Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah
alhikmah.ac.id –“Berikan kepada saya kewenangan mencetak uang dan mengatur keuangan suatu negara, dan sesudah itu terjadi saya tidak perlu ambil peduli kepada para pembuat hukum di negara tersebut”.
(Meyer Amschel Rothschild, 1743-1812, pendiri dinasti Rothschilds)
Berawal dalam Keadaan Papa
Siapa sebenarnya Rothschilds, atau persisnya dinasti Rothschilds, yang banyak disebut-sebut di dalam pembicaraan buku ini, yang kini disebut sebagai institusi raksasa keuangan Yahudi yang menguasai keuangan dunia? Untuk mengenal siapa Rothschilds kita perlu kembali menengok Eropa menjelang akhir abad ke-18.
Eropa pada waktu itu merupakan sebuah benua yang terdiri dari kumpulan kerajaan baik besar mapun kecil, ada sejumlah prinsipalitas, semacam kadipaten yang merdeka dan berdiri-sendiri, sisanya seperti Monaco dan Lichtenstein sekarang ini, namun ada juga negara kerajaan dalam artian yang sesungguhnya, yang secara terus-menerus terlibat dalam pertengkaran antara sesama mereka. Sebagian besar rakyatnya digolongkan sebagai ‘kawula’, yang tidak memiliki sarna sekali hak-hak politik. Kalaupun itu ada di tangan mereka, hak-hak yang tidak seberapa itu dapat ditarik balik oleh para tuan-tuan tanah ‘pemilik’ mereka setiap saat. Itulah Eropa pada abad ke-18.
Pada masa seperti inilah seorang pemuda Yahudi yang sederhana muncul di arena Eropa yang di kemudian hari akan memberikan dampak yang luar-biasa terhadap jalannya sejarah dunia, namanya ialah Amschel Mayer Bauer. Pada tahun-tahun selanjutnya berdasarkan pertimbangan yang matang namanya diubahnya, yang mencerminkan keterkaitan dengan kekayaan, kekuasaan, kewibawaan, dan pengaruh. Pemuda bemama Mayer Amschel Bauer ini adalah pendiri dinasti Rothschilds – seorang bankir sejati.
Mayer Amschel Bauer lahir di Frankfurt, Jerman, pada tahun 1743. Ia putera dari Moses Amschel Bauer, seorang lintah-darat dan tukang emas yang berpindah-pindah dari suatu temp at ke tempat yang lain. Setelah letih berkelana di Eropa Timur, akhimya ia rnemutuskan rnenetap di kota dimana putera pertamanya dilahirkan. Ia rnembuka sebuah kedai, persisnya kedai untuk pinjam-meminjamkan uang, di Judenstrasse (kampung Yahudi). Di atas pintu masuk kedai digantungkannya merk dagangnya, berupa sebuah Tameng Merah (bahasa Jerman – Rothschild).
Pada usia yang masih sangat rnuda Mayer Amschel Bauer Jr. telah mernperlihatkan kernarnpuan intelektual yang luar-biasa, dan sang ayah mengajari hampir sepenuh waktunya segala sesuatu yang diketahuinya tentang bisnis pinjam-meminjamkan uang, serta pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya dari berbagai sumber. Bauer sepuh sebenamya mengidamkan anaknya untuk dididik menjadi ulama Yahudi (Rabbi), tetapi ajal yang menjemputnya membuat idaman itu tidak pemah terwujud.
Beberapa tahun setelah meninggalnya ayahnya, Amschel Mayer Bauer muda bekerja sebagai kerani di suatu bank milik keluarga Oppenheimer di Hannover. Keunggulan kemampuannya cepat terlihat, dan kariemya melesat dengan cepat. Dia diberikan peluang sebagai mitra-muda dalam kepemilikan bank itu. Setelah ia kembali ke tempat kelahirannya di Frankfurt, ia membeli kembali bisnis yang telah dibangun ayahnya sejak tahun 1750. Tanda “Tameng Merah” yang ditinggalkan ayahnya temyata tetap menggelantung di atas pintu kedai itu. Untuk menghormati ingatan yang rnembekas kuat akan ayahnya yang tak pemah terlepas dengan merk dagang “Tameng Merah” itu, Bauer muda kernudian mengubah sepenuhnya nama keluarganya yang dianggapnya tidak cocok dengan impian besar bidang yang akan digelutinya dari Bauer (bahasa Jerman – “petani”) menjadi Rothschilds, yang artinya “Tameng Merah”. Sejak itu sebuah dinasti Rothschilds telah dilahirkan.
Basis pemupukan kekayaan dibangunnya pada dasawarsa 1760-an, ketika Amschel Mayer Rothschild muda rnembangun kembali koneksi dengan Jenderal von Estorff. Hubungan itu berkembang ketika ia mengabdikan-diri sebagai pesuruh bagi jenderal tersebut semasa masih sebagai karyawan di Oppenheimer Bank di Hannover.
