alhikmah.ac.id – Sudah kita pahami bersama bahwa Ramadhan menawarkan begitu banyak keutamaan dan kemuliaan. Tetapi ada peringatan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang hendaknya kita renungkan baik-baik. Rasulullah bersabda: “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya melainkan hanya rasa lapar dan dahaga.” (HR Ath-Thabrani).
Sudah berapa kali dalam hidup kita melewati Ramadhan demi Ramadhan dan apa yang kita dapatkan selama ini. Kalau usia kita 40 tahun berarti kita sudah menjalani puasa sebulan penuh kira-kira 25 kali dalam 25 tahun terakhir sejak kita baligh. Perubahan apa yang telah kita dapatkan?
Ramadhan menawarkan momentum perubahan yang fundamental bagi pribadi seorang mukmin maupun kehidupan umat Islam secara keseluruhan. Peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah umat Islam terjadi di bulan Ramadhan.
Perang Badar, pembebasan Makkah (Fatkhul Makkah), sebagian peristiwa pada Perang Tabuk, pembebasan Andalusia (Spanyol) oleh Thariq bin Ziyad, dan sebagainya, termasuk proklamasi kemerdekaan Indonesia terjadi di bulan Ramadhan.
Di bulan Ramadhan ini orang beriman diharuskan meninggalkan makan, minum, melakukan hubungan seksual, dan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Diperintahkan kepada kita untuk menjaga mata, telinga, lisan, tangan, kaki, pikiran dan hati kita dari segala kemaksiatan.
Diperintahkan kepada kita untuk memperbanyak ibadah sunnah di samping tetap memperbaiki ibadah-ibadah wajib. Kalau itu semua kita lakukan dengan benar tentu akan ada perubahan besar dalam hidup kita. Untuk itu mari kita renungkan kembali apa sesungguhnya esensi Ramadhan itu bagi kehidupan kita.
Pertama; Ramadhan Bulan Tarbiyah (Pendidikan)
Setiap manusia sesungguhnya dilahirkan dalam keadaan fithrah. Inilah kondisi ideal bagi manusia karena ia telah bertauhid semurni-murninya sejak di dalam kandungan sampai ia dilahirkan. Jiwa yang bertauhid inilah yang menjadikan manusia selalu merindukan kebaikan, kebenaran, dan keindahan yang sempurna yang hanya bisa ia dapatkan ketika ia mendekat kembali kepada Penciptanya. Setelah dilahirkan ke dunia, manusia yang dalam dirinya melekat hawa nafsu, berinteraksi dengan lingkungannya dan dipengaruhi godaan setan. Kondisi ini bisa merusak fithrahnya. Karena itu pendidikan yang sesungguhnya adalah mendidik diri agar mampu mengendalikan hawa nafsu dan memiliki imunitas (kekebalan) dari berbagai godaan.
Sesungguhnya nafsu adalah anugerah Allah bagi manusia agar memiliki gairah dan semangat untuk keberlangsungan hidupnya. Tidak ada nafsu tidak ada kehidupan. Nafsu yang terkendali, seperti kuda tunggangan, akan mengantarkan manusia mencapai tujuannya. Jika tidak terkendali, maka ia akan menyeret kita tak tentu arah dan tujuan.
Sabda Nabi: “Puasa bukanlah sekedar menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi sesungguhnya puasa itu adalah mencegah diri dari segala perbuatan yang sia-sia serta menjauhi perbuatan-perbuatan yang kotor dan keji.” (HR Bukhori)
Kedua; Ramadhan Bulan Ibadah
Ibadah sesungguhnya memiliki dimensi yang sangat luas mencakup segala perkara yang dicintai dan diridhoi oleh Allah, baik berupa perkataan ataupun perbuatan, yang nampak (dzahir) ataupun yang tidak nampak (bathin). Tetapi di bulan Ramadhan ini kita diperintahkan mengkhususkan diri taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan meningkatkan ibadah kita; shalat lima waktu berjamaah di masjid ditambah dengan sholat sunnah qabliyah dan ba’diyah, bangun di tengah malam untuk tahajjud, doa, dzikir, tadarrus al-Qur’an, dan beri’tikaf di masjid terutama pada sepuluh hari terakhir. Sebelas bulan kemarin kita dibelit oleh kesibukan duniawi.
Kini saatnya kita rihlah, mentamasyakan jiwa kita yang selama ini terlantar. Bebaskan diri kita dari segala kesempitan dunia dan mendekatlah kepada Allah yang maha luas rahmat-Nya.
