alhikmah.ac.id – Sejarah telah mencatat dengan tinta emas peran dan kiprah Nahdlatul ‘Ulama di negeri ini. Ya! Sebuah organisasi Islam terbesar dan menyebar di pelosok negeri ini terutama di Pulau Jawa. Perkembangan dan kemajuan organisasi tersebut semenjak didirikan sampai saat ini mengalami pasang surut. Namun demikian peran dan kiprah ulama dan tokoh-tokoh NU tidak bisa dikesampingkan. Mereka turut serta memperjuangkan dan membesarkan Indonesia termasuk dalam dunia politik. Kebesaran NU tidak dapat dipisahkan dari kebesaran pendirinya yaitu KH Hasyim Asy’ari. Beliau dengan susah payah merintis dan membangun organisasi sehingga sampai saat bisa eksis dalam mendidik dan membangun umat, terutama di kalangan nadhiyin.
KH Hasyim Asy’ari dikenal sebagai seorang ulama kharismatik dan guru pejuang. Potensi kepemimpinan yang dimiliki KH. Hsyim Asy’ari, menjadikan dirinya sangat berperan besar dalam memajukan masyarakatnya dan membangkitkan semangat perjuangan dalam menghadapi penjajahan kolonial Belanda. Dunia sosial politik dan kancah perjuangan merupakan bagian aktivitas yang mewarnai kehidupannya. Apalagi setelah mendirikan organisasi Nahdlatul ‘Ulama sebagai perkumpulan ulama untuk menyatukan visi dan misi perjuangan. Di samping juga mencetak kader-kader pejuang melalui pesantren yang telah berbuah manis. Banyak di antara santrinya bergabung dalam barisan perjuangan dalam membebaskan negeri ini.
Riwayat Kelahiran Asyim Asyhari
Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1871 di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Hasyim Asyari merupakan putra dari pasangan Kyai Asy’ari dan Halimah. Ayah Hasyim merupakan seorang pemimpin sebuah Pesantren yang berada di sebelah selatan Jombang. Sementara kakeknya Kyai Usman adalah seorang ulama besar pada masanya dan juga sebagai pendiri pesantren Gedang pada akhir abad 19.
Hasyim Asy’ari merupakan anak ketiga dari sepuluh bersaudara. Dalam keluarga besar ini, Hasyim Asy’ari merasakan keharmonisan dan keakraban dengan saudaranya. Karena berasal dari keluarga ulama dan pengasuh pesantren, maka pendidikan Islam yang diterima Hasyim Asy’ari dan saudaranya sangat kental. Beliau dibimbing oleh ayah dan kakeknya di Pesantren Gedang sampai berumur lima tahun. Di pesantren ini, Hasyim Asy’ari mendapat ilmu dasar-dasar Islam dan diamalkan langsung di bawah asuhan ayah dan kakeknya. Sehingga dengan demikian terbentuklah karakter Hasyim Asy’ari sebagai seorang anak yang berakhlak mulia dan kecerdasan yang luar biasa.
Pendidikan Lanjutan Hasyim Asy’ari
Setelah mendapatkan pendidikan dasar dari ayah dan kakeknya, Hasyim Asy’ari melanjutkan pendidikannya pada berbagai pondok pesantren yang terdapat di pulau Jawa, seperti pondok pesantren Langitan, Tuban, Bangkalan dan Sidoarjo. Dari berbagai pesantren ini, beliau bertemu dengan ulama besar sekaligus pengasuh pesantren. Hasyim Asy’ari belajar dengan tekun dan penuh semangat sehingga berbagai disiplin keilmuan dikuasainya dengan baik. Hal inilah yang menyebabkan, gurunya KH. Yakub yang mengasuh pesantren di Sidoarjo, tertarik menjadikan dirinya sebagai menantu untuk anaknya yang bernama Khadijah.
Semangat Hasyim dalam menuntut ilmu membawa dirinya sampai ke tanah suci. Selama di Makkah beliau berguru dengan sejumlah ulama besar dunia. Dari gurunya itu, Hasyim memperoleh banyak ilmu dan wawasan keIslaman. Di antara guru Hasyim adalah Syaikh Mahfudh At Tarmisi yang mengajar dalam ilmu hadits, diwaris. Di samping Syaikh Mahfudh, Hasyim juga menimba ilmu kepada Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabau terutama di bidang tauhid dan ghirah (semangat) kebangkitan. Kepada dua guru besar itu pulalah Kyai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, berguru. Jadi, antara KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan sebenarnya tunggal guru maksudnya belajar pada guru yang sama.
Seperti halnya Ahmad Dahlan, Hasyim juga belajar pemikiran para tokoh-tokoh pembaharu, Muhammad Abduh (pemikir dan ulama Mesir) yang sedang giat-giatnya melancarkan gerakan pembaharuan pemikiran Islam di negerinya. Gerakan pembaharuan ini juga menjadi inspirasi bagi KH Asyim Ashari, untuk menyelamatkan umat melalui pesantren dan madrasah yang beliau dirikan. Asyim Ashari berjuang dan bekerja sekuat tenaga mendidik anak bangsa agar negeri ini bisa merdeka dan lepas dari penjajah.
Kembali Ke Tanah Air berperan Sebagai Guru
Setelah belajar selama 7 tahun mendalami ilmu agama di Kota Makkah, pada Tahun l899 Beliau pulang ke Tanah Air. Hasyim mengajar di pesantren milik kakeknya, Kyai Usman. Kyai Hasyim Asy’ari berusaha memerankan tugas guru secara baik dan maksimal sehingga banyak santri yang senang belajar padanya dan menjadikan beliau sebagai guru idola karena keteladanan yang dipraktekkannya dalam kehidupan sehari-sehari.
