinan dalam menyisihkan sebagian harta kita.
Bagi sebagian saudara kita yang sudah berlimpah harta, mungkin tidak menyisihkan tabungan khusus kurban pun, sudah sangat mudah untuk mengambil sebagian hartanya untuk kurban, manakala hati penuh dengan ketaatan. Di sisi lain sebagian mereka, boleh jadi begitu berat menyisihkan sebagian hartanya untuk menyembelih hewan kurban. Padahal Allah hanya menuntut kita memotong sebagian harta kita. Dengan kata lain, Allah tidak menuntut kita untuk memotong dan mengorbankan anak kita, sebagaimana yang diperintahkan kepada Nabi Ibrahim as, Bapak para Nabi.
Allah ingin melihat sejauh mana ketaatan kita. Allah ingin melihat sejauh mana jiwa pengorbanan kita. Allah ingin melihat sejauh mana cinta kita kepada-Nya, apakah terkalahkan oleh cinta kita kepada harta. Allah ingin melihat adakah syukur kita pada-Nya, atas semua karunia-Nya kepada kita. Ya… Allah ingin melihat bukti iman, cinta dan ketaatan kita. Dan Allah tidak membutuhkan darah dan daging hewan kurban kita. Allah maha Kaya. Renungkan kembali firman Allah swt di dalam surat Al Hajj ayat 37 yang artinya : “ Daging kurban dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada–NYA adalah ketakwaan kamu. Demikianlah, Dia menundukkannya untuk kamu, agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. “
Kurban juga menjadi simbol ketaatan kita untuk menyembelih/mematikan/menyingkirkan seluruh sifat kebinatangan yang ada pada diri kita. Sifat serakah, sifat semena-mena tak peduli dengan milik orang lain, sifat dungu, tak peduli dan tak mau mendengar nasehat, ingin menang sendiri, dan sifat lain yang bisa menjerumuskan manusia ke dalam neraka jahanam. “Dan sungguh, akan Kami isi neraka jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah, dan mereka memiliki mata, tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah , dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang -orang yang lengah.” (QS Al-A’raf: 179.)
Orang-orang yang tidak mau taat kepada perintah Allah dan lebih memilih mengikuti hawa nafsunya, kedudukannya bahkan bisa lebih rendah dari binatang ternak. Lebih hina dari kebodohan dan kedunguan serta keserakahan binatang ternak. Derajatnya di sisi Allah turun drastis, meskipun di hadapan manusia boleh jadi derajatnya meningkat, mungkin karena pangkat dan jabatannya atau mungkin karena hartanya.
Ketaatan Nabi Ibrahim dan keluarganya, menjadi model yang harus tertanam di dalam diri. Ketaatan yang dilandasi keyakinan dan pemahaman. Yakin bahwa semua perintah Allah kebaikannya kembali pada diri kita sendiri. Pemahaman bahwa cinta kita pada-Nya, menuntut adanya ketaatan dan pengorbanan. Pengorbanan menjadi sesuatu yang niscaya dalam kehidupan kita. Hanya orang – orang yang memiliki semangat berkurban yang tulus semata karena Allah yang akan menjemput kesuksesan dunia akhirat. Inilah sunatullah yang terjadi sejak pertama kali Allah mengutus manusia ke muka bumi. Tadhiyyah, pengorbanan terbaik yang kita lakukan, akan mengantarkan kita ke syurga.
Masih ada waktu bagi kita untuk memperbaharui niat dan semangat kita, untuk bisa berkurban menyembelih binatang kurban di hari raya Iedul Adha tahun ini. Bersegera, tidak menunda kebaikan manakala Allah sudah menyelipkan niat baik di dalam hati kita. Segera kuatkan tekad, realisasikan dengan perencanaan dan manajemen sumberdaya dengan baik. Jangan biarkan setan memalingkan niat baik yang sudah tertanam.
“Sesungguhnya Kami telah memberi kebaikan yang banyak kepadamu, maka sholat dan berkurbanlah. Dan orang-orang yang membencimu itulah yang terputus”. (QS Al-Kautsar: 1-3).
Wallahu a’lam bishawwab.