Ketika Rothschild mengetahui jenderal yang kini ditugasi di istana Pangeran Wilhelm von Hanau memiliki hobi mengumpulkan jenis mata-uang yang langka, tanpa berpikir panjang lagi ia memanfaatkan situasi itu dengan sepenuh-penuhnya. Dengan jalan rnernpersernbahkan jenis-jenis mata-uang yang langka dengan harga miring ia membuka pintu persahabatan dengan sang jenderal dan beragarn punggawa di istana sang pangeran.
Pada suatu hari ia diperkenalkan langsung kepada Pangeran Wilhelm pribadi. Sang Pangeran membeli seonggok medali dan mata-uang langka darinya. Peristiwa ini merupakan transaksi pertama antara seorang Rothschild dengan seorang kepala sebuah negara. Dalam tempo yang tidak terlalu lama Rothschild berhasil mengembangkan bisnisnya dengan para pangeran lainnya.
Tidak lama kemudian Rothschild mencoba suatu taktik lain untuk menjamin koneksinya dengan berbagai pangeran setempat untuk mencapai tujuan-tujuannya. Ia menulisi mereka surat dengan menggosok sentimen kebanggaan para bangsawan seraya memohon akan perlindungan mereka. Surat-surat galibnya berbunyi sebagai berikut:
“Sungguh merupakan keberuntungan tersendiri telah dapat mengabdikan diri kepada Paduka Tuanku yang teramat mulia. Kiranya ketenangan dan kepuasan menyertai Paduka Tuanku yang mulia, hamba siap untuk mengerahkan segenap tenaga dan kekayaan hamba untuk dipersembahkan kepada Paduka Tuanku yang mulia bilamana saja Paduka Tuanku berkenan mengaruniakan titah Paduka Tuanku kepada hamba. Hadiah yang secara khusus sangat berarti ialah sekiranya Paduka Tuanku yang mulia berkenan mengaruniai hamba penugasan sebagai salah seorang abdi di dalam istana Paduka Tuanku. Hamba memberanikan diri menyampaikan hal ini dengan keyakinan hal itu tidak akan menyusahkan..” dst.nya
Taktiknya membuahkan hasil. Pada tanggal 21 September 1769 Rothschild berhasil memaku lambang prinsipalitas Hess-Hanau di depan kedainya sebagai lambang restu dari pangeran yang bersangkutan. Dengan huruf-huruf dari emas tulisannya berbunyi, “M.A.Rotschild. Dengan limpahan karunia ditunjuk sebagai abdi istana dari Yang Mulia Pangeran Wilhelm von Hanau”.
Pada tahun 1770 Rothschild mengawini Gutele Schnaper yang masih berusia tujuh-belas tahun. Mereka dikarunia sepuluh orang anak, lima laki-laki dan lima perempuan. Putera-puteranya diberi nama Amschel III, Salomon, Nathan, Karlmann (Karl), dan Jacob ( James).
Sejarah mencatat bahwa Wilhelm von Hanau, “yang lambang kerajaannya terkenal di seantero Jerman sejak Abad Pertengahan”, adalah seorang “pedagang daging manusia”. Untuk suatu harga yang pantas, sang pangeran melalui ikatan darah yang kebetulan terkait erat dengan berbagai keluarga kerajaan di Eropa, dapat menyiapkan sepasukan tentara sewaan kepada kerajaan manapun. Langganan baiknya adalah kerajaan Inggeris, yang selalu kekurangan tentara, misalnya saja untuk keperluan menjinakkan koloni-koloninya di Amerika Utara.
Usaha sang pangeran memang sangat berhasil dengan bisnis tentara-sewaan itu. Tatkala ia mangkat ia meninggalkan warisan dalam jumlah yang tak ada taranya di Eropa pada masa itu, yaitu $ 200.000.000,-. Penulis biografi Rothschild, Frederic Morton, menggambarkan Pangeran Wilhelm von Hanau sebagai ” Lintah-darat Eropah yang paling berdarah dingin”.1 Rothschild di bidang ini bertindak sebagai dealer “ternak manusia” itu. Ia niscaya bekerja dengan sangat rajin dalam posisi itu, karena ketika Pangeran Wilhelm terpaksa harus melarikan diri ke Denmark, ia menghibahkan kepada Rothschild uang sejumlah tidak kurang dari 600.000 pound (senilai dengan $ 3.000.000,-) dalam bentuk deposito.
Fakta-fakta
Tentang versi lain yang terjadi dapat dibaca di dalam ‘Jewish Encyclopaedia’ , jilid 10, h.494, yang menulis, “Menurut ceritera dari mulut ke mulut, uang ini disembunyikan dalam guci-guci anggur, dan berhasil lolos dari penggerebekan tentara Napoleon ketika mereka menduduki Frankfurt, dan guci-guci itu ditemukan utuh pada tahun 1814, ketika para elektor (penguasa kota) menduduki elektorat itu kembali. Fakta-fakta itu agak kurang romantik, tetapi memang begitulah adanya.”
