Oleh : Anas Malik
Pada pagelaran acara penghargaan Piala Oscar tahun 2022 silam, terjadi insiden di atas panggung yang menyita perhatian masyarakat pecinta film. Insiden tersebut disebabkan oleh lelucon Komedian Stand-up Chris Rock sebagai host saat membacakan sebuah penghargaan di atas panggung. Sesaat sebelum mempersambahkan penghargaan Oscar, Chris Rock melontarkan ucapan yang menyinggung perasaan istri Will Smith yaitu Jada Pinkett Smith. Candaan Chris Rock kepada Jada Pinkett Smith atas kepalanya yang dicukur, membuat marah Will Smith sehingga ia naik ke panggung dan menampar Chris Rock saat acara tersebut disiarkan secara langsung di seluruh Dunia.
Insiden tersebut merupakan fenomena sosial dari sekian banyak permasalahan kekerasan verbal (verbal abuse) dalam kehidupan bermasyarakat. Pemilihan kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi menjadi pemicu kesalahpahaman yang diterima oleh lawan bicara dan termasuk kekerasan verbal (verbal abuse) yang dapat menyerang emosi dan mental seseorang terlebih kasus kekerasan verbal tersebut dialami oleh sekian banyak anak-anak di Indonesia. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2019 jumlah kasus kekerasan verbal pada anak berjumlah 32 kasus dan meningkat di tahun 2020 menjadi 119 kasus. Kemudian di tahun 2021 bertambah menjadi 515 kasus, dan turun menjadi 454 kasus di tahun 2022.
Kekerasan verbal yang dialami oleh anak-anak tentunya berdampak negatif pada perkembangan psikolgis anak, seperti gangguan proses belajar, gangguan emosi dan gangguan perilaku. Memori pengalaman terhadap kekerasan verbal yang dialami anak, mengakibatkan anak menjadi lebih sensitif dan mudah tersinggung, mudah menangis, menurunnya tingkat kepercayaan diri pada anak, kurang berkonsentrasi dan mengalami kesulitan dalam belajar. Oleh karena itu, kekerasan verbal pada anak dapat memengaruhi psikologis dan kognitif anak. Bunda Elly Risman, S.Psi, seorang psikolog dan spesialis pengasuhan anak mengemukakan bahwa kekerasan verbal menyebabkan kekerasan pada emosi seperti marah, kesal dan dendam. Hal itu disampaikannya pada saat acara Webinar Series 02 Pra Munas V Hidayatullah bertajuk “Mengokohkan Jatidiri Keluarga Sebagai Basis Peradaban Islam” Oleh karena itu, penting bagi seluruh orang tua maupun orang dewasa memahami konsep Islam dalam pengasuhan anak dan mengetahui aturan komunikasi antara orang tua dengan anak yang benar, agar tindakan kekerasan verbal tersebut dapat diminimalisir.
Kekerasan verbal (verbal abuse) adalah setiap ucapan yang ditujukan kepada seseorang yang mungkin dianggap merendahkan, tidak sopan, menghina, mengintimidasi, rasist, seksis, homofobik, ageism atau menghujat. Termasuk membuat pernyataan sarkastik, menggunakan nada suara yang merendahkan atau menggunakan keakraban yang berlebihan dan tidak diinginkan. Sedangkan kekerasan verbal pada anak adalah kekerasan yang dilakukan secara lisan yang dilakukan secara terus menerus hingga menyebabkan terhambatnya perkembangan seorang anak. Beberapa bentuk kekerasan verbal yang sering terjadi pada anak diantaranya mengancam, memfitnah, menghina, membesar-besarkan kesalahan yang dilakukan oleh anak, dan sebagainya.
Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk melakukan kekerasan verbal bahkan beberapa ayat Al-Qur’an mengharuskan seorang Muslim bertutur kata yang baik dan bersikap lemah lembut terlebih lagi kepada anak-anak. Allah Swt berfirman;
وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا
Artinya: serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, (Q.S. Al-Baqarah: 83)
Mengucapkan perkataan yang baik dan bersikap lemah lembut merupakan perintah Allah Swt dalam ayat tersebut sebagaimana Imam Ibnu Katsir menjelaskan hal tersebut. Termasuk di dalamnya adalah menyuruh untuk berbuat baik dan mencegah kemungkaran dengan cara yang baik, bersabar dan memaafkan. Salah satu sikap orang tua yang salah dalam mendidik anak di antaranya bersikap keras dan kasar ketika menegur anak-anak mereka dengan keras dan memarahi ketika seorang anak melakukan kesalahan kecil atau besar sampai kepada perlakuan kasar seperti memukul walaupun kesalahan itu baru pertama kali dilakukan oleh anak mereka. Padahal Allah Swt memerintahkan hambanya untuk bersikap lemah lembut sebagaimana firman-Nya;
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ ١٥٩
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Q.S. Ali-Imran: 159)
Rasulullah Saw ketika meluruskan kesalahpahaman dan kekeliruan anak-anak, Beliau melakukannya dengan bijaksana. Ada sebuah kisah yang diceritakan oleh Rafi’ bin Amr Al-Ghifari r.a mengatakan: “Dahulu aku dan anak muda sebayaku sering melempari pohon kurma milik orang-orang Anshar. Selanjutnya, hal itu dilaporkan kepada Rasulullah Saw. “Ada anak yang suka melempari pohon kurma kami!” Akhirnya, aku dibawa menghadap kepada Rasulullah Saw dan beliau bertanya: “Hai anak muda, mengapa engkau melempari pohon kurma?” Aku menjawab: “Untuk saya makan buahnya.” Rasulullah Saw bersabda: “Kamu jangan lagi melempari pohon kurma, tetapi makanlah buahnya yang jatuh di bawahnya.” Selanjutnya, Rasulullah Saw mengusap kepalaku seraya berdoa:
اللَّهُمَّ أَشْبِعْ بَطْنَهُ
Artinya: “Ya Allah, kenyangkanlah perutnya” (H.R. Abu Daud)
Dari kisah di atas maka perlu dipahami oleh orang tua bahwa ketika mengoreksi kesalahanpahaman pada anak-anak maka lakukanlah dengan cara bijak dan menyampaikan solusinya dengan menunjukkan cara yang tepat. Di antara perasaan-perasaan mulia yang ditanamkan Allah Swt dalam hati kedua orang tua itu adalah perasaan kasih sayang terhadap anak-anak. Orang tua yang hatinya kosong dari perasaan kasih sayang akan berifat keras dan kasar. Oleh karena itu, syariat Islam telah menanamkan tabiat kasih sayang di dalam hati, dan mengajurkan kepada para orang tua untuk memiliki sikap kasih sayang. Rasulullah Saw. Sangat memperhatikan masalah kasih sayang ini. Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dan dari kakeknya, bahwa Rasulullah Saw, bersabda:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ أَبَانَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ شَرَفَ كَبِيرِنَا
- Abu Bakar Muhammad bin Abas menceritakan kepada kami, Muhammad bin Fudhail menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Ishaq, dari Amru bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak (pula) mengetahui kemuliaan orang tua kami’. ” (H.R. Tirmidzi)
Perlulah disadari oleh orang tua, agar tidak mengucapkan kata-kata kasar kepada anak karena ucapan kasar atau verbal abuse kelak akan menyebabkan anak menderita kelainan perilaku dan jiwa serta kelainan lain yang disebabkan oleh sikap keras orang tua pada anak.
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ يَعْلَى بْنِ مَمْلَكٍ عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَيُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيءَ
- Ibnu Abi Umar menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Ya’la bin Mamlak, dari Ummu Darda’ bahwa Nabi SAW bersabda, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari Kiamat daripada budi pekerti yang baik. (Karena) sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang kotor (perkataannya) lagi keji (perbuatannya).” (H.R. Tirmidzi)
Dalam kitabnya Ihya Ulumiddin, Imam Al-Ghazali, mengemukakan bahwa ucapan yang mengandung hujatan dan cacian termasuk bahaya lisan yang harus diperhatikan manusia. Oleh karena itu orang tua harus menghilangkan celaan yang keluar dengan spontan dari lisannya terhadap anak-anak mereka karena celaan tersebut dapat menimbulkan kondisi anak menjadi tidak tenang dan anak kehilangan kepercayaan diri.
Referansi :
al-Albani, Muhammad Nashiruddin. (2006). Shahih Sunan Abu Daud Jilid 3. Jakarta: Pustaka Azzam.
——————————————. (2007). Shahih Sunan Tirmidzi Jilid 3. Jakarta: Pustaka Azzam.
al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman. (2006). Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1. Bogor : Pustaka Ibnu Katisr.
Johnson, J. H. (2000). Verbal Abuse. British Journal of Perioperative Nursing, 10(10), 508–511.
Mursi, Syaik Muhammad Said. (2004). Seni Mendidik Anak 2. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Rahman, Jamal Abdur. (2005). Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah. Bandung: Irsyad Baitus Salam.
Syamsi, Hasan. (2014). Modern Islamic Parenting. Solo: Aisar Publishing.
Ulwan, Abdullah Nasih. (2002). Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani.
https://dataindonesia.id/Ragam/detail/kpai-catat-4124-kasus-perlindungan-anak-hingga-november-2022
https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/annisa/article/download/667/495