Menjadi Pelopor Kebajikan

Share to :

Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah

alhikmah.ac.id – Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang menunjukkan jalan kebajikan maka ia memperoleh pahala (seperti pahala) orang yang melaksanakannya.” (Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban)

Menunjukkan jalan kebajikan adalah salah satu tugas dakwah. Tentu saja tujuannya untuk mengajak orang-orang melakoni kebajikan itu. Tetapi ingat, mengajak tidak cukup dengan bunga-bunga kata. Seseorang yang mengkampanyekan kebajikan haruslah menjadi pelopor kebajikan itu sendiri. Karena, tidak semua objek dakwah berprinsip “dengar perkataannya, bukan lihat siapa yang mengatakan”. Masih banyak yang menilai sesuatu itu benar atau salah, menerima atau menolak dakwah dengan merujuk pada apa yang ia lihat pada si juru dakwah. Jika rasa simpati dan cinta manusia terhadap diri dai merupakan salah satu kunci keberhasilan dakwah, maka mewujudkannya dalam diri dai adalah bagian dari dakwah itu sendiri.

Rasulullah saw. sosok yang simpatik dan mempesona. Karena itu, orang-orang yang didakwahinya tidak punya alasan untuk mencela. Mereka yang menolak dakwah sekalipun mengakui bahwa Rasulullah saw. orang yang layak dicintai karena amanah, kejujuran, dan pekertinya yang baik. Paling-paling dalih mereka untuk menolak beliau –karena mereka tidak punya alasan lain– adalah dengan menuduh apa yang dibawa oleh Rasulullah adalah sihir. Suatu tuduhan yang tidak dapat dibuktikan.

Yang Utama: Cinta Allah.

Hal utama yang harus dikejar adalah kecintaan Allah. Mengapa? Pertama, dakwah adalah tugas suci dari Allah. Restu Allah sangat menentukan berhasil dan gagalnya proyek itu. Mengejar cinta manusia dengan membuat murka Allah, pasti akan menggagalkan dan menghancurkan dakwah itu sendiri.

Kedua, bila Allah telah mencintai seseorang, maka orang tersebut akan mendapatkan tempat dan memperoleh penerimaan yang luas di kalangan manusia. Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya Allah jika mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril seraya mengatakan, ‘Sesungguhnya Aku mencintai si fulan maka cintailah dia.’ Maka Jibril mencintainya. Kemudian ia (Jibril) menyerukan di langit dengan mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah mencintai si fulan maka cintailah dia oleh kalian.’ Maka penduduk langit mencintainya. Kemudian jadilah orang itu mendapatkan penerimaan di bumi. ” (Shahih Al-Bukhari dan Muslim)

Tidak ada cara lain untuk meraih cinta Allah selain dengan cara taat kepada-Nya dalam keadaan apa pun. Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran: 31). Selebihnya, juru kampanye kebenaran, keadilan, dan kebajikan wajib melakukan kiat-kiat islami untuk menumbuhkan keberpihakan masyarakat kepada kebenaran. Beberapa di antaranya adalah:

a. Berlapang Dada.

Berlapang dada dalam merespon kesalahan-kesalahan terutama yang “merugikan” diri penyeru merupakan pintu gerbang penting bagi hadirnya kecintaan. Allah swt. berfirman: “Mereka harus memaafkan dan berlapang dada. Tidakkah kamu ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nur: 22)

Sikap memaafkan ini tentu saja akan membuat hati menjadi lembut. “Islam menjadikan sikap pemaaf dan berlapang dada sebagai salah satu jalan tarbiyah. Sikap itu dapat membersihkan hati dari dengki dan kecenderungan-kecenderungan buruk lainnya. Dengan demikian meningkatlah keyakinan seorang muslim dan semakin sempurnalah keimanannya,” kata Musthafa Abdul-Wahid dalam Syakhshiyyatul Muslim Kama Yushawwiruhal Quran.

b. Mencintai karena Allah.

Untuk meraih cinta yang tulus adalah dengan mewujudkan cinta yang tulus. Cinta palsu hanya akan melahirkan cinta gombal. Oleh karena itu, landasan interaksi seorang dai dengan mad’unya hanyalah landasan cinta karena Allah swt. Anas bin Malik mengatakan, “Aku sedang duduk-duduk di sisi Rasulullah saw. tiba-tiba seorang laki-laki lewat. Seseorang dari yang sedang duduk bersama Rasulullah saw. mengatakan, ‘Ya Rasulullah saw. aku mencintai orang itu.’ Rasulullah saw. mengatakan, ‘Sudahkah kamu menyatakannya kepadanya?’ Orang itu menjawab, ‘Belum.’ Kata Rasulullah saw., ‘Bangunlah dan nyatakanlah kepadanya.” Maka orang itu bangkit menuju ke arahnya seraya mengatakan, ‘Uhibbuka fillah (aku mencitaimu karena Allah).’ Orang itu menjawab, ‘Ahabbakal-ladzi ahbatani lahu (semoga mencintaimu pula (Allah) Yang karena-Nya kamu mencitaiku’.” (Hadits riwayat Ahmad)

c. Silaturahim

Allah swt. berfirman: “Dan orang-orang yang menyambungkan apa-apa yang Allah perintahkan untuk disambungkan, merasa takut kepada Rabb mereka dan merasa takut akan buruknya penghitungan.” (Ar-Ra’d: 21)

Rasulullah saw. memerintahkan kita untuk menjalin hubungan dengan orang yang memutuskannya dengan kita. Rasulullah saw. juga bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan, yakni memutuskan hubungan rahim (kekeluargaan).” (Muttafaq ‘alaih)

Selain besar pahalanya, silaturahim juga mendatangkan banyak manfaat bagi seorang dai. Misalnya, memahami kondisi mad’u. Dengan demikian, bisa mengenali problem yang dihadapinya. Paling tidak dai dapat memberikan empati kepadanya dan hal itu akan meringankan beban penderitaannya. Akan lebih baik lagi bila ia bisa melakukan sesuatu yang konkret yang dapat dirasakan oleh si mad’u.

d. Menebar Senyum

Menampilkan wajah cerai dan senyum adalah amal shalih yang ringan untuk dilaksanakan, tapi punya nilai mulia di sisi Allah dan pengaruh besar pada manusia. Rasulullah saw bersabda, “Janganlah engkau meremehkan kebaikan sekecil apa pun, walaupun hanya bisa menemui saudaramu dengan wajah ceria.” (Muslim). Sebab, “Senyummu di hadapan wajah saudaramu adalah shadaqah.” (Ibnu Hibban)

e. Jauhi kesombongan

Seorang yang sedang mengkampanyekan kebajikan boleh saja menampilkan hal-hal baik yang pernah dilakukannya, sebagai upaya tahadduts binni’mah (menceritakan kenikmatan). Akan tetapi, ia harus berupaya untuk menjauhi riya dan kesombongan.

Qatadah mengatakan, “Siapa yang diberi harta, atau ketampanan (kecantikan), atau pakaian, atau ilmu kemudian tidak bersikap tawadhu’ maka semua itu akan menjadi kebinasaan bagi dirinya pada hari kiamat.”

f. Hati-hati dalam berjanji.

Membuat janji secara akurat dan tidak mengobralnya. Melanggar janji akan membuat Allah marah dan menyebabkan manusia kecewa serta kehilangan kepercayaan. Oleh karena itu agar kita termasuk orang yang melanggar janji, membuat janji secara cermat dan akurat adalah pilihan yang tepat. Daripada mengumbar janji, lebih produktif menampilkan bukti-bukti. Jangan sampai kita terjebak untuk menyaingi atau mengimbangi janji-janji para penyeru kebusukan dengan janji busuk serupa.

Keseriusan dalam memperbaiki keadaan umat dapat dilihat dari sejauh mana para dai dalam menerapkan nilai-nilai kebaikan di dalam kehidupannya. Memang untuk konsisten dalam kebenaran memerlukan stamina ekstra. Karena, penegak nilai-nilai kebenaran dan keadilan akan selalu berhadapan dengan pemelihara kezhaliman. Orang yang berusaha hidup bersih dari korupsi akan berhadapan langsung dengan orang yang membangun kejayaan dengan korupsi. Allahu a’lam. (dkwt)

download

Picture of admin

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sign up for our Newsletter