Harap diperhatikan secara seksama kalimat terakhir di atas. Kalimat itu memuat makna yang penuh arti. Disini masyarakat Yahudi sendiri menjelaskan bagaimana Rothschild menyimpan uang yang $3.000.000.,- itu.
Jadi, apa yang sebenamya terjadi agaknya Rothschild telah melipat uang Pangeran Wilhelm. Bahkan sebelum uang itu sampai ke tangan Rothschild, uang itu tidak bersih (tidak ‘kosher’, atau halal). Uang itu berasal dari kerajaan Inggris yang dibayarkan kepada Pangeran Wilhelm, tetapi belum dibayarkan Rothschild kepada pasukan yang berhak untuk itu.
Dengan uang yang ditilep itu sebagai kapital dasar yang kokoh, Amschel Mayer Rothschild memutuskan untuk membuka usaha sendiri sebagai bankir intemasional yang pertama.
Lionel Nathan de Rothschild, 1808-1879, anak pertama dari Nathan Mayer Rothschild. Menikah dengan sepupunya, Charlotte, pada tanggal 15 Juni 1836. Beberapa hari kemudian ayahnya meninggal sehingga ia mewarisi NM Rothschild & Sons. Pada tahun 1875 membantu Kerajaan Inggris membiayai Terusan Suez. Di tahun 1858 menajdi orang Yahudi pertama yang memperoleh kursi di parlemen Inggris dan mendapat gelar “Lord“
Beberapa tahun sebelumnya Amschel Mayer Rothschild telah mengirimkan puteranya yang ketiga, Nathan, ke Inggris untuk mengelola bisnis keluarga di negara tersebut. Setelah tinggal sebentar di Manchester, dimana ia bekerja sebagai pedagang, Nathan, atas perintah ayahnya, pindah ke London dan mendirikan sebuah kantor yang berperan sebagai bank dagang. Agar kegiatan bisa berjalan, Rothschild memberikan kepada Nathan dana tiga juga dollar yang berasal dari hasil penilepan uang milik Pangeran Wilhelm Hess tadi.
‘Jewish Encyclopaedia’ 1905 menceriterakan Nathan menginvestasikan uang curian itu ke dalam “batangan emas dari East India Company, karena menyadari akan kemungkinan dibutuhkannya emas itu bagi kampanye Wellington di semenanjung (Iberia)”. Dengan uang curian itu Nathan menghasilkan “tak kurang dari empat jenis keuntungan; (1) laba dari penjualan kertas-kertas berharga Wellington (yang dibelinya hanya seharga 50 sen untuk setiap kertas bernilai $1,-); (2) laba dari penjualan emas kepada Wellington; (3) laba dari pembelian emas itu kembali; dan (4) laba dari biaya pengiriman emas itu ke Portugal. Inilah awal dari keuntungan besar bagi dinasti tersebut”2. ‘Jewish Encyclopaedia’ mengakui bahwa keuntungan yang berhasil dihimpun oleh keluarga Rothschilds selama sekian tahun itu diperoleh dengan cara-cara tipu-menipu yang “lugas”.
Jacob (James) Mayer de Rothschild, 1792-1868, menikah dengan keponakannya, betty, anak dari Salomon kakaknya. Pada saat perang Waterloo, Jacob tinggal di Paris dan mendirikan de Rothschild Freres yang tujuannya untuk meminjamkan uang ke pemerintahan-pemerintahan Eropa
Melalui akumulasi kekayaan yang luar-biasa dengan cara yang lihay, keluarga itu mendirikan cabang-cabang dinasti Rothschilds di Berlin, Wina, Paris, dan Napoli. Amschel Mayer Rothschild menempatkan seorang puteranya pada setiap tempat cabang usahanya. Anak sulungnya Amschel III ditempatkan dengan tanggung-jawab mengelola kantor cabang di Berlin; anak-kedua Salomon memegang kantor cabang Wina; Jacob (James) berangkat ke Paris, sedang Karlmann (Karl) membuka bank Rothschilds di Napoli. Kantor pusat dinasti Rothschilds, pada waktu itu hingga dengan sekarang, tetap berkedudukan di London.
