Loyalitas Dalam Islam (Al-Wala’) (bag. 3)

Share to :

Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah

alhikmah.ac.id – Konsep al-wala’ -loyalitas- dalam akidah Islam harus dipahami oleh setiap muslim apabila ingin benar-benar menegakkan nilai-nilai Islam dalam ruang kehidupannya. Muslim yang tidak mengenal dan memahami akidah ini akan terombang-ambing dalam gelombang al-wala’ yang tidak jelas, bahkan ia akan menjadikan musuh-musuh Islam sebagai kekasih-kekasihnya.

Kalimat syahadat terdiri nafi (la) manfi (ilaha), itsbat (illa) dan mutsbit (Allah)

1. Laa Ilaha Illa Allah.

a. Laa (tidak ada – penolakan)

Kata penolakan yang mengandung pengertian menolak semua unsur yang ada di belakang kata tersebut.

b. Ilaha (sembahan – yang ditolak)

Sembahan yaitu kata yang ditolak oleh laa tadi, yaitu segala bentuk sembahan yang bathil (lihat A3). Dua kata ini mengandung pengertian bara’ (berlepas diri).

c. Illa (kecuali – peneguhan)

Kata pengecualian yang berarti meneguhkan dan menguatkan kata di belakangnya sebagai satu-satunya yang tidak ditolak.

d. Allah (yang diteguhkan atau yang dikecualikan)

Kata yang dikecualikan oleh illa. Lafzul Jalalah (Allah) sebagai yang dikecualikan.

Dalil:

  • Q.16: 36, inti dakwah para Nabi adalah mengingkari sembahan selain Allah dan hanya menerima Allah saja sebagai satu-satunya sembahan.
  • Q.4: 48, 4: 116, bahaya menyimpang dari Tauhid. Syirik merupakan dosa yang tidak diampuni.
  • Q.47: 19, dosa-dosa manusia diakibatkan kelalaian memahami makna tauhid.
  • Q.7: 59,65,73, beberapa contoh dakwah para nabi yang memerintahkan pengabdian kepada Allah dan menolak ilah-ilah yang lain.
  • Hadits. Ikatan yang paling kuat dari pada iman adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.
  • Hadits. Bara’ng-siapa yang mencintai karena Allah,membenci karena Allah, memberi karena Allah dan melarang karena Allah, maka ia telah mencapai kesempurnaan Iman.

2. Bara’ (pembebasan).

Merupakan hasil kalimat Laa ilaha illa yang artinya membebaskan diri daripada segala bentuk sembahan. Pembebasan ini berarti: mengingkari, memisahkan diri, membenci, memusuhi dan memerangi. Keempat perkara ini ditunjukkan pada segala ilah selain Allah samada berupa sistem, konsep maupun pelaksana.

Dalil:

  • Q.60: 4, contoh sikap bara’ yang diperlihatkan Nabi Ibrahim AS dan pengikutnya terhadap kaumnya. Mengandung unsur mengingkari, memisahkan diri, membenci dan memusuhi.
  • Q.9: 1, sikap bara’ berarti melepaskan diri seperti yang dilakukan oleh Rasul terhadap orang-orang kafir dan musyrik.
  • Q.47: 7, sikap bara’ adalah membenci kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan.
  • Q.58: 22, sikap bara’ dapat diartikan juga memerangi dan memusuhi meskipun terhadap familinya. Contohnya Abu Ubaidah membunuh ayahnya, Umar bin Khattab membunuh bapa saudaranya, sedangkan Abu Bakar hampir membunuh putranya yang masih musyrik. Semua ini berlangsung di medan perang.
  • Q.26: 77, Nabi Ibrahim menyatakan permusuhan terhadap berhala-berhala sembahan kaumnya.

3. Hadam (penghancuran).

Sikap bara’ dengan segala akibatnya melahirkan upaya menghancurkan segala bentuk pengabdian terhadap tandingan-tandingan maupun sekutu-sekutu selain Allah, apakah terhadap diri, keluarga maupun masyarakat.

Dalil:

Q.21: 57-58, Nabi Ibrahim berupaya menghancurkan berhala-berhala yang membodohi masyarakatnya pada masa itu. Cara ini sesuai pada masa itu tetapi pada masa Rasulullah, Rasul Saw menghancurkan akidah berhala dan fikrah yang menyimpang terlebih dahulu. Setelah fathu Mekkah, kemudian 360 berhala di sekitar Ka’bah dihancurkan oleh Rasul.

4. Al Wala’ (loyalitas).

Kalimat Illa Allah berarti pengukuhan terhadap wilayatulLlah (kepemimpinan Allah). Artinya: selalu mentaati, selalu mendekatkan diri, mencintai sepenuh hati, dan membela, mendukung dan menolong. Semua ini ditujukan kepada Allah dan segala yang diizinkan Allah seperti Rasul dan orang yang beriman.