Mari kita sambut undangan Allah sebagaimana sabda Nabi: “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, Allah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do’a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini.” (HR Ath-Thabrani)
Ketiga; Ramadhan Bulan Muhasabah (Instropeksi Diri)
Kesibukan hidup seringkali membuat kita kehilangan kejernihan. Berbagai persoalan bertumpuk-tumpuk dan tidak menemukan jalan keluarnya. Banyak orang yang mencari alternatif ke arena-arena hiburan. Apa yang mereka dapatkan? Ketenangan, kejernihan berpikir, atau ketajaman wawasan?
Justru arena-arena hiburan itu akan menambah permasalahan, membebani otak, dan menumpuk berbagai permasalahan baru. Di sana kerakusan nafsu dan keberingansan hewani akan terpupuk. Di bulan Ramadhan ini nafsu ditundukkan, jiwa akan menjadi lebih tenang.
Dalam kondisi ini kita akan lebih jelas melihat persoalan hidup. Sebelas bulan kita cenderung lalai, kini saatnya bermuhasabah untuk menata kembali orientasi hidup kita. Pesan Nabi : “Orang yang pandai adalah yang mengevaluasi dirinya dan beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah Subhanahu Wata’ala.” (HR Imam Tirmidzi)
Keempat; Ramadhan Bulan Taubat
Setiap manusia pasti mempunyai dosa dan kesalahan. Dan sebaik-baik hamba yang berdosa adalah yang bertaubat kepada-Nya. Tetapi ketika dosa sudah bertumpuk-tumpuk, berurat dan berakar, bukan perkara mudah untuk bertaubat. Ibarat tanaman yang baru tumbuh, mudah bagi kita untuk mencabutnya. Tetapi ketika ia sudah menjadi besar, tidak mudah kita mencabutnya apalagi ketika tenaga kita semakin melemah.
Dibutuhkan energi ruhani yang luar biasa untuk berhenti dari setiap kemaksiatan. Di bulan Ramadhan ini pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu, dan nafsu dikendalikan. Allah menawarkan ampunan bagi setiap hamba yang berdosa untuk kembali kepada-Nya.
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah mewajibkan puasa Ramadhan dan saya menyunnahkan bagi kalian shalat malamnya. Maka barangsiapa melaksanakan ibadah puasa dan shalat malamnya karena iman dan karena ingin mendapatkan pahala, niscaya dia keluar dari dosadosanya sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibundanya.” (HR Imam an-Nasa’i dan Imam Ahmad)
Kelima; Ramadhan Bulan Jihad
Turunnya perintah puasa di bulan Ramadhan beriringan dengan perintah jihad dalam Perang Badar pada tahun kedua hijriah. Kaum muslimin berperang dengan orang-orang kafir di bulan itu dengan tetap berpuasa. Puasa dan jihad sesungguhnya memiliki esensi yang sama yaitu berperang, terutama memerangi hawa nafsu.
Tidak mungkin orang akan berangkat berperang melawan musuh Allah kalau ia tidak bisa memerangi nafsunya sendiri. Demikian juga tidak mungkin orang bisa berpuasa dengan benar kalau dia tidak memerangi hawa nafsunya. Karena itu sangat disayangkan di bulan Ramadhan ini sebagian umat Islam justru memupuk nafsu bermalasan dan memperbanyak tidur.
Menjadi pemandangan yang lumrah tetapi memprihatinkan, sebagian kaum muslimin melakukan hal yang sia-sia, bahkan maksiat; jalan-jalan sehabis shubuh, berkumpul di lapangan dan taman-taman, bercampur baur lak-laki perempuan, sulit menjaga pandangan mata; bermain video game, internet, menonton TV (pagi, siang, sore, malam, hingga dini hari); memenuhi tempat-tempat rekreasi dan hiburan, pusat perbelanjaan, kolam renang, pemancingan; menunggu buka puasa dengan panggung hiburan musik, kebut-kebutan liar, main petasan, bahkan di beberapa tempat ada tradisi berjudi; malam hari di isi dengan begadang, mengobrol dan senda gurau; dan tradisi-tradisi lain, baik yang lama (dari nenek moyang) maupun tradisi baru, yang tidak ada hubungannya dengan ibadah Ramadhan. Karena itu mari kita menempa diri di bulan ini dengan bersungguh-sungguh berperang untuk menundukkan hawa nafsu kita dan bersungguh-sungguh meraih setiap keutamaan di bulan ini
Keenam; Ramadhan Bulan al-Qur’an
Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Quran sebagaimana firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa : “Bulan Ramadhan bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al -Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil),” (QS. Al-Baqarah: 185). Al-Quran adalah pedoman hidup yang tidak boleh lepas dari kehidupan seseorang. Tanpa Al-Qur’an manusia seperti berjalan di tengah malam gelap gulita tanpa cahaya. Mari kita jadikan diri kita pribadi qur’ani. Keluarga kita keluarga qur’ani. Anak-anak kita generasi qur’ani. Dan masyarakat kita masyarakat qur’ani. Bebaskan diri dari buta huruf dan buta makna Al-Quran dengan membacanya, memperbaiki bacaan, menterjemah, mempelajari tafsirnya, dan mentadabburinya (mengambil hikmah darinya).