Wasiat dari Amschel Mayer Rothschild
Ketika Amschel Mayer Rothschild meninggal dunia pada tanggal 19 September 1812, pendiri dinasti Rothschild itu meninggalkan sebuah wasiat yang ditulisnya hanya beberapa hari saja sebelum meninggalnya. Dalam wasiat itu ia menuliskan hukum khusus tentang bagaimana “dinasti” yang didirikannya itu harus menjalankan kegiatannya di masa depan. Hukum itu adalah sbb :
1. Semua posisi kunci yang ada pada dinasti Rothschilds hanya boleh diduduki oleh anggota keluarga, dan bukan oleh karyawan bayaran, dan hanya keturunan laki-laki dari keluarga yang diperkenankan dalam bisnis. Putera sulung dari putera sulung harus menjadi kepala keluarga, terkecuali bilamana mayoritas keluarga berpendapat lain. Karena alasan pengecualian inilah maka Nathan, yang memang sangat cerdas, ditunjuk sebagai kepala dinasti Rothschilds pada tahun 1812 itu.
2. Anggota keluarga hanya boleh kawin dengan saudara sepupu-sekali (satu kakek) atau paling jauh sepupu-dua kali (satu datuk). Dengan cara itu kekayaan keluarga dapat terpelihara agar tidak jatuh ke tangan orang lain. Aturan ini dengan taat diikuti pada masa awalnya, tetapi kemudian, tatkala keluarga bankir Yahudi kaya lainnya mulai bermunculan ke atas pentas dunia keuangan, aturan itu dikendurkan untuk memungkinkan beberapa dari keturunan Rothschilds mengawini anggota-anggota terpilih dari elit yang baru muncul tadi.
3. Amschel melarang keturunannya “dengan tegas, dalam keadaan apapun, membuat inventori publik oleh pengadilan, atau yang sejenisnya, terhadap kekayaan saya … Saya juga melarang tindakan hukum apa pun dan publikasi apapun berkenaan dengan nilai kekayaan saya … Siapa saja yang tidak mengindahkan ketentuan ini dan mengambil tindakan apapun yang bertentangan dengannya harus dengan segera dipandang menentang wasiat ini dan harus memikul segala konsekwensi karena tindakannya itu. ”
4. Amschel Mayer Rothschild memerintahkan suatu kemitraan yang langgeng dengan menetapkan keturunan perempuan dari keluarga itu, termasuk para suami, dan anak-anak mereka, harus diberikan bagian dividen yang pantas dari hasil usaha keluarga, dan harus disesuaikan pula dengan peran dan kemampuan pihak laki-laki yang terikat karena perkawinan dengan keluarga Rothschilds. Mereka tidak diperbolehkan turut-serta mengambil bagian dalam manajemen bisnis usaha keluarga. Barangsiapa yang melanggar ketentuan ini akan kehilangan haknya dalam usaha keluarga.(Ketentuan terakhir ini secara khusus dirancang untuk menutup mulut orang yang mungkin berkehendak untuk melepaskan diri dari lingkaran keluarga. Amschel Mayer Rothschild jelas merasa ada banyak hal di bawah “karpet” keluarga yang tidak boleh diketahui).
Kekuatan dari dinasti Rothschilds terletak pada berbagai faktor penting, antara lain :
1. Kerahasiaan terhadap kontrak dan transaksi oleh bisnis keluarga harus dilakukan secara sangat ketat.
2. Kecerdikan dan instink memperkirakan atau memprediksi apa yang bakal terjadi di masa depan harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Segenap keluarga harus didorong untuk mengakumulasikan kekayaan dan kekuasaan.
3. Harus ada semangat mempertahankan, semacam “kenekadan”, dalam semua usaha bisnis keluarga.
Penulis biografi tentang keluarga Rothschilds, Frederic Morton, menceriterakan bahwa Amschel Mayer Rothschild dan kelima puteranya adalah para “peramal” keuangan, dan “kalkulator pembunuh” yang bekerja berdasarkan “dorongan iblis” untuk merebut sukses dalam tiap kesepakatan bisnis rahasia mereka.
Edmond de Rothschild, 1845-1934, anak bungsu dari Jacob de Rothschild. Mewarisi perusahaan kereta api Est Railway yang bermarkas di Paris. Mengunjungi Palestina ri tahun 1895 dan sejak itu menjadi pendukung utama gerakan Zionisme termasuk mendanai pembuatan koloni-koloni Yahudi di Palestina
Pengaruh Talmud
Dari nara-sumber yang berwenang di atas masyarakat memperoleh informasi, “pada setiap Sabtu malam, tatkala kebaktian telah selesai di sinagoga, Amschel mengundang rabbi ke rumah mereka. Sambil duduk membungkuk di kursi hijau, mencicipi anggur, mereka berbincang-bincang sampai larut malam. Bahkan pada hari kerja pun … Amschel … mendaras Talmud … dan seluruh anggota keluarga harus duduk dan mendengarkan dengan tertib.3
Tentang keluarga Rothschilds, dapat disimpulkan mereka adalah “keluarga yang mencari mangsa bersama, harus tetap kumpul bersama”. Dan mereka memang memburu mangsa! Morton menjelaskan, sulit bagi orang biasa “untuk memahami keluarga Rothschilds, apalagi untuk memahami alasan mengapa mereka sedemikian bernafsu untuk menaklukkan orang lain tanpa puas-puasnya “. Kesemua puteranya dibuai dengan semangat kecerdikan dan penaklukan yang sama.
