Rasulullah Shallahu ‘alaihi Wassallam bersabda: “Bersegeralah bersedekah, sebab bala bencana tidak pernah bisa mendahului sedekah.” (HR. Imam Baihaqi)
Alkisah, di jaman dahulu kala di sebuah negeri ada seorang pedagang sukses yang terkenal sholeh dan berjiwa sosial. Namanya Tuan Tajir. Tempat usaha dan tempat tinggalnya lebih dari satu. Usahanya adalah berdagang barang-barang antik mewah dan jual beli rumah. Di negerinya penduduk mengenalnya sebagai orang yang selalu menjaga sholat lima waktu berjamaah tepat waktu di masjid, berkawan dengan dengan orang-orang sholeh, ramah pada setiap orang, dan senang membantu baik saudara dekat, saudara jauh maupun orang lain yang bukan saudara.
Suatu hari, datanglah seorang ulama bernama Syeikh Mukhtar bersilaturahmi ke rumahnya. Setelah mengobrol membicarakan berbagai hal termasuk masalah keagamaan, Tuan Tajir meminta dido’akan oleh Syeikh Mukhtar agar dirinya terhindar dari musibah seperti yang baru saja dialami rekan bisnisnya yang dirampok barang-barang dagangannya oleh kawanan penyamun di tengah perjalanan bisnisnya. Sebelum Syeikh Mukhtar berpamitan, Tuan Tajir tidak lupa memberikan sumbangan uang sebesar 5 dirham kepada Syeikh Mukhtar sebagai zakat dari pendapatannya hasil penjualan salah satu rumahnya yang baru saja laku 350 dinar.
Pada kesempatan silaturahmi tersebut, Syeikh Mukhtar mengungkapkan maksud dan tujuan kedatangannya. Beliau mengharapkan bantuan Tuan Tajir berkenan membeli satu-satunya rumah yang dimilikinya seharga 50 dinar. Syeikh Mukhtar mengatakan pada Tuan Tajir, uang hasil penjualan rumahnya akan digunakannya untuk membiayai anaknya melanjutkan pendidikan di sebuah madrasah di negeri seberang, mendukung usaha-usaha dakwahnya, dan modal untuk berbisnis agar dia bisa meningkatkan taraf kehidupannya yang memang masih kurang dari cukup.
Dengan halus dan hati-hati, Tuan Tajir sambil memohon maaf mengatakan tidak bisa membantu Syeikh Mukhtar dengan mengemukakan dua alasan, Pertama, dia tidak ada rencana untuk membeli rumah, dan kedua, dia berencana akan membantu saudara kandungnya –bernama Tuan Tajir Muda- untuk mengembangkan usahanya.
Beberapa bulan kemudian, penduduk negeri itu dikagetkan dengan berita Tuan Tajir menderita sakit yang cukup parah dan harus menjalani pengobatan di rumah sakit yang menelan biaya sebesar 50 dinar. Tak berapa lama setelah itu, penduduk kembali dikagetkan dengan berita Tuan Tajir Muda mengalami kecelakaan di jalan, terjatuh dari unta yang dikendarainya dan harus menjalani perawatan di rumah sakit. Beberapa bulan kemudian, Tuan Tajir mengalami musibah lagi, Beberapa barang dagangannya di salah satu tempat usahanya raib. Kerugian ditaksir sekitar 50 dinar. Tuan Tajir tidak tahu bagamaina bisa raib. Kemungkinan besar pelakunya adalah pegawainya sendiri.
Kisah di atas adalah kisah nyata dengan sedikit perubahan, yakni pada setting waktu, tempat dan nama-nama orang. Kisah-kisah serupa yang menceritakan dan membuktikan keajaiban sedekah kini mudah didapat dari siaran TV, buku-buku dan majalah-majalah.
Apalagi dari internet, akan sangat mudah didapat kisah-kisah sejenis yang sangat banyak ragam dan jumlahnya. Namun ternyata kemudahan-kemudahan itu tidak mudah membuat setiap diri Muslim tergerak hati menjadikan sedekah sebagai gaya dan pola hidupnya.
Masih banyak ditemui atau bahkan diri kita sendiri yang merasa mampu ketika memenuhi segala kebutuhan dan keinginan termasuk untuk hal-hal dan barang-barang yang bukan primer, tapi tiba-tiba merasa miskin ketika ingin bersedekah atau ketika datang seseorang yang memohon bantuannya untuk keperluan orang tersebut, orang lain, lembaganya, atau keperluan dakwah. Sehingga tidak sepersen pun yang keluar dari sakunya, atau jika memberikan bantuan nilai nominalnya kecil.
