Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah
alhikmah.ac.id – Ada kerancuan dan salah pemahaman pada sebagian orang yang menulis tentang orang-orang Palestina yang ada di luar negeri. Sebagian ada yang menyangka bahwa mereka adalah para pengungsi Palestina akibat perang tahun 1948 dan ini jelas salah, karena sebagian besar pengungsi Palestina akibat perang tahun 1948 masih tinggal di dalam Palestina baik di Tepi Barat maupun di Jalur Gaza. Sebagian orang lagi menambahkan bahwa pengungsi Palestina ’48 adalah mereka yang terusir akibat perang tahun 1967 dari Tepi Barat dan Jalur Gaza (mereka sering disebut kaum migrant), dan juga tidak cukup untuk membuktikan detail yang diminta. Itu karena banyak sekali jumlah orang Palestina yang keluar dari Jalur Gaza dan Tepi Barat antara tahun 1948 – tahun 1967 dikarenakan berbagai sebab dan alas an, khususnya mereka yang pergi pindah ke Tepi Timur sungai Yordan atau pergi ke Negara-negara Teluk Arab untuk mencari rezki. Mereka semua juga dilarang (diharamkan) untuk kembali ke tanah airnya yang terjajah. Di sana juga ada banyak pemuda yang keluar meninggalkan Tepi Barat dan Jalur Gaza karena alasan studi atau karena bekerja sejak tahun 1967 sampai sekarang. Pihak rezim penjajah Zionis Israel melarang mereka kembali ke kampong halaman mereka dengan berbagai asalan dan argument. Misalnya saja karena izin keluar telah habis dan sebagainya. Belum lagi mereka yang dibuang keluar dari Jalur Gaza atau Tepi Barat secara paksa karena perlawanan mereka terhadap penjajah.
Atas dasar ini maka ada jumlah sangat besar pengungsi Palestina yang terusir dari kampong halaman mereka dan masih tinggal di dalam batas wilayah geografis Palestina. Namun di sana ada jumlah lebih besar lagi dari orang-orang Palestina yang tinggal di luar Palestina, mereka tidak harus dari pengungsi akibat perang tahun 1948. Pembicaraan kita di sini adalah berkaitan dengan orang-orang Palestina yang tinggal hidup di luar Palestina, baik mereka itu pengungsi Palestina ’48, atau yang terusir akibat perang tahun 1967 ataupun mereka yang tinggal di luar Palestina karena sebab-sebab lain.
Selanjutnya kita menghadapi dua kesulitan untuk mengetahui jumlah orang-orang Palestina yang ada di luar dan kondisi mereka. Pertama adalah bahwa sebagian orang menyangka bahwa jumlah mereka adalah sesuai apa yang tercatat di Lembaga Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). Ini jelas salah karena di sana ada ratusan ribu orang Palestina yang tidak tercatat nama-nama mereka di lembaga PBB tersebut karena dari awal mereka memang tidak tinggal di kamp-kamp pengungsi, atau karena mereka memang tidak membutuhkan bantuan pelayanan lembaga ini, atau karena mereka tinggal di wilayah-wilayah yang tidak mendapatkan bantuan pelayanan lembaga ini seperti mereka yang tinggal di kawasan teluk, Eropa dan juga di Amerika. Masalah yang kedua adalah keadaan tercabik-cabik yang dialami orang-orang Palestina yang tinggal di seluruh dunia, juga sikap setiap rezim politik persoalan orang-orang Palestina yang hidup di bawah kekuasaannya, kemudian juga masalah kemampuan mereka untuk mengungkapkan tentang diri mereka dalam institusi-institusi politik, social dan ekonomi. Di mana untuk mengetahui kondisi dan jumlah mereka tergantung pada sejauh mana pandangan politik rezim-rezim tersebut dan kepentingannya. Kami tidak ingin menyibukkan para pembaca yang budiman dengan kajian angka-angka serta berbagai data dan statistic yang diajukan para peneliti dan lembaga-lembaga lainnya. Ini bukanlah metode kami dalam kajian ini. Namun kami memilihkan satu di antara data statistic yang mendekati objektivitas, yang diajukan oleh salah seorang peneliti dalam muktamar ilmiah di Boston Amerika Serikat seputar jumlah orang-orang Palestina pada tahun 1998,135 dapat kami ringkaskan sebagai berikut:
Wilayah | Jumlah (Jiwa) |
Yordan | 2.328.803 |
Lebanon | 430.188 |
Suriah | 456.662 |
Mesir | 48.784 |
Arab Saudi | 274.762 |
Kuwait | 37.696 |
Negara-negara teluk lain | 105.578 |
Iraq dan Libya | 74.284 |
Negara-negara Arab lain | 5.544 |
Amerika Utara dan Selatan | 203.588 |
Negara-negara dunia lain | 259.248 |
Jumlah Total | 4.225.642 |
Dengan menerapkan prosentase pertambahan alami orang-orang Palestina (3,4%), maka jumlah orang Palestina yang ada di luar pada tahun 2001 menjadi 4 juta 671 ribu 487 jiwa dan pada tahun 2002 menjadi 4 juta 830 ribu 308 jiwa dan seterusnya.