Lionel Walter Rothschild, 1868-1937, peraih gelar “Lord” kedua dalam keluarga besar Rothschild, merupakan anak pertama dari Lionel Nathan de Rothschild, pemegang gelar “Lord” pertama. Dialah Lord Rothschild yang dimaksud oleh Balfour dalam suratnya di tahun 1917 mengenai pendirian negara Yahudi
Keluarga Rothschilds tidak mempunyai sahabat atau sekutu yang sejati. Pergaulan mereka tidak lebih daripada sekedar berkenalan yang kelak dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan dinasti Rothschilds, dan melemparkan mereka ke dalam tempat sampah sejarah begitu mereka telah memenuhi tujuan atau telah tidak lagi memberikan manfaat.
Kebenaran tentang pernyataan ini dipamerkan di salah satu alinea dari buku Frederic Morton. Ia menggambarkan bagaimana pada tahun 1806, Napoleon menyatakan bahwa “telah menjadi tujuannya untuk mengikis habis dinasti Hess-Cassel dari kekuasaan dan menghapusnya dari daftar penguasa”.
“Jadi orang paling kuat di Eropa telah mengeluarkan dekrit penghapusan batu-karang di atas mana usaha keluarga Rothschilds yang baru didirikan berada. Meski demikian, kesibukan tidak berkurang di kedai “Tameng Merah” … Rothschilds masih tetap duduk, kokoh, tak tergoyahkan, surat-surat tetap bertumpuk di atas meja. Mereka tidak peduli apakah perang atau damai, demikian juga slogan atau manifesto, atau perintah harian, tidak juga ancaman kematian atau kejayaan. Mereka tidak mempedulikan semua hingar-bingar dunia. Mereka memandangnya hanya sebagai sekedar batu loncatan. Pangeran Wilhelm satu diantaranya. Napoleon akan menjadi korban berikutnya”.4
Aneh? Tidak juga! Dinasti Rothschilds tengah mebantu diktator Perancis itu, dan sebagai hasilnya, ia mendapatkan akses bebas ke pasar Perancis pada setiap saat. Beberapa tahun kemudian, ketika Inggris dan Perancis yang bermusuhan saling memblokade pantai lawan masing-masing, satu-satunya armada dagang yang diizinkan untuk menerobos blokade itu, hanyalah armada Rothschilds. Keluarga ini membiayai kedua pihak yang bermusuhan itu.
“Efisiensi yang menggerakkan putera-puitera Amschel memungkinkan “cuci gudang ekonomi” yang luar biasa: penghapusan pembukuan keuangan yang mati; merenovasi struktur kredit lama dan restrukturisasi kredit; pembentukan cara penyaluran dana segar melalui – tidak termasuk lima bank Rothschilds yang berbeda-beda di lima negara – ‘clearing house’ baru; menemukan metoda pengganti terhadap cara pengiriman batangan emas yang tidak hemat melalui suatu sistem debit dan kredit dengan lingkup sejagat. Salah satu sumbangan mereka adalah teknik baru dari Nathan yang mengapungkan pinjaman internasional. Ia tidak terlalu peduli dengan penerimaan dividen dalam berbagai rupa mata-uang yang asing dan merepotkan.”
“Kini Nathan menciptakan sumber investasi paling kuat pada abad ke sembilan-belas dengan cara menciptakan bond asing dalam pound sterling”5.
Peran Palagan Waterloo (18 Juni 1815) terhadap Bisnis Rothschilds
Begitu kekayaan dan kekuasaan keluarga Rothschilds berkembang, baik dalam jumlah maupun pengaruhnya, begitu pula jaringan intelijen mereka. Mereka menyebarkan “agen-agen” mereka yang secara stratejik ditempatkan pada semua ibukota serta bandar pusat perdagangan Eropa. Tugas agen-agen ini menghimpun dan mengembangkan berbagai jenis intelijen. Sebagaimana semangat kerja keluarga Rothschilds, intelijen mereka didasarkan dan dikendalikan berdasarkan paduan kerja-keras dan kecerdikan tinggi.
Sistem spionase yang unik ini bermula ketika “anak-anak” mulai saling mengirimkan pesan kepada satu sarna lain melalui suatu jaringan kurir. Tidak lama sistem itu berkembang menjadi lebih canggih, lebih efektif, dan berkonsekwensijauh. Sistem itu merupakan suatu jaringan spionase yang ‘par excellence’. Kecepatan dan efektivitasnya yang menakjubkan memberikan keluarga Rothschilds gambaran yang lebih jernih dalam semua kesepakatan bisnis yang mereka buat pada tingkatan internasional.