Ketujuh; Ramadhan Bulan Ukhuwwah
Di bulan Ramadhan ini kaum muslimin banyak bertemu dan berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dalam ibadah ritual maupun ibadah sosial. Bahkan sabda Nabi berikut ini mengisyaratkan kepada kita agar membangun kebersamaan dan persatuan umat Islam.
“Puasa itu hari (ketika) manusia berpuasa dan hari raya itu hari (ketika) manusia berhari raya,” HR Tirmidzi. Karena itu mari kita hindari perdebatan dan pertengkaran dalam hal-hal yang bersifat khilafiyah – furu’iyah. Para da’i, khatib, ustadz hendaknya menyampaikan pesan-pesan ukhuwwah, bukan malah memperuncing perbedaan yang memang tidak mungkin disamakan. Perbedaan dalam masalah-masalah khilafiyah – furu’iyah pasti akan terus terjadi, tetapi menjaga ukhuwwah adalah kewajiban kita. Mari kita memperbanyak silaturrahim, saling memaafkan dan memperbaiki hubungan, saling memberikan hadiah, saling menasehati, saling mendoakan.
Kedelapan; Ramadhan Bulan Sedekah
Puasa mengingatkan kita tentang orang-orang yang kelaparan karena kemiskinan dan kefakiran, yang kadang-kadang tak diketahui oleh orang-orang kaya. Allah hendak memberi kabar kepada mereka bahwa di sana ada saudara-saudara mereka yang tidur beralaskan tanah dan berselimut langit, tanpa secuil makanan. Kalau kita lapar selama sebulan, ketahuilah orang lain telah merasa lapar selama berbulan-bulan. Mari kita jadikan puasa sebagai momentum untuk meningkatkan kedermawan dan solidaritas sosial. Hindari segala sikap berlebih-lebihan, berfoya-foya, pemborosan yang bisa menumpulkan jiwa sosial kita.
Siapkan harta untuk menunaikan zakat, memperbanyak sedekah, dan memberi makan orang-orang yang berpuasa. Ibnu Abbas meriwayatkan: Bahwa Rasulullah saw adalah manusia yang paling dermawan, dan bahwa beliau saw lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan, ketika sering dikunjungi Jibril (as) dan bahwa ia dikunjungi (Jibril as) setiap malam di bulan Ramadhan dan memperdalam Al Qur’an, dan Sungguh Rasulullah saw lebih dermawan terhadap perbuatan baik dari angin yang berhembus (sangat ringan dan cepat berbuat baik tanpa merasa keberatan)” (HR Bukhari)
Kesembilan; Ramadhan Bulan Dakwah
Dakwah adalah mempertautkan hati manusia dengan hidayah Allah dan merubah jiwa manusia kepada kondisi yang lebih baik dan diridhoi Allah. Hati manusia senantiasa berbolak-balik. Kadang menerima, kadang menolak. Kadang terbuka, kadang tertutup. Kadang semangat, kadang mengendor. Kita diperintahkan berdakwah kepada manusia dengan cara yang baik.
Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik,” QS An-Nahl : 125.
Pada bulan Ramadhan jiwa-jiwa manusia lebih terbuka sehingga lebih mudah menangkap hidayah Allah. Karena itu mari kita gencarkan syiar Islam dan semarakkan dengan aktifitas ta’lim, kajian kitab, diskusi, ceramah dan sebagainya. Semoga dengan demikian semakin banyak umat Islam ini yang tercerahkan.
Demikianlah berbagai hal yang menjadi esensi Ramadhan. Semoga puasa kita tidak sia-sia. Tidak sekedar lapar dan dahaga. Semoga kita bisa menjalani Ramadhan ini sebaik-baiknya dan berhasil meraih berbagai kemuliaan yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya.