Gerakan Zionisme Internasional

Share to :

alhikmah.ac.id – Karena kebuntuan itu, pada tanggal 29-31 Agustus 1897 si bazel, Switzerland, dilangsungkan Konferensi Zionisme Internasional ke-1, dihadiri oleh 204 orang tokoh-tokoh Yahudi dari 15 negara. Para peserta konevnsi sepakat bahwa “Zionisme bertujuan untuk membangun sebuah Tanah Air bagi kaum Yahudi di Palestina yang dilindungi oleh undang-undang”, dan untuk tujuan itu, mereka akan mendorong emigasi ke Palestina. Mereka juga membahas prospek dan langkah-langkah politik dan ekonomi untuk pembentukan negara Yahudi di Palestina. Ketika kongres itu berakhir setelah berlangsung selama tiga hari, Theodore Herzl menorehkan di dalm buku hariannya, “Kalau saya harus menyimpulkan apa hasil dari kongres Bazel itu dalam satu kalimat singkat – yang tidak berani saya utarakan kepada pubik – saya akan berkata :’Di Bazel saya menciptakan negara Yahudi!’ “13.
Langkah-langkah yang akan ditempuh adalah 1. pembelian tanah untuk para imigran Yahudi, 2. membuat orang Arab-Palestina tidak betah tinggal di Palestina, 3. dan yang terakhir mengusir penduduk Arab-Palestina melalui cara-cara terorisme. Untuk mendukung gagasan program migrasi orang Yahudi ke Palestina dan menyediakan tanah bagi mereka, maka dibentuklah beberapa lembaga keuangan, seperti : the Jewish Colonial Trust, the Anglo-palestine Company, the Anglo-Plaestine Bank, dan the Jewish National Fund.

Peta Jerusalem Kuno

Ketika kongres pada 1897 itu berlangsung namgsa Arab-Palestina mencapai angka 95%, dan mereka menguasai 99% dari tanah Palestina14. Jadi jelas sejak awal Zionisme bertujuan untuk menghapuskan kepemilikan dari tangan mayoritas Arab-Palestina, baik secara politik maupun fisik, merupakan suatu persyaratan yang tak dapat dihindari untuk dapat membentuk sebuah negara Yahudi. Dalam tujuan itu tidak hanya terbatas pada tanah, tetapi tanah tanpa penduduk lain di tengah-tengah mayoritas penduduk Yahudi.

Setelah kegagalannya dengan Sultan Abdul Hamid II, setahun setelah Kongres Zionisme Internasional ke-1di Bazel, pada tahun 1898 Tehodore Herzl mengalihkan perhatiannya kepada Jerman dan Kaizer Wilhelm II yang memiliki ambisi ke Timur Tengah. theodore Herzl secara ketus memberi-tahukan orang Jerman, “Kami membutuhkan sebuh protektorat, dan Jerman kami anggap paing cocok bagi kami”15. Ia mengemukakan bahwa para pemimpin Zionisme adalah oang-orang Yahudi berbahasa Jerman. Jadi sebuah negara Yahudi di Palestina akan memperkenalkan budaya Jerman ke wilayah tersebut. Namun Kaizer menolak usul Theodore Herzl, sebab utamanya, ia tidak ingin menyinggung perasaan kesultanan Usmaniyah, yang merupakan langganan utama produk persenjataan Jerman, atau membuat murka kaum Kristen di dalam negeri.16

Sementara itu pada tahun 1899 walikota Jerusalem, Youssuf Zia Khalidi, seorang cendekiawan Palestina san anggota parlemen Usmaniyah, menuis sepucuk surat yang diteruskan kepada Theodore Herzl, memperingatkan klaim Zionis terhadap Palestina. Bangsa Arab-Palestina secar khusus menentang tuntutan Zionisme yang didasarkan pada dalih oang Yahudi mempunyai hak atas tanah Palestina hanya karena mereka pernah hidup dua milenia yang silam. Khalidi mencatat bahwa klaim kaum Zionis atas Palestina tidak dapat dilaksanakan mengingat tanah palestina telah berada di bawah kekuasaaan Islamselama 13 abad terakhir dan bahwa orang nusli dan Kristen memiliki kepentingan yang sama mengingat tempat-tempat suci yang ada. Lagipula ia menambahkan penduduk mayoritas Arab-Palestina menentang pnguasaan kaum Yahudi17. Ketika Istambul memutuskan pada tahun 1901 untuk memberikan penduduk asing, yang pada intiya bermakna imigran baru Yahudi, hak yang sama untuk membeli tanah, sekelompok tokoh-tokoh terkemuka Arab-Palestina mengirim sebuah petisi ke ibukota Usmaniyah memprotes kebijakan itu.18

Di pihak Theodore Herzl tanpa mengenal putus-asa ia memalingkan mukanya ke Inggris. itu dilakukannya pada tahun 1902. Di sini ia menemukan lahan yang subur. Ada tradisi di kalangan Kristen Protestan dan para penulis Inggris sepanjang 2 abad sebelumnya untuk mendukung “kembalinya orang yahudi ke Palestina”, tradisi yang juga bergerak ke Amerika Serikat. lagipula kepentingan Inggris tentang keamanan Terusan Suez sebagai urat-nadi ke jajahan-jajahannya di Timur Jauh telah menggiringnya untuk merebut Mesir pada tahun 1882, dan pengamanan Terusan Suez tetap merupakan fokus kepentingan London di wilayah tersebut. Mempunyai penduduk yang bersahabat di wilayah itu akan memberikan keuntungan yang tak terperikan bagi Inggris.

Jerusalem 1917

Sebagaimana Jerman, Inggris pun merasa tidak memiliki kepentingan berhadapan dengan Sultan, membuka duungan Inggris terhadap Palestina bukan hal yang menarik bagi Inggris. Lalu Theodore Herzl meminta membuka hubungan denga teritori Inggris yang terdekat: Siprus, El Arish, atau Semenanjung Sinai. Menteri daerah jajahan Joseph Chamberlain mencoret Siprus, karena kehadiran Yahudi akan menimbulkan murka penduduk Yunani dan Turki, dan Mesir tidak disetujui, karena gubernur Inggris setempat menentang memberikan tanaha sejengkal pun dari wilayah Messir. lalu Chamberlain menyarankan sebuah teritori sebagai kompromi, kira-kira seluas Palestina didaerah Afrika Timur milik Inggris. Meskipun pada waktu itu daerah itu dinamakan Uganda, wilayahnya kini kira-kira ada di Kenya19.

Theodore Herzl bersuka-cita dengan tawaran itu. Menurut Herzl kalau bukan menjadi pengganti bagi Palestina, paling tidak berperan sebagai batu-oncatan. Tetapi saran itu berhadapan dengan badai protes dari kaum Zionis terutama datang dari Rusia dan juga daerah-daerah jajahan Inggris. pada awal 1904 baik Thedore Herzl maupun Joseph Chamberlain dengan senang-hati bersepakat melupakan pikiran itu20.
Pengalaman itu sangat menguntungkan bagi Zionisme. Sebuah koneksi penting telah terjalin dengan pejabat-pejabat tinggi pemerintahan Inggris, suatu hubungan yang diramalkan Theodore Herzl dengn tepat, bahwa pada suatu saat akhirnya kelak akan membawa hasil yang nyata. Sebelum meninggalnya pada tanggal 3 Juli 1904 theodore Herzl berkata kepada seorang kawan, “Anda akan lihat waktunya akan tiba Inggris akanmelakukan apa saja yang ada dalam kekuasaaannya untuk menyerahkan Plaestina kepada kita untuk beridirnya suatu negara Yahudi”21. Sesudah ini ambisi kaum Zionis difokuskan semata-mata pada Palestina sebagai tempat bagi negara Yahudi yang diharapkan.