“Kereta-kereta Rothschilds meluncur di jalan-jalan darat; perahu-perahu layar Rothschilds bolak-balik di Selat Channel; agen-agen Rothschilds bergerak cepat dalam bayangan di jalan-jalan. Mereka membawa uang tunai, surat-surat berharga, laporan, dan berita. Di atas segala-galanya – ialah berita – berita eksklusif mutakhir yang diproses dengan kecepatan tinggi di pasar saham dan bursa komoditas. Dan tidak ada berita yang lebih berharga daripada hasil akhir Waterloo …”6
Pada palagan Waterloo yang berlangsung pada tahun 1815 antara Perancis melawan kerajaan-kerajaan Eropa di bawah pimpinan Inggris, hasil palagan ini akan menentukan masa depan benua Eropa. Sekiranya Grande Armee de France Napoleon tampil sebagai pemenang, maka Perancis akan menjadi yang dipertuan atas daratan benua Eropa yang dikuasainya tanpa dapat disangkal oleh siapa pun. Tetapi, sekiranya dapat Napoleon dihancurkan dan bertekuk lutut kepada Inggris, maka Inggris akan penguasa keuangan di Eropa, dan akan menduduki posisi kuat untuk memperluas lingkup pengaruh imperiumnya ke seluruh jagad.
Penulis sejarah John Reeves, seorang pengagum keluarga Rothschilds, menulis dalam bukunya ‘The Rothschilds, Financial Rulers of the Nations’, pada tahun 1887, di halaman 167, bahwa “salah satu dari suksesnya (Nathan) adalah kerahasiaan yang menyelimuti dirinya, serta kebijakannya yang menyakitkan, yang senantiasa berhasil mendesepsi mereka yang mencoba mengamatinya terlampau rajin”.
Ada keuntungan – dan ada pula kerugian – yang diperoleh sebagai akibat Waterloo. Pasar bursa di London benar-benar sedang meriang, ketika para pialang bursa menanti-nantikan berita akhir pertarungan kedua raksasa itu. Bila Inggris sampai kalah, ekonomi Inggeris akan terpuruk ke jurang yang tak terbayangkan dalamnya. Bila Inggris berhasil menang, ekonomi sebaliknya akan meloncat ke puncak.
Begitu kedua tentara saling mendekat untuk memasuki palagan maut, Nathan Rothschild memerintahkan agen-agennya yang berada di kedua belah front mengumpulkan informasi yang seakurat mungkin begitu pertempuran dimulai. Agen-agen tambahan dari Rothschilds bersiaga untuk menyampaikan laporan intelijen kepada pos komando Rothschilds yang digelar di tempat yang cukup dekat dan stratejik.
Pada petang-hari tanggal 15 Juni 1815, seorang wakil Rothschilds tampak melompat ke atas sebuah perahu yang dicharter khusus, dan berlayar melalui Selat Channel menuju pantai Dover, di Inggeris. Ia membawa sebuah laporan sangat rahasia dari dinas rahasia Rothschilds berkenaan dengan kemajuan palagan yang menentukan itu. Data intelijen itu akan membuktikan bagi Nathan sebagai bahan informasi yang tak dapat diabaikan dalam rangka mengambil keputusan-keputusan yang vital.
Agen khusus itu dijemput di Folkstone pada subuh keesokan harinya oleh Nathan Rothschild pribadi. Setelah secara cepat membaca pokok-pokok penting dari isi laporan itu Nathan Rothschild kembali bergegas menuju London dan langsung ke pasar bursa.
Kerahasiaan dalam berkorespondensi antar-saudara Rothschild di saat itu dilaksanakan dengan cara berpikir dalam bahasa Jerman dan menulisnya dalam bahasa In\brani, ditambah dengan kode-kode dan istilah-istilah untuk klien-klien dan pejabat-pejabat negara
Coup de Coup
Nathan Rothschild tiba di pasar bursa di tengah-tengah suasana spekulasi yang simpang-siur mengenai hasil-akhir dari palagan yang tengah berlangsung di Waterloo. Nathan berdiri di tempat kebiasaannya, di samping “Pilar Rothschilds”. Tanpa memperlihatkan emosi di wajahnya, tanpa ada perubahan apa pun pada air mukanya, muka-kaku, mata agak memejam, bos dari dinasti Rothschilds itu memberikan sebuah isyarat yang telah ditentukan kepada agen-agennya yang berdiri di dekatnya.
Agen-agen Rothschilds segera mulai menumpahkan surat-surat berharga mereka ke pasar. Begitu kertas-kertas berharga bernilai ratusan ribu dolar dilemparkan ke lantai pasar nilainya dengan cepat merosot drastik.