Di samping aktivitasnya sebagai seorang guru, Hasyim Asy’ari juga bekerja sebagai seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kyai Hasyim istirahat tidak mengajar. Dari usahanya inilah dirinya dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, membantu dana untuk perjuangan dan untuk membantu orang miskin atau anak yatim.
Hasyim Asy’ari dikenal sebagai seorang pendidik sejati, karena kesungguhannya dalam melaksanakan tugas guru. Hari-hari yang terindah dalam hidup KH Hasyim Asyhari ketika dirinya dapat membahagiakan orang lain terutama santri dengan berbagi ilmu. Keluasan ilmu dan keluhuran akhlak ulama kharismatik ini, menjadi daya pikat tersendiri bagi para santrinya sehingga mereka sangat akrab dengan Hasyim Asy’ari sebagai gurunya sekaligus ulama penuntun umat.
Hasyim Asy’ari juga ahli dalam mengatur kurikulum pesantren dan mengatur strategi pengajaran.Beliau berpandangan keberhasilan sebuah pendidikan di samping kualitas gurunya juga ditentukan nilai kurikulum dan strategi dan metodologi penyampaian materi pelajaran. Makanya, pada masa itu, banyak pembaharuan yang dilakukan KH Hasyim Asyhari dalam rangka meningkatkan lulusan pesantren yang bermutu.
Mendirikan Organisasi Nahdlatul ‘Ulama
Kiprah besarnya dalam dunia pendidikan dan dakwah adalah ketika KH Hasyim Asy’ari dengan KH Abdul Wahab Hasbullah mendirikan organisas Nahdlatul ‘Ulama pada tahun 1926. Organisasi ini bergerak di bidang dakwah dan pendidikan bahkan kemudian merambah kedunia politik. Sejak awal pendirian organisasi ini KH Hasyim Asy’ari diamanahkan sebagai pemimpin organisasi yang dikenal dengan istilah Rais Akbar.
Sebagai pimpinan organisasi besar, KH Hasyim Asy’ari berusaha melaksanakan amanah dengan sebaik-baiknya. Beliau berusaha melibatkan banyak ulama dalam membesarkan organisasi ini, sehingga keberadaan organisasi dirasakan manfaatnya bagi umat. Melalui Nahdlatul ‘Ulama diharapkan adanya kesamaan visi dan misi ulama dalam membina umat dan membangun negeri. Untuk menyamakan gerak langkah madrasah atau pesantren, maka aktivitas pendidikan ini dinaungi oleh Nahdlatul ‘Ulama. Hasyim Asy’ari berharap melalui madrasah dan pesantren akan melahirkan kader bangsa terutama dalam menghadapi perlawanan terhadap penjajah pada waktu sebelum kemerdekaan.
Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy’ari
Gagasan dan pemikiran Hasyim Asy’ari tentang pendidikan diungkapkan dalam bukunya yang berjudul Adabul ‘Alim Wa Muata’alim. Buku ini berisikan tentang etika belajar dan mengajar di dalam pendidikan pesantren pada khususnya. Hasyim Asyari menginginkan agar madrasah atau pesantren dapat menegakkan etika belajar dengan sempurna agar tujuan pendidikan yaitu membentuk lulusan yang baik akan tercapai.
Buku yang fundamental ini terdiri dari delapan bab, di antara bab penting itu adalah, Keutamaan ilmu dan ilmuwan serta keutamaan belajar, Etika yang harus diperhatikan dalam belajar dan mengajar, etika murid pada guru dan guru pada muridnya. Buku ini menjadi rujukan bagi madrasah dan pesantren dalam mengadakan pembaharuan dalam kedua lembaga pendidikan tersebut.
Berjuang Melawan Penjajah
Sebagai ulama kharismatik dan tokoh umat, maka Hasyim Asy’ari mengelorakan semangat perjuangan untuk menentang penjajahan Belanda terutama dikalangan anak muda atau para santri. Beliau mengajak mereka untuk berjihad melawan penjajah dan menolak kerjasama dengan penjajah tersebut. Gerakan perlawanan ini disambut umat untuk membebaskan mereka dari ketertindasan yang menghinakan menuju kemulian yang membahagiakan.
Demikian juga pada masa penjajahan Jepang, beliau tetap giat membangkitkan semangat juang generasi muda dan ikut serta dalam perjuangan pada front terdepan. Hal ini menyebabkan tentara Jepang marah besar dan menangkap Hasyim Asy’ari dan dimasukkan kedalam penjara. Lalu diasingkan ke Mojokerto untuk ditahan bersama-sama dengan pejuang lainnya. Berbulan-bulan lamanya beliau ditahan, namun tidak menyurutkan semangat perjuangannya bahkan justru semakin menambah energi baru dalam merebut kemerdekaan.
Akhir Hayat KH Hasyim Asy’ari
Pada tanggal 25 Juli 1947, (07 Ramadhan 1366 H). pada pukul 03.00 pagi, pejuang besar dan pendidik sejati ini, kembali menemui Tuhannya. Kepergian beliau ketempat peristirahatan terakhir, diantarkan dengan belasungkawa yang amat dalam dari hampir seluruh lapisan masyarakat, terutama dari para pejabat sipil maupun militer, kawan seperjuangan, para ulama, warga NU, dan khususnya para santri Tebuireng. Umat Islam telah kehilangan pemimpin besarnya yang kini berbaring di pusara dalam Pesantren Tebuireng. Ketika kita melihat pusaranya maka tentu akan tergambar betapa agung sosok ulama kharismatik yang telah memberikan sesuatu yang berharga untuk bangsa besar ini. Semoga pemikiran dan perjuangan dilanjutkan generasai berikutnya dalam membangun bangsa ini.