Contohnya, hampir setiap orang kini mempunyai handphone. Ketika membeli handphone meskipun harganya mencapai ratusan ribu hingga jutaan, bisa dipastikan hampir setiap orang kini mampu membelinya. Juga untuk keperluan membeli pulsa. Pasti ada saja uang untuk membeli pulsa setiap kali habis. Tapi ketika datang seseorang dari sebuah lembaga sosial memohon bantuan infak atau sedekah untuk keperluan anak yatim, tidak setiap orang yang mempunyai handphone dan selalu beli pulsa memberikan sumbangan. Jika memberi, nilai nominalnya kecil, jauh di bawah harga handphone bahkan masih di bawah jumlah pulsa selama satu bulan sekalipun.
Gaya hidup seperti di atas menurut Islam jelas salah. Sesungguhnya bersedekah itu kebutuhan setiap orang. Orang yang bersedekah lah yang membutuhkan orang yang disedekahi. Mengapa demikian? Karena setiap orang ingin hidupnya di dunia barokah, jika sakit ingin sembuh dari sakit, terhindar dari musibah, di alam barzah mendapatkan kiriman pahala terus menerus, dan kelak di akhirat selamat dari api neraka dan mempunyai timbangan amal sholeh yang berat.
Sesungguhnya uang seseorang yang dikeluarkan untuk keperluan sosial dan perjuangan agama adalah yang benar-benar miliknya. Sedangkan uang yang disimpannya atau yang dikeluarkannya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya bukanlah miliknya. Mengapa? Karena yang pertama manfaatnya akan dirasakan hingga setelah mati, menyelamatkan dirinya dari api neraka dan memperberat timbangan amal sholehnya di Hari Kemudian. Sedangkan yang kedua, manfaatnya hanya dirasakan ketika hidup di dunia, kecuali jika hal-hal atau barang-barang yang dibelinya digunakan untuk beribadah apalagi untuk berdakwah, manfaatnya akan dirasakan di alam barzah dan di alam akhirat.
“Bentengilah diri kalian dari siksa api neraka meskipun dengan separuh buah kurma.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dari ‘Uqbah bin Harits r.a., ia berkata, “Saya pernah shalat Ashar di belakang Nabi saw., di Madinah Munawwarah. Setelah salam, beliau berdiri dan berjalan dengan cepat melewati bahu orang-orang, kemudian beliau masuk ke rumah salah seorang istri beliau, sehingga orang-orang terkejut melihat perilaku beliau saw. Ketika Rasulullah saw. keluar, beliau merasakan bahwa orang-orang merasa heran atas perilakunya, lalu beliau bersabda, ‘Aku teringat sekeping emas yang tertinggal di rumahku. Aku tidak suka kalau ajalku tiba nanti, emas tersebut masih ada padaku sehingga menjadi penghalang bagiku ketika aku ditanya pada hari Hisab nanti. Oleh karena itu, aku memerintahkan agar emas itu segera dibagi-bagikan.” (HR. Bukhari)
Sehingga dapat disimpulkan, Tuan Tajir yang paling tidak mempunyai harta 350 dinar dari hasil penjualan rumahnya semestinya membantu Syeikh Mukhtar dengan membeli rumahnya. Lebih baik lagi jika Tuan Tajir memberikan 50 dinar cuma-cuma tanpa mendapakan rumah tersebut. Dengan demikian selain terhindar dari musibah-musibah, uang yang dikeluarkannya untuk membantu Syeikh Mukhtar benar-benar menjadi miliknya.
Dalam banyak hadits Rasulullah sering mengatakan membentengi diri kita dengan bersedekah agar terhindar dari musibah.
“Sedekah dapat menolak 70 macam bencana, dan yang paling ringan adalah penyakit kusta dan sopak (vitiligo).” (HR Thabrani)
Seandainya ada banyak Tuan Tajir di sebuah negeri yang mengeluarkan hartanya untuk mendukung perjuangan di jalan Allah, Allah Subhanahu Wata’ala tidak akan melenyapkan atau memusnahkan penduduk negeri itu untuk diganti dengan kaum lain yang lebih baik. Naudzu billahi min dzalik!
هَاأَنتُمْ هَؤُلَاء تُدْعَوْنَ لِتُنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنكُم مَّن يَبْخَلُ وَمَن يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَن نَّفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنتُمُ الْفُقَرَاء وَإِن تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْماً غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak; dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.” (QS. Muhammad [47]:38).
Nah, saatnya kita bersedekah!