alhikmah.ac.id – Ini sebagian masyarakat di seluruh dunia sedang dilanda demam Piala Dunia. Bagi masyarakat yang negaranya ikut serta dalam ajang tersebut, bisa ditebak akan antusias menyaksikan duta-duta bangsa mereka berlaga di lapangan hijau. Terlebih lagi warga Brasil, selaku tuan rumah dalam ajang turnamen sepakbola empat tahunan ini.
Uniknya, masyarakat yang negaranya tidak ikut serta seperti Indonesia juga larut dalam animo kegembiraan menyambut Piala Dunia. Setidaknya hal itu tampak di berbagai media massa dan media-media sosial yang ada. Mereka turut larut bukan karena urusan nasionalisme tapi ada ikatan emosional dengan pemainnya, kompetisi liganya atau pelatihnya sekalipun.
Mereka serius menyatakan dukungan kepada salah satu negara jagoannya. Ini disimbolkan dengan kostum atau aksesoris yang dipakai, rela begadang semalaman sekedar menyaksikan pertandingan secara live. Uniknya lagi, ia bisa jadi sedih, galau, serta menangis saat negara yang didukung itu kalah dari lawannya. Sebaliknya, ia sanggup berteriak histeris sambil mengepalkan tangan jika ternyata jagoannya mencetak gol dan menang.
Itulah Piala Dunia saat ini. Di saat bersesuaian, seluruh kaum muslimin sedang menjalani bulan Ramadhan. Sebuah gelaran berbeda dengan piala yang tidak sama tentunya, yaitu Piala Akhirat berupa takwa yang berujung kepada surga nan abadi.
Ada beberapa perbedaan dan persamaan dalam ajang perebutan Piala Dunia dan Piala Akhirat saat ini. Perbedaannya pemenang Piala Dunia hanya satu tim saja. Kayak apapun bagusnya pemain dan pelatih serta strategi jitu yang diterapkan tetap saja hanya satu tim atau negara saja yang berhak meraih trophy Piala Dunia. Sehingga yang berpesta dan berbahagia-ria pada babak final nanti hanya satu negara dengan penduduknya saja.
Sedang negara lain hanya bisa larut dalam duka, hujan air mata, serta penyesalan yang tiada tara.
Beda dengan Piala Akhirat, ia bisa diraih oleh semua orang beriman lintas negara, suku, warna kulit atau bahasa, asal mereka bersungguh-sungguh dan ikhlas berpuasa. Semua berhak sekaligus wajib mendapatkan menang dan bergembira menjalani Ramadhan.
Menariknya, meski sama-sama bertanding, tapi yang mengikuti perlombaan tersebut masing-masing berharap agar ia dan saudaranya mendapatkan kemenangan bersama. Sehingga semua berpesta dan bergembira merayakan kemenangan Ramadhan di Idul Fitri nanti.
Persamaannya untuk merebut Piala Dunia dan Piala Akhirat, masing-masing membutuhkan persiapan, kerjasama, kerja keras, dan pengorbanan.
Pertama, semua tim yang ikut Piala Dunia bisa dipastikan melakukan sekian banyak persiapan-persiapan sebelumnya. Mulai dari persiapan fisik, teknik dan strategi. Para pelatih tentu tak mau ambil resiko membawa pemain yang lagi didera cedera atau tidak siap mental bertanding. Menyatukan sejumlah pemain berskill hebat dengan strategi hebat juga membutuhkan waktu yang panjang dalam persiapan.
Merebut Piala Akhirat juga demikian. Nabi Muhammad sendiri makin memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban dan banyak berdoa sejak bulan-bulan sebelumnya. Semuanya sebagai bagian dari persiapan menyambut bulan Ramadhan.
Kata Ibnu Athoillah, “Karunia Allah sangat tergantung dengan kadar persiapan kita”.
Jika ingin menggapai banyak karunia maka perlu persiapan yang banyak pula.
Sebaliknya jangan berharap karunia banyak jika persiapan itu sendiri minim sedari awal.
Kedua, tim yang solid. Piala Dunia bukanlah turnamen individu tapi kerjasama tim yang solid. Tim yang solid dianggap punya peluang besar merebut Piala Dunia.
Dalam merebut Piala Akhirat juga diperlukan tim atau jamaah untuk saling memotivasi dan lingkungan yang mendukung. Sebab orang yang berpuasa dengan tim atau berjamaah itu lebih mudah dan menggembirakan.
Ketiga, adanya pemimpin. Untuk merebut Piala Dunia diperlukan sosok pelatih hebat di luar lapangan dan seorang kapten di lapangan yang energik. Biasanya kalau tim tersebut kalah atau dianggap gagal, maka sang pelatih menjadi orang yang paling bertanggung jawab. Ia bahkan terancam pemecatan dini usai pertandingan. Sebab pelatih bertanggung jawab terhadap pemilihan pemain, persiapan dan strategi yang diterapkan di lapangan.
Piala Akhirat juga memerlukan pemimpin yang tegas untuk mengkondisikan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan.
Baik dalam sebuah komunitas Muslim setingkat level RT, desa atau propinsi. Bahkan sejatinya dunia ini memerlukan pemimpin yang bisa mengarahkan umat Islam. Selama ini potensi hebat umat Islam secara individu tidak maksimal karena tidak adanya jamaah dan umat yang belum bersatu.
Contoh terdekat ketika umat Islam dihadapkan pada penentuan awal Ramadhan lalu.
Persamaan keempat, kerja keras dan pengorbanan. Mustahil sebuah tim sepakbola bisa merebut tropi Piala Dunia kalau mereka enggan bekerja keras dan berkorban.
Pun demikian dalam merebut Piala Akhirat. Ia butuh pengorbanan dan mujahadah yang maksimal. Mulai dari menanggung rasa lapar dan dahaga di siang hari. Mengurangi tidur dan menahan kantuk demi shalat Tarawih dan Tahajjud di tengah malam. Memperbanyak bacaan al-Qur’an dan berinfak kepada orang lain.
Mari kita berlomba dan berjuang merebut Piala Akhirat di bulan Ramadhan ini. Sebab Piala Akhirat ini tak bisa diraih hanya sekedar menahan lapar dan haus tapi ia harus dimaknai dengan all out, mujahadah maksimal, dan keikhlasan tentunya.