Nathan tetap menyandar pada “pilar-“nya, tetap tanpa emosi, tanpa ekspresi. Ia tetap menjual, menjual, dan terus menjual. Nilai kertas-kertas berharga bertumbangan. Bisik-bisik mulai menyusup di tengah-tengah pasar bursa London. “Rothschilds sudah mengetahui ! Rothschilds sudah mengetahui ! “Wellington kalah di Waterloo !”
Penjualan itu berubah menjadi panik ketika semua orang mulai turut menumpahkan kertas-kertas mereka yang “tak ada harganya”, demikian juga uang kertas, emas atau perak, dengan harapan paling tidak berusaha untuk mempertahankan kekayaan yang masih tersisa di tangan. Kertas-kertas berharga terus menukik tajam ke bawah. Setelah beberapa jam perdagangan yang menyakitkan itu terjadi, kertas-kertas berharga itu berserakan di lantai bursa bagai onggokan sampah. Harganya tidak lebih dari lima sen untuk setiap obligasi atau sekuritas yang senilai dengan harga satu dolar.
Nathan Rothschild, tetap tanpa emosi seperti biasanya, masih menyandar pada “pilar”-nya. Ia kini memberikan isyarat secara halus. Tetapi isyarat itu kini sudah berbeda. Isyarat itu perbedaannya begitu halus, sehingga hanya agen-agen Rothschilds yang telah sangat terlatih yang dapat memahami adanya perubahan. Sesuai petunjuk bos mereka, belasan agen Rothschilds melesat ke meja-meja yang ada di sekeliling lantai pasar bursa dan membeli setiap lembar kertas berharga yang teronggok hanya dengan senilai sebuah “siulan”.
Tidak berapa lama kemudian berita “resmi” tiba di ibukota Inggris. Inggris kini telah menjadi yang dipertuan di medan Eropa. Hanya dalam beberapa detik nilai kertas-kertas berharga tadi meroket melampaui harga aselinya yang semula. Begitu makna dari kemenangan Inggris itu mulai merasuk ke dalam kesadaran publik, nilai kertas-kertas berharga itu meningkat semakin tajam. Napoleon telah menerima nasib “Waterloo”-nya. Nathan Rothschild berhasil memegang kontrol atas ekonomi Inggeris. Hanya dalam tempo semalam, kekayaannya yang sudah luar bias a itu berlipat dua-puluh kali daripada nilai sebelumnya.
Pembersihan di Perancis
Menyusul kekalahan telaknya di Waterloo, Perancis berupaya untuk membenahi ekonominya. Pada tahun 1817 mereka menegosiasikan sejumlah besar pinjaman melalui sebuah bank Perancis yang cukup bergengsi milik keluarga Ouvrad, dan dari bankir Inggeris terkenal Baring Brothers of London. Rothschilds dibiarkan tidak termasuk.
Tahun berikutnya pemerintah Perancis membutuhkan lagi pinjaman baru. Begitu surat-surat berharga yang dikeluarkan dengan bantuan Ouvrad dan Baring Brothers pada tahun 1817 naik nilainya di pasar bursa Paris serta di tempat-tempat pusat finasial di Eropa, maka nampak dengan jelas pemerintah Perancis akan memelihara jasa-jasa dari kedua bank terkemuka ini. Rothschilds bersaudara mencoba dengan segala akal yang ada pada mereka untuk membujuk pemerintah Perancis menyerahkan bisnis itu kepada mereka. Namun usaha mereka gagal.
Para bangsawan Perancis yang terbiasa membanggakan keanggunan dan keunggulan darah mereka, memandang keluarga Rothschilds tak lebih daripada petani-petani (nama-lama keluarga Rothschilds sebelum diubah adalah ‘Bauer’ – petani) yang tidak kenaI basa-basi, para pemula yang sebaiknya tetap di tempat mereka saja. Kenyataan bahwa keluarga Rothschilds menguasai sumber-sumber keuangan yang luas, tinggal di gedung-gedung yang mewah, dan mengenakan pakaian dari bahan yang paling anggun dan mahal, tidak membuat para bangsawan Perancis yang sangat sadar dengan kelas mereka itu bergeming. Keluarga Rothschilds dipandang sebagai lapisan yang tidak mengenal sopan-santun. Mengingat akan catatan sejarah, pandangan mereka tentang generasi pertama Rothschilds tidaklah terlalu jauh dari persepsi tadi. Salah satu dari persenjataan utama dalam gudang arsenal Rothschilds yang terlewatkan dan diabaikan oleh Perancis adalah – kecerdikan mereka dalam menggunakan dan memanipulasikan uang.
Pada tanggal 5 Nopember 1818 sesuatu yang sarna sekali tak pemah terduga terjadi. Setelah setahun mengalami stabilitas, nilai obligasi pemerintah Perancis mulai merosot. Tiap hari kemerosotan nilainya makin kentara. Dalam tempo yang singkat sekuritas pemerintah yang lain menderita nasib yang sarna pula. Suasana di istana Louis XVIII menjadi tegang. Para bangsawan dengan wajah kusam mulai mengkhawatiri nasib negaranya. Mereka mengharapkan yang terbaik, tapi mengkhawatirkan juga yang terburuk yang mungkin datang. Orang yang tidak terlalu peduli dengan keadaan buruk itu hanyalah James dan Karl Rothschild. Mereka tersenyum, tanpa sepatah kata pun keluar dari mulut mereka.
Pelan-pelan suatu kecurigaan mulai muncul dalam benak beberapa pengamat. Jangan-jangan kedua Rothschilds bersaudara itu adalah penyebab dari nestapa negeri mereka. Jangan-jangan merekalah yang secara rahasia memanipulasi pasar saham dan merekayasa kepanikan yang terjadi.
Selama bulan Oktober 1818 para agen Rothschilds dengan menggunakan dana cadangan bosnya yang nyaris tanpa batas membeli sejumlah besar surat-surat berharga pemerintah Perancis melalui saingan mereka Ouvrad dan Baring Brothers. Tindakan ini menyebabkan surat-surat berharga itu meningkat nilainya. Kemudian pada tanggal 5 Nopember 1818 mereka mulai melakukan dumping terhadap kertas-kertas berharga itu di pasar terbuka di pusat-pusat komersial utama Eropa, dan menggiring pasar ke dalam kepanikan.
Sejak itu istana Aix berubah. Keluarga Rothschilds akhirnya memperoleh undangan untuk menghadap raja. Mereka kini menjadi pusat perhatian. Busana yang mereka kenakan adalah haute couture, fashion tingkat tinggi. Sejak itu “uang mereka menjadi idaman para peminjam terbaik”. Keluarga Rothschilds berhasil memegang kontrol atas ekonomi-keuangan Perancis dan permainan itu namanya “kontrol keuangan” !
Benjamin Disraeli, perdana menteri Inggeris pada waktu itu, menulis sebuah novel berjudul ‘Coningsby’. The Jewish Encyclopaedia, jilid 10, ha1.501-502, menggambarkan buku itu sebagai “gambaran ideal tentang Imperium Rothschilds”. Disraeli menggambarkan Nathan Rothschild (dalam hubungan dengan keempat saudaranya) sebagai “pangeran dan pemimpin pasar uang dunia, dan juga, pangeran dan pemimpin dalam bidang apa saja. Secara harfiah ia bahkan memegang kendali atas pendapatan Italia Selatan, sementara para raja dan menteri dari seluruh kerajaan (Eropa) memohon nasihatnya dan menjalankannya sesuai dengan saran-sarannya”.
Jangan Terdengar – Jangan Terlihat
Kup keuangan yang dilakukan oleh keluarga Rothschilds di Inggeris pada tahun 1815, dan di Perancis tiga tahun kemudian, hanyalah dua contoh dari sekian banyak yang mereka lakukan di seluruh dunia bertahun-tahun. Meski demikian ada perubahan dalam taktik yang dipakai untuk merampok uang publik yang mereka cari dengan susah payah. Dari cara terbuka dalam memanfaatkan dan mengeksploitasi bangsa-bangsa, keluarga Rothschilds secara berangsur-angsur surut ke dalam keremangan, dan kini beroperasi melalui dan di belakang berbagai jenis tirai. Pendekatan “modern” mereka, sebagaimana dijelaskan oleh penulis biografi Frederic Morton, berbunyi “keluarga Rothschilds gemar dengan kegemerlapan. Namun dengan rasa pedih keluarga Rothschild yang memendam nafsu ambisius yang tinggi itu terpaksa menikmati kegemerlapan itu hanya di dalam kamera, untuk dan di antara keluarga mereka saja”.
“Kecenderungan untuk menyembunyikan diri itu tumbuh baru-baru ini saja. Pendiri dinasti itu telah melakukannya pada waktu yang silam; tetapi putera-puteranya ketika menyerbu benteng-benteng pusat kekuasaan Eropa, membawa serta segala macam senjata termasuk publisitas yang paling kasar sekalipun. Kini keluarga itu itu menyelimuti kehadiran mereka dengan kesenyapan, tak-terdengar dan tak-terlihat. Sebagai hasilnya, sebagian orang menyangka sekarang ini tak banyak yang tersisa dari apa yang pernah menjadi legenda di masa silam. Dan keluarga Rothschilds sangat puas membiarkan legenda itu tetap hidup di kalangan masyarakat luas. Hal ini ditempuh untuk menimbulkan bahwa mereka beroperasi dalam kerangka ‘demokrasi’, dengan tujuan untuk menipu, dan mengalihkan perhatian dari kenyataan bahwa tujuan mereka yang sebenarnya adalah untuk menyingkirkan semua jenis kompetisi dan menciptakan monopoli dunia.”.7