Dalil:

  • Q.5: 7, 2: 285, Iman terhadap kalimat suci ini berarti bersedia mendengar dan taat.
  • Q.10: 61,62, jaminan Allah terhadap yang menjadi wali (kekasih) Allah karena selalu dekat kepada Nya.
  • Q.2: 165, wala’ kepada Allah menjadikan Allah sangat dicintai, lihat 9: 24.
  • Q.61: 14, sebagai bukti dari wala’ adalah selalu siap mendukung atau menolong dien Allah.

5. Al Bina (membangun).

Sikap wala’ beserta segala akibatnya merupakan sikap mukmin membangun hubungan yang kuat dengan Allah, Rasul dan orang-orang mukmin. Juga berarti membangun sistem dan aktivitas Islam yang menyeluruh pada diri, keluarga, maupun masyarakat.

Dalil:

  • Q.22: 41, ciri mukmin adalah senantiasa menegakkan agama Allah.
  • Q.24: 55, posisi kekhilafahan Allah peruntukkan bagi manusia yang membangun dienullah.
  • Q.22: 78, jihad di jalan Allah dengan sebenarnya jihad adalah upaya yang tepat membangun dienullah.

6. Ikhlas.

Keikhlasan yaitu pengabdian yang murni hanya dapat dicapai dengan sikap bara’ terhadap selain Allah dan memberikan wala’ sepenuhnya kepada Allah.

Dalil:

  • Q.98: 5, mukmin diperintah berlaku ikhlas dalam melakukan ibadah.
  • Q.39: 11,14, sikap ikhlas adalah inti ajaran Islam dan pengertian dari Laa ilaha illa Allah.

7. Muhammad Rasulullah.

Konsep Wala’ dan Bara’ ditentukan dalam bentuk:

Allah sebagai sumber. Allah sebagai sumber wala’, dimana loyalitas mutlak hanya milik Allah dan loyalitas lainnya mesti dengan izin Allah.

Rasul sebagai cara (kayfiyat). Pelaksanaan Wala’ terhadap Allah dan Bara’ kepada selain Allah mengikuti cara Rasul.

Mukmin sebagai pelaksana. Pelaksana Wala’ dan Bara’ adalah orang mukmin yang telah diperintahkan Allah dan dicontohkan Rasulullah.

Dalam pelasaksanaan Bara’, Rasulullah memisahkan manusia atas muslim dan kafir. Hizbullah dengan Hizbus Syaithan. Orang-orang mukmin adalah mereka yang mengimani Laa ilaha illa Allah dan Muhammad Rasulullah sedangkan orang kafir adalah mereka yang mengingkari salah satu dari dua kalimah syahadat atau kedua-duanya.

Orang-orang beriman wajib mengajak orang kafir kepada jalan Islam dengan dakwah secara hikmah dan pengajaran yang baik. Apabila mereka menolak, kemudian menghalangi jalan dakwah maka mereka boleh diperangi sampai mereka mengakui ketinggian kalimah Allah.

Hubungan kekeluargaan seperti ayah, ibu, anak tetap diakui selama bukan dalam kemusyrikan atau maksiat terhadap Allah.

Dengan demikian pelaksanaan Wala’ dan Bara’ telah ditentukan caranya. Kita hanya mengikut apa yang telah dicontohkan Rasulullah Saw.

Dalil:

  • Q.5: 55-56, Allah, Rasul dan orang-orang mukmin adalah wali orang yang beriman.
  • Q.4: 59, ketaatan diberikan hanya kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri dari kalangan mukmin.
  • Q.5: 56, orang-orang yang memberikan wala’ kepada Allah, Rasul dan orang-orang mukmin adalah Hizbullah (golongan Allah), lihat pula 58: 22. Selain golongan ini adalah Hizbus Syaithan.
  • Q.60: 7-9, kebolehan bergaul dengan orang kafir dengan batas-batas tertentu. Asbabun Nuzul ayat ini berkaitan dengan Asma binti Abu Bakar yang tidak mengizinkan ibunya masuk rumahnya sebelum mendapat izin dari Rasulullah, lihat pula 31: 15

Penutup

Oleh karena itu, konsep al-wala’ dalam akidah Islam harus dipahami oleh setiap Muslim apabila ingin benar-benar menegakkan nilai-nilai Islam dalam ruang kehidupannya. Muslim yang tidak mengenal dan memahami akidah ini akan terombang-ambing dalam gelombang samudera al-wala’ yang tidak jelas, dan ia akan menjadikan musuh-musuh Islam sebagai kekasih-kekasihnya. Akhirnya, ia cenderung mendukung apa saja yang dilakukan musuh-musuh Islam dan membenci bahkan menyalahkan kaum Muslimin, seperti kasus Ambon, Poso, Palestina, dan yang lainnya. Maka, dengan memahami konsep al-wala’ semakin jelaslah posisi yang hak dan batil: mana yang menjadi musuh dan mana yang menjadi sahabat; mana yang menjadi lawan dan mana yang menjadi kawan. Wallahu a’lam bish-shawwab. (dkwt)

download

Picture of admin

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sign up for our Newsletter