Adapun jumlah orang Palestina yang ada di dalam wilayah geografis Palestina pada tahun yang sama (1098), menurut peneliti yang sama, ditaksir sekitar 3 juta 914 ribu 549 jiwa. Di antara mereka yang hidup di dalam wilayah Palestina ada sekitar 1 juta 529 ribu 89 orang, merupakan pengungsi yang diusir dari rumah-rumah dan tanah mereka. Namun mereka masih tinggal di dalam lingkup wilayah geografi Palestina.136
Dengan demikian maka jumlah keseluruhan orang Palestina pada tahun 1998 – menurut peneliti yang sama – adalah 8 juta 139 ribu 191 jiwa. Prosentase jumlah orang Palestina yang tinggal di luar dari keseluruhan jumlah orang Palestina adalah 51,9%. Sedang prosentase para pengungsi Palestina dan mereka yang terusir kemudian dilarang (diharamkan) kembali ke tanah dan desa-desa asli mereka (baik mereka yang tinggal di dalam Palestina maupun yang tinggal di luar Palestina) adalah 70,69%, yaitu 5 juta 753 ribu 731 jiwa. Berdasarkan taksiran pada tahun 2002 – sesuai dengan pertambahan alami orang Palestina (3,4%) maka jumlah total pengungsi Palestina adalah 6 juta 577 ribu 58 jiwa.
Perlu diisyaratkan pula bahwa di sana ada prosentase kecil orang-orang Palestina asal Tepi Barat dan Jalur Gaza yang tinggal di luar Palestina untuk tujuan studi dan bekerja. Namun dalam waktu yang sama mereka juga mempunyai identitas kewargaan yang memungkinkan mereka kembali dan menetap di wilayah Tepi Barat atau Jalur Gaza. Hanya saja prosentase ini tidak memiliki pengaruh yang begitu signifikan atas taksiran-taksiran yang diisyaratkan di atas, mungkin jumlah mereka tidak lebih dari 2 – 3% dari jumlah total warga Palestina.
Yang penting menjadi perhatian kita di sini adalah memahami betapa besar penderitaan yang dialami orang-orang Palestina ketika kita mengetahui bahwa lebih dari dua pertiga (2/3) dari mereka dipaksa meninggalkan kota-kota dan desa-desa asal mereka, bahwa lebih dari separuh dari mereka tidak hidup di dalam wilayah geografis Palestina. Yang semakin menambah besar penderitaan dan kepedihan mereka adalah bahwa persoalan pengungsi Palestina adalah persoalan pengungsi paling tua (lama) dalam sejarah modern, yang dihadapi masyarakat internasional tanpa ada atensi yang hakiki. Misalnya saja PBB telah mengeluarkan resolusi-resolusi berkenaan dengan pengungsi akibat perang saudara di Timor Timur dan yang lainnya, ada komitmen pihak-pihak terkait untuk melaksanakan resolusi-resolusi tersebut dalam setahun atau beberapa tahun. Sedang berkaitan dengan orang-orang Palestina, mereka telah melalui masa pengusiran yang panjang (55 tahun). PBB telah mengeluarkan resolusi no. 194 yang meminta entitas Zionis Israel mengembalikan para pengungsi Palestina. Sejak tahun 1949, resolusi ini telah mendapatkan penegasan lebih 110 kali dalam sidang-sidang PBB, bahkan menyerupai suara ijma’ (consensus) dari masyarakat internasional. Amerika sendiri menyetujui resolusi ini hingga tahun 1993 (ketika masalah ini diproses ke perjanjian Oslo). Meski demikian, entitas Zionis Israel menolak melaksanakan resolusi ini, karena Amerika Serikat dan Negara-negara adi daya tidak memiliki kesungguhan yang cukup untuk memaksa entitas Zionis Israel melaksanakan resolusi tersebut.
Orang Palestina benar-benar mengalami penderitaan yang sangat berat akibat pengusiran dari tanah mereka, entitas sosial dan politik mereka telah tercabik-cabik, mereka telah kehilangan sumber rezeki dari tanah-tanah di mana mereka dulu bercocok tanam atau kehilangan pekerjaan yang dulu dilakukan di sana, mereka telah kehilangan rumah-rumah yang dulu menjadi tempat tinggalnya atau kehilangan harta benda yang dulu mereka miliki. Dana tiba-tiba saja mereka dapati dirinya dalam kamp-kamp Palestina. Mereka tinggal di tenda-tenda, goa-goa ataupun di area terbuka. Mereka tak menemukan apa yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya yang sangat minimal sekalipun, baik makanan, pengobatan, pendidikan ataupun pekerjaan yang mulia. Mereka pun tak mendapatkan suplai bantuan air. Kamp-kamp pengungsi itu masih tetap ada di Lebanon, Yordania ataupun Syria bahkan di Tepi Barat dan Jalur Gaza, sedang kondisinya sangat menyedihkan yang telah mereka lalui lebih 50 tahun lamanya. Kamp-kamp ini telah menjadi saksi hidup atas kezhaliman yang dialami orang-orang Palestina, pun menjadi saksi betapa tidak pedulinya masyarakat internasional atas persoalan mereka.
