Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah
alhikmah.ac.id – Penodaan Islam masih berlangsung di Denmark sampai saat ini, kaum muslimin di sana belum berhasil menghentikan penodaan itu. Peristiwa ini tentu menjadikan para du’at memiliki beban lebih berat. Karena itu pada rubrik khutbah perdana ini kami angkat tema tentang pembelaan terhadap Rasulullah saw, “Aku Membelamu Ya Rasulallah”
Ibadallah,
Sungguh Allah swt menyebutkan nikmat dan karunia terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman yaitu dengan diutusnya di tengah-tengah mereka nabi Muhamamd saw. karena itu hendaknya kalian memahami kadar kenikmatan ini, dan kalian bersyukur atas nikmat tersebut, mengagungkan-Nya dan agar kalian mengikuti apa yang dibawa Muhammad saw, baik dalam tataran ilmu mapun amal. Allah swt berfirman,
”Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Ali Imran:164
Maka orang-orang yang beriman, ya ibadallah! adalah orang-orang yang beriman kepada Allah, Rasul-Nya, mereka orang-orang yang merasakan karunia besar ini, mereka menyadari kadar pemberian dengan sebenarnya. Mereka diajari Al Qur’an dan As Sunnah, meskipun mereka sebelum diutusnya Muhammad dalam kondisi kejahilaan dan kesesatan yang nyata.
Penghormatan bagimu wahai yang datang di dunia
Dari golongan mursalin dengan membawa huda
Denganmu Allah memberi kabar gembira
Kondisi hina berubah menjadi harum mewarna
Sebelum Muhammad saw diutus, kaumnya dalam kondisi sangat tercela lagi sesat, tidak mengenal mana yang baik, juga tidak mengingkari yang buruk, dalam kondisi paling jahiliyah, tuli dan buta hati. Allah swt melihat penduduk bumi yang demikian itu, sehingga akhirnya mereka dibinasakan, baik kaum Arab atau non Arab, kecuali tersisa sedikit dari golongan ahlul Kitab.
Ja’far bin Abi Thalib ra berkata, ketika ia ditanya seseorang:
”Kami sebelum ini adalah penyembah berhala, pemakan bangkai, peminum khamr, pemutus persaudaraan, pelaku zina, sampai akhirnya Allah swt mengutus di tengah-tengah kami Muhammad saw. Dan karenanya Allah swt mengeluarkan kami dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.”
Semoga Allah swt merahmati orang yang memuji nabi Muhammad saw dalam bait syairnya:
Muhammad, yang diutus membawa kasih sayang
Merubah kesesatan dan memperbaharuinya
Boleh jadi gunung menuruti kemauan Daud, bahkan besi menjadi luluh
Maka, bebatuan dan padang sahara dalam genggamannya (Muhammad) memujinya
Musa, yang mampu memancarkan air dengan tongkatnya
Di tangannya (Muhammad), air bertepuk ceria
Jika angin bisa dikendalikan oleh Sulaiman
Atau kerajaan besar yang dimiliknya,
Bahkan pasukan jin tunduk kepadanya
Maka, pintu-pintu kemegahan dunia datang kepadanya (Muhammad)
Tapi Ia tolak dengan penuh zuhud
Meskipun Ibrahim dijuluki kekasih
Dan Musa yang diajak berbicara di bukit
Dia (Muhammad) lebih menjadi kekasih,
Bahkan yang berbicara dan bertemu langsung dengan nyata
Ia pemilik perogratif syafaat udzma di saat pendosa di ujung neraka
Ia pemilik tempat duduk yang tinggi, yang paling dekat dengan-Nya
Yang paling pertama masuk surga, bahkan pintu-pintunya menanti kedatangannya
Ayyuhal mukminun,
Sunggguh kecintaan terhadap Nabi Muhammad saw merupakan tabungan di setiap hati orang beriman. Tiada seorang mukmin, kecuali ia memiliki kadar cinta kepadanya, sedikit atau banyak. Hakikat cinta terhadapnya tergantung tanda-tanda kecintaan seseorang. Maka tanyakan pada dirimu, telusuri hati dan amalmu, ketika itu Anda tahu kadar cintamu kepadanya.
Sidang Jum’at yang berbahagia,
Sungguh sahabat Nabi sangat menghormatinya, mengutamakannnya dan mencintainya, cinta sejati melebihi cinta terhadap diri mereka sendiri, keluarga dan harta mereka. Mereka mencintainya dalam ucapan-ucapan mereka, dalam perbuatan mereka, dalam tidur mereka, dalam siaga mereka, di dunia dan di akhirat, oleh karena itu mereka merasakan halawatal iman -lezatnya iman-.
Urwah bin Mas’ud menceritakan kecintaan ini sebelum ia masuk Islam, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam sahihnya, bahwasanya ia berkata kepada kaum Quraisy ketia ia menjadi delegasi perjanjian,
“Demi Allah, sungguh saya menjadi delegasi penting untuk raja-raja. Delegasi untuk Kaisar (Romawi), Kisra (Persia) dan Raja Najasy. Demi Allah, Saya tidak melihat ada raja satu pun yang diangungkan oleh pengikutnya melebihi pengagungan sahabat Muhammad terhadap Muhammad. Jika ia memerintahkan mereka, segera mereka melaksanakan perintahnya. Ketika mereka berbicara, mereka merendahkan suara mereka di dekatnya dan mereka tidak lama memandangnya sebagai tanda penghormatan terhadapnya.”
Suatu ketika Abu Bakar As Shiddiq didatangi Rasulullah saw, seraya mengabarkan padanya perintah berhijrah. Seketika Abu Bakar menawarkan diri untuk menemaninya. Rasulullah saw menyetujuinya. Mendengar persetujuan itu, Abu Bakar menangis terharu saking gembiranya. Aisyah berkomentar, saya sebelumnya tidak menyangka kalau kegembiraan melahirkan tangisan haru, kecuali setelah yang saya lihat dari ayahku, radhiyallahu anhu.
Ali bin Abi Thalib ditanya, Bagaimana cinta Anda terhadap Rasulullah saw? Ia menjawab, “Sungguh, demi Allah beliau lebih kami cintai dari pada harta-harta kami, anak-anak kami, ayah-ayah kami, ibu-ibu kami dan dari air dingin menyegarkan di kala dahaga.”
Dari Buraidah bin Al Hashib berkata, “Kami jika berkumpul dengan Rasulullah saw tidak mengangkat kepala kami sebagai penghormatan kepadanya.” Imam Al Baihaqi.
Dari Amr bin Ash berkata, “Tidak ada seorang pun yang lebih saya cintai dibandingkan dengan Rasulullah, dan tidak ada yang lebih mulia di mataku melebihinya, saya tidak kuasa melihat dirinya, sebagai penghormatan terhadapnya. Jika saya ditanya, agar saya menceritakan tentang dirinya, saya tidak sanggup untuk itu, karena saya tidak sanggup menatap wajahnya sepenuh mata saya menatap.” Imam Muslim.
Dalam perang “Raji’” Zaid bin Ad Datsinah, salah seorang sahabat tertawan musuh. Maka Shaffan bin Umayyah membelinya untuk dibunuh sebagai ganti terbunuhnya ayahnya. Berkumpullah sekelompok orang dari Quraisy, di antara mereka ada Abu sofyan. Ketika Zaid hendak dibunuh, Abu Sofyan berkata kepadanya, “Wahai Zaid, apa kamu rela Muhammad sekarang menggantikan kamu di tiang salib ini dan kamu bebas bersama keluargamu? Dengan lantang Zaid menjawab,
“Demi Allah, sungguh saya tidak rela Muhammad sekarang ini di tempatnya berada mendapatkan duri sekecil apapun yang menyakitinya, sedangkan saya duduk bersama dengan keluargaku.” Abu Sofwan berkata, “Saya tidak melihat ada manusia yang lebih mencintai seseorang dibanding sahabatnya Muhammad terhadap diri Muhammad.”
Apakah kalian melihat ada cinta yang lebih besar dibanding cinta ini?!
Atau adakah yang lebih benar dari pembelaan ini?!
Ini tidak sekedar sebuah ketaatan dalam bentuk rukuk dua rekaat…
Juga bukan sekedar meninggalkan kelezatan yang menggiurkan…
Ini adalah bukti jiwa-jiwa yang dikorbankan, raga yang lelah dalam taat kepada Allah dan rasul-Nya.
Ayyuhal mukminun,
Kecintaan sahabat Rasulullah saw kepadanya di dunia sampai-sampai menjadikan mereka khwatir tidak bisa berdampingan dengannya di akhirat kelak.
Dari Asy Sya’bi berkata, “Datang seseorang dari sahabat Anshar kepada Rasulullah saw seraya berkata, “Sungguh saya lebih mencintaimu dibanding cinta saya terhadap diriku, orang tuaku, keluargaku, dan hartaku. Seandainya saya tidak mendatangi engkau, saya melihat engkau, maka saya pun juga akan meninggal. Orang tersebut menangis. Rasulullah saw bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu menangis? Ia menjawab, “Saya ingat bahwa engkau akan meninggal dan kami pun akan meninggal. Engkau akan diangkat bersama para Anbiya’, sedangkan kami jika masuk surga tidak bersama engkau. Mendengar uraian tersebut Rasulullah terdiam, sampai akhirnya Allah swt menurunkan wahyu,
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup Mengetahui.” An Nisa’:69-70 maka Rasulullah saw berkata kepadanya, “Saya beri kabar gembira kepadamu.” Imam Al Baihaqi.
Betapa agungnya kabar gembira ini kepada sahabat agung, yang karenanya Allah swt menurunkan wahyu-Nya. Dan betapa agungnya balasan bagi yang mentaati Allah dan Rasul-Nya.
Dari Anas bin Malik berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah saw seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, kapan datangnya hari kiamat? Rasulullah saw kemudian menyuruh mendirikan shalat. Setelah selesai shalat, Rasulullah saw bertanya, “Siapa yang tadi bertanya tentang hari kiamat? Saya, wahai Rasulullah, jawab si penanya. Apa yang telah kamu persiapkan untuk datangnya hari itu? Tanya Rasulullah saw. Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, saya tidak menyiapkan sesuatu yang besar seperti shalat dan shaum, kecuali saya mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Maka Rasulullah saw menjawab, “Seseorang akan bersama dengan orang yang dicintainya.” Dan Anda bersama dengan orang yang Anda cintai.” Anas berkomentar, tidak ada yang menjadikan seseorang lebih bahagia dari kabar gembira dari Rasulullah saw ini.” Imam At Tirmidzi.
Ibadallah,
Cerita salafus shalih tidak hanya sampai pada tataran klaim semata. Bahkan mereka membuktikan klaim itu dengan amal nyata, dengan menta’ati Tuhan mereka, mendahulukan keridhoan-Nya atas segalanya. Dan dengan usaha mereka dalam mengikuti nabi mereka, mempersembahkan harta mereka untuk kepentingan dakwah dan membela Nabi mereka dan agama mereka, di medan pertempuran melawan kaum kuffar. Mereka itu mewakili segala umur dan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa. Mereka tidak rela ada yang menyakitinya sedikit pun.
Diriwayatkan dari Imam Bukhari dan Muslim bahwa Abdur Rahman bin Auf menceritakan ketika perang badar berkecamuk, ketika itu ia melihat dua anak muda belia yang lincah dan gagah berani berada di shaf depan melawan musuh. Keduanya bertanya kepada Abdur Rahman, “Wahai pamanku, tahukah engkau ciri-ciri Abu Jahal? Mengapa kamu bertanya demikian, Tanya Abdur Rahman. Ya, saya mendengar ia menghina Nabi Muhammad. Saya bersumpah untuk membunuhnya sekarang sebagai balasan tindakannya atas Nabi Muhammad. Anak muda belia yang satu pun bertanya dengan pertanyaan yang sama. Abdur Rahman kemudian menerangkan ciri-ciri Abu Jahal. Ketika keduanya melihat sosok yang dicirikan tadi, keduanya bergegas menghalau Abu Jahal dan terjadilah pertarungan sangat sengit. Abu Jahal yang bertubuh tinggi kekar mampu dibunuh oleh anak muda belia. Setelah peristiwa itu, keduanya mendatangi Rasulullah saw dan mengatakan, saya telah membunuh Abu Jahal wahai Rasulullah? Pemuda yang satu lagi juga mengklaim sama telah membunuhnya. Maka Rasulullah saw bertanya kepada keduanya, “Apakah kalian telah membersihkan darah dari pedang kalian? Keduanya menjawab, “Belum, sambil memperlihatkan pedangnya masing-masing.” Rasulullah bersabda, “Kalian berdua telah membunuhnya.”
Lihatlah kedua pemuda belia muslim itu. Lihatlah kadar kecintaan keduanya pada Nabi mereka. Kemudian lihatlah pemuda-pemudi sekarang. Bandingkan antara keduanya dengan mereka. Siapa idola pemuda-pemudi sekarang?? Idola mereka artis, pemain bola yang berbeda agama atau bahkan tidak beragama.
Cerita pengorbanan dan kecintaan terhadap Nabi Muhammad saw di kalangan kaum Hawa juga lebih seru. Diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishaq dari Saad bin Abi Waqqash, berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw melewati seorang perempuan dari Bani Dinar yang sedang beduka cita, yaitu semua anggota keluarganya, saudaranya, ayahnya dan termasuk suami tercintanya gugur syuhada dalam perang Uhud bersama Rasulullah saw. Perempuan itu bertanya tentang kondisi Rasulullah saw. Para sahabat yang hadir menjawab, “Baik, wahai Ummu Fulan, Beliau dengan izin Allah sebagaimana yang kamu kehendaki.” Tolong saya diperlihatkan dengan baginda Rasulullah saw. Ketika ia melihat Rasulullah saw, ia bergumam, “Sungguh, mulai detik ini duka lara itu sirna.”
Uraian di atas tentang kisah cinta manusia terhadap Nabinya. Bagaimana dengan kisah-kisah tentang kecintaan dan kerinduan batu-batu dan pepohonan?
روى الطبراني في الكبير عن جابر أن النبي قال: (إن بمكة حجرًا يسلم علي، إني لأعرفه إذا رأيته)
Diriwayatkan oleh Imam At Thabrani dalam kitab Al Kabir, dari Jabir bahwa Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya di Makkah ada batu yang mengucapkan salam kepadaku. Dan aku mengenalkan diriku kepadanya jika aku melihatnya.”
وفي صحيح البخاري عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما يقول: كان المسجد مسقوفًا على جذوع من نخل، فكان النبي إذا خطب يقوم إلى جذع منها، فلما صنع له المنبر وكان عليه فسمعنا لذلك الجذع صوتا كصوت العشار حتى جاء النبي فوضع يده عليها فسكنت.
Dalam sahih Bukhari disebutkan, Jabir meriwayatkan dari Abdullah ra berkata, “Sebelum ini masjid masih terdiri dari batangan pelapah kurma, Nabi ketika berkutbah berdiri di atas batangan tersebut. Ketika masjid berubah dengan dibuatkan minbar tempat baru Rasul berkhutbah, kami mendengar dari batang pelapah kurma suara seperti rintihan, sampai Nabi mendatanginya dan meletakkan tangannya di atasnya, kemudian kayu itu terdiam.”
وعند ابن خزيمة عن أنس بن مالك: فلما التزمه رسول الله سكت ثم قال: ((والذي نفسي بيده، لو لم ألتزمه ما زال هكذا حتى تقوم الساعة)) حزنا على رسول الله، فأمر به رسول الله فدفن يعني الجذع. وفي خبر جابر فقال النبي :((إن هذا بكى لما فقد من الذكر)).
Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dari Anas bin Malik berkata, “Ketika Rasulullah memegang dan mengusapnya, pohon itu terdiam, kemudian Rasulullah saw bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sekiranya saya tidak memegangnya, maka kayu itu tetap merintih sampai tibanya hari kiamat.” Sebagai bentuk duka cita atas Rasulullah saw, maka Rasulullah saw memerintahkan mengubur batang kayu tersebut. Dalam riwayat lain dari Jabir, Nabi bersabda, “Sesungguhnya batang pohon ini menangis ketika sudah tidak ada dzikir lagi di dekatnya.”
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم،( فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ) [الأعراف:157].
“(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” Al A’raf”157(dkwt)
أقول ما تسمعون، وأستغفر الله لي ولكم، فاستغفروه يغفر لكم.