Masyarakat Palestina tidak banyak mengetahui langkah-langkah yang ditempuh Theodore herzl selama itu. Hubungan antara orang Arab_palestina dengan orang Yahudi secara umum cukup bersahabat sampai dengan revolusi turki Muda pada 1908. menurut sejarawan Neville J. Mendell, “Menjelang malam Revolusi turki Muda … sentimen anti-Zionisme mapa masyarakat Arab belum nampak. Sebaliknya memang ada keresahan bekenaan dengan makin meluasnya masyarakat anti-Yahudi di Palestina, dan penentangan yang kian meluas terhadap hal itu”22. Sejarawan Israeli, Gershon Shafir, menambahkan, “Revolusi turki Muda pada bulan Juli 1908 harus dipandang sebagai permulaan konflik Yahudi-Arab secara terbuka, demikian juga lahurnya gerakan nasionalisme Arab”.23

Sebagian besar ketidak-pedulian masyarakat Arab-Palestina sampai tahun 1908 disebabkan oleh kenyataan bahwa para perintis Zionis berhasil menekankan bahwa permintaan mereka hanya ytanah dan hubungan persahabatan, sambil tetap menutupi tujuan yang sesungguhnya – mengusir orang Aeab-Palestina. Sesuai buku-buku Theodore Herzl tetntan perlunya tindakan “kehati-hatian dan kewaspadaaan”, bahkan di saat senja kolonialisme, gagsan yang nerisi niat untuk mengusir penduduk asli setempat untuk memeberikan ruang bagi imigran asing dianaggao berbau terlalu sinis, sehingga para perintis Zionisme berupaya menghindarinya demi pertimbangan politik, serta demi kebutuhan untuk memelihara hubungan baik dehari-hari dengan jiran mereka. Sehingga rencana untuk mengusir orang Arab-Palestunaitu kenudian secra eufemistik di kalangankaum Zionis dan dunia luar dikenal sebagai “masalaj pengalihan:. Kepada publik, kaum Zionis menekankan betapa manfaat yang akan didapat oleh masyarakat Arab-Palestina dan kesultanan Usmaniyah dengan kehadiran imigran Yahudi yang baru yang akan membawa serta bersama mereka odal, ilmu pengetahuan, dan hubungan dengan jaringan internasional.

Pengusiran Orang Arab-Palestina

Pada tahun 1905 Israel Zangwill, seorang organisator zionosme di Inggris dan salah seorang propagandis Zionosme terkemuka yang menciptakan slogan, “sebuah tanah air tanpa rakyat untuk rakyat anpa tanah air”, mengakui di Manchester, bahwa Palestina bukanlah tanah tanpa rakyat. Sebenarnya tanah itu dihuni oleh bangsa Arab, “(Kami) menyiapkan diri, untuk mengusirdengan pedang kablah-kabilah (Arab) itu sebagaimana yang dilakukan nenek-moyang kami, atau menghadapi hadirnya penduduk asing dalam jumlah besar, tarutama kaum Mohammedan yang selama berabad-abad terbiasa menghinakan kami”24. Komentar itu disuarakan pada waktu dimana ada 645.000 juwa orang muslim dan Kristen di Palestina, sementara hanya ada 55.000 jiwa orang Yahudi, sebagian besar non-Zionis atau anti-Zionis, yang terutama tinggal di kawasan Orthodoks Jerusalem dan kota-kota lainnya25.

David Ben-Gurion, tokoh yang bersama Theodore Herzl dan Chaim Weizzman, menjadi salah seorang penggagas negara Israel, dengan gamblang menjelaskan hubungan antara Zionisme dengan pengusiran sebagai berikut, “Zionisme adalah pemindahan orang Yahudi.Pemindahan orang Arab jauh lebih mudah daripada cara-cara lainnya.”26. Atau, sebagaimana ditandaskan cendekiawan Israeli, Benjamin Beit Hallahmi, “Kalau masalah dasar yang dihadapi oleh Yahudi Diaspora adalah bagaimana bertahan hidupsebagai kaum minoritas, maka masalah dasar Zionisme di Palestina adalahbagaimana melenyapkanpenduduk aslidan menjadikan kaum Yahudi sebgai mayoritas”.27

Picture of admin

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sign up for our Newsletter