Hukum Puasa Tanggal 1 Muharram

Share to :

alhikmah.ac.id – Allah swt menjadikan 4 di antara 12 bulan yang ada sebagai bulan-bulan haram, yaitu Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab berdasarkan firman-Nya :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ

Artinya : “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu,” (QS. At-Taubah [9] : 36)

Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Abu Bakrah dari Nabi saw bersabda, ”Zaman telah berputar seperti keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, setahun terdiri dari dua belas bulan dan diantaranya ada empat bulan haram, tiga bulan berturut-turut, yaitu : Dzulkaidah, Dzulhijjah dan Muharram sedangkan Rajab Mudhar berada diantara Jumadi (al akhiroh) dan Sya’ban.”

Bulan Muharram adalah salah satu bulan haram yang dianjurkan Rasulullah saw untuk banyak melakukan puasa di dalamnya berdasarkan sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurariroh berkata, ”Rasulullah saw bersabda, ’Puasa yang paling afdhol setelah bulan Ramadhan adalah bulan Allah al Muharram dan shalat yang paling afdhol setelah shalat fardhu adalah shalat malam.”

Didalam Syarhnya, Imam Nawawi mengatakan bahwa bulan ini (Muharram) adalah bulan yang paling utama untuk berpuasa.

Ada pendapat ulama yang menyebutkan bahwa yang paling utama untuk berpuasa dari bulan Muharram ini adalah sepuluh hari pertama, sebagaimana dikatakan al Mardawi didalam kitab “al Inshaf” bahwa yang paling utama dari bulan Muharram adalah hari kesepuluh atau Asyu’ra lalu hari kesembilan atau tasuua’a lalu sepuluh hari pertama.

Ibnu Rajab didalam kitab “Latha’if al Ma’arif” juga menyebutkan bahwa yang paling utama dari bulan Allah al Muharram adalah sepuluh hari pertama.’

Kemudian juga dinukil dari Abi ‘Utsman an Nahdiy berkata bahwa mereka menganggungkan sepuluh hari yang tiga, yaitu : sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Muharram.

Namun demikian tidak terdapat hadits shahih yang menjelaskan tentang keutamaan berpuasa pada sepuluh hari pertama dari bulan Muharram secara keseluruhan. (Markaz al Fatwa no. 43810)

Dan tidak pula terdapat dalil khusus yang menyebutkan bahwa berpuasa pada hari pertama (tanggal 1) dari bulan Muharram adalah sunnah akan tetapi yang di-sunnah-kan adalah memperbanyak berpuasa di bulan ini, sebagaimana penjelasan di atas. Dan jika seseorang melakukan puasa pada tanggal 1 Muharram karena anjuran memperbanyak puasa di bulan ini bukan karena kekhususan tanggal 1 Muharram maka ia telah melakukan sunnah berdasarkan hadits Abu Hurairoh di atas.

Sedangkan pada hari ke-9 (Tasuua’a) dan ke-10 (Asyura’) dari bulan Muharram maka dianjurkan bagi setiap muslim untuk melakukan puasa sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Abbas berkata, ”Sewaktu Rasulullah saw berpuasa pada hari Asyura lalu beliau saw memerintahkan (para sahabat) untuk berpuasa.” Para sahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.” Beliau saw menjawab, ”Untuk tahun depan, insya Allah kita berpuasa (juga) pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas berkata, ”Ternyata tahun depan tidaklah menemuinya hingga beliau saw wafat.”

Didalam Syarhnya, Imam Nawawi menyebutkan pendapat Syafi’i dan para pengikutnya, Ahmad, Ishaq dan ulama lainnya, ”Dianjurkan berpuasa pada hari ke-9 dan ke-10 sekaligus karena Nabi saw berpuasa pada hari ke-10 dan beliau saw telah berniat untuk berpuasa pada hari ke-9.

Sebagian ulama mengatakan bahwa bisa jadi sebab dari berpuasