alhikmah.ac.id – Bangkitlah ciptakan dunia baru. Bungkus dirimu dalam api, dan jadilah seorang Ibrahim. Jangan mau tunduk kepada apa pun kecuali Kebenaran. Ia akan menjadikanmu seekor singa jantan,” demikian salah satu bait puisi yang digubah Muhammad Iqbal pemikir Muslim dari Pakistan.
Puisi-puisi Iqbal banyak memberi sentuhan-sentuhan yang sangat kuat untuk membangun kesadaran mendasar pada diri seorang Muslim. Ia ingin agar setiap Muslim mampu merekontruksi diri agar sikap dan perbuatannya sejalan dengan amanah Allah sebagai hamba sekaligus khalifah-Nya.
Sederhananya, Iqbal ingin setiap Muslim memiliki sifat superior dalam kehidupan dengan berprinsip dan berani berkata secara sadar, “Proud be a Moslem.” Hal ini bisa dilihat dari bait puisinya yang lain.
“Jangan hinakan pribadimu dengan imitasi. Bangunlah, hai kau yang asing terhadap rahasia kehidupan. Nyalakan api yang tersembunyi dalam debumu sendiri. Wujudkan dalam dirimu sifat-sifat Tuhan.”
Secara bebas, puisi tersebut memberikan dorongan kuat agar setiap Muslim memiliki komitmen tinggi terhadap kebenaran. Jangan sampai karena harta dan kedudukan; kejujuran dikuburkan, kesantunan diabaikan dan persaudaraan dikorbankan, bahkan Na’udzubillah, iman pun digadikan.
Dalam konteks kekinian, khususnya di masa menjelang Pemilu ini, setiap Muslim hendaknya tidak menentukan pilihan atas dasar apa pun kecuali kebenaran. Jika tidak, maka negeri ini tidak akan banyak mengalami perubahan. Karena rakyat memilih bukan karena kebenaran.
Lantas, bagaimana memilih atas landasan kebenaran?
Jawabnya sangat sederhana, kembalikan pada apa yan menjadi sifat utama seorang pemimpin dalam Islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan empat sahabat mulianya.
Pertama, jujur. Mutlak, kita harus memilih pemimpin yang terbukti kejujurannya bisa dipastikan. Ucapannya benar, perilakunya benar dan segala tindak-tanduknya juga benar.
Kedua, amanah. Yakni memiliki komitmen tinggi untuk mensejahterakan rakyat secara nyata dengan bukti bukan sekedar janji.
Ketiga, berani berkata benar demi kepentingan rakyat Indonesia. Jadi jangan memilih pemimpin yang pandai beralasan dan sering berkata-kata yang maksud dan tujuannya tidak jelas.
Keempat, memilih pemimpin yang memang terbukti tidak pernah absen sholat, menjaga diri dari maksiat dan senantiasa mencintai Al-Qur’an. Jangan memilih pemimpin yang tidak memahami Al-Qur’an, karena sangat mungkin ucapan, tindakan bahkan kebijakannya akan menyimpang jauh dari kebenaran.
Kelima, pilihlah pemimpin yang mau hidup sederhana. Sebab, hanya pemimpin yang sederhana semata yang tidak akan silau oleh harta dan gila karena tahta.
Dalam hal ini Imam Syafi’i juga memiliki syair puisi yang indah. “Kusandang pakaian kesederhanaan nan kokoh, dengan itu kujaga kehormatanku dan kujadikan sebagai simpanan.” Artinya, pada kesederhanaan ada jalan keselamatan.
Lima indikator tadi merupakan panduan bagi setiap Muslim untuk membuktikan diri memiliki komitmen tinggi terhadap kebenaran. Jadi, jangan sekali-kali memilih pemimpin atas dasar lain, apa pun itu.
Sebab, di dalam Al-Qur’an Allah Ta’ala berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (QS. At-Taubah [9]: 119).
Menjelaskan ayat tersebut, Abdullah bin Umar berkata, “Yaitu bersama Muhammad dan juga para sahabat beliau.”
Dalam tafsirnya, Ibn Katsir menjelaskan bahwa maksud dari ayat tersebut adalah agar umat Islam berbuat jujur dan tetap dalam kejujuran (komitmen pada kebeneran). Niscaya kita akan masuk golongan orang-orang yang benar (jujur) dan akan selamat dari berbagai kebinasan. Bahkan Allah akan memberikan keberuntungan kepada umat Islam dalam segala macam urusannya.
Rasulullah bersabda, “Hendaklah kalian senantiasa berbuat jujur, karena kejujuran itu selalu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu selalu membawa ke surga. Dan seorang hamba itu akan terus jujur dan selalu memelihara kejujuran, sehingga Allah menetapnya sebagai orang yang jujur di sisi-Nya.”[al hadits]
“Dan jauhkanlah diri kaian dari kebohongan, karena kebohongan itu selalu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu selalu membawa ke neraka. Dan seseorang akan terus berdusta, sehingga ia ditetapkan sebagai pendusta di sisi-Nya.” (HR. Bukhari Muslim).
Tidak Mengikuti Langkah Setan
Sekiranya, kita sulit menemukan bukti bahwa bakal pemimpin yang ada adalah orang yang memiliki komitmen terhadap kebenaran, maka kita bisa menggunakan kriteria berikutnya. Yakni, pilih yang tidak mengikuti langkah setan.
Yakni yang tidak berzina, berdusta, suka menghina, banyak bicara miskin karya, tidak menutup aurat bagi yang wanita, atau pun tidak peduli terhadap nasib umat Islam di dalam negeri dan luar negeri, serta terlihat sangat berambisi terhadap kekuasaan serta tidak bisa diteladani.
Di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَن يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang munkar.” (QS. An-Nur [24]: 21).
Dua kriteria penting ini hendaknya bisa menjadi panduan bagi setiap Muslim dalam menentukan pilihannya terhadap siapa yang akan menjadi pemimpin negeri ini di masa mendatang. Jika kriteria penting ini diabaikan, maka sungguh, kita tidak pantas berharap kebaikan bagi masa depan bangsa dan negara.
Sebab, segala sesuatu yang dilakukan bukan karena kebenaran yang berlandaskan keimanan, akhirnya sudah pasti dan ini telah terbukti, yakni kebinasaan.