Sebenarnya PBB telah mendirikan Badan Batuan untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) pada tahun 1950, untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi. Lembaga ini telah, dan masih, memberikan bantuan sisi kebutuhan para pengungsi berupa penyediaan bahan-bahan pokok untuk kebutuhan makanan dan sekolah-sekolah untuk pendidikan, juga sebagian bantuan kesehatan. Jumlah pengungsi Palestina yang terdaftar dalam lembaga ini secara resmi tahun 1999 sekitar 3 juta 600 ribu pengungsi.137 Meskipun para pengungsi Palestina dapat mengambil manfaat dari bantuan lembaga ini, namun mereka berinteraksi dengan hati-hati dan menolak keras upaya apapun untuk menjadikan mereka warga di tempat-tempat di mana mereka saat ini menjadi pengungsi. Mereka tidak rela kalau semua itu dikompensasikan dengan keinginan mereka untuk kembali ke tanah air mereka di Palestina.
UNRWA telah mengalami banyak kesulitan cukup lama dalam pendanaan dan mengalami kelemahan secara berkesinambungan dalam anggarannya hingga mengakibatkan menurunnya bantuan yang diberikan sangat besar. Sebagai contoh, sejak tahun 1993 hingga akhir tahun 1999 bantuan UNRWA ke kamp-kamp pengungsi mengalami penurunan drastis hingga mencapai 30 – 35%, berdasarkan data yang disebutkan menteri urusan pengungsi Palestina As’ad Abdul Rahman.138
Oleh karena orang-orang Palestina adalah bangsa yang memiliki keistimewaan sebagai bangsa yang giat dan mampu mengambil inisiatif, maka para pengungsi mulai berinteraksi dengan kondisi kehidupan mereka yang sulit. Maka jadilah kamp-kamp pengungsi sebagai pusat aktivitas nasional, pusat mobilisasi politik dan kekuatan moral (spirit). Anak-anak mereka telah menjadi ruh utara gerakan-gerakan perlawanan dan pembebasan Palestina. Orang-orang Palestina mulai menaruh perhatian dan peduli dengan pendidikan. Banyak dari mereka yang belajar di malam hari di bawah sinar rembulan atau lampu minyak. Setelah bertahun-tahun mereka lalu dengan kesabaran dan perjuangan maka tingkat prosentase kaum terdidik Palestina paling baik di seluruh dunia Arab bahkan lebih baik dari seluruh dunia.
Mulailah para pengungsi Palestina membangun kamp-kamp mereka dengan tanah dan bata di tempat yang sama, hanya saja para rezim – khususnya pemerintah Lebanon – secara resmi melarang pembuatan atap rumah mereka yang sederhana itu dengan semen, mereka pun akhirnya cukup dengan menggunakan lembaran Zinako. Sampai saat ini kamp-kamp pengungsi ini telah kehilangan system tata kehidupan yang semestinya, telah kehilangan pelayanan jaringan air dan bantuan pelayanan kesehatan. Adalah wajar – dalam kondisi di mana rezim-rezim melarang perluasan kamp-kamp dan penambahan – jika banyak para pengungsi terpaksa mencari kerja dan tinggal di luar kamp-kamp pengungsi atau hijrah pergi ke kota-kota negara teluk Arab, Eropa maupun ke Amerika di mana banyak kesempatan kerja. Meski demikian, data pengungsi Palestina di kamp-kamp pengungsi tidak penting mencerminkan jumlah angka pengungsi yang sebenarnya. Maka setelah lewat 50 tahun pengungsian (tahun 1999), jumlah pengungsi Palestina yang tinggal di kamp-kamp di Yordania, Syria dan Lebanon tidak lebih dari 25% menurut data UNRWA sendiri. Sementara sebagian besarnya tinggal di kota-kota dan desa-desa negara-negara tersebut.139
Bersambung…
___
Referensi: Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Warsito, Lc (pent), Ardhu Filistin wa Sya’buha (Tanah Palestina dan Rakyatnya), Seri Kajian Sistematis tentang Issu Palestina (1). (dkw)
___
Catatan kaki:
135 Harian al Khalij edisi 17 Mei 1998
136 Ibid.
137 Lihat Majalah al Mujtama’ no. 1378 edisi November 1999
138 Harian al Khalij edisi 4 April 2000
139 Majalah al Mujtama’ no. 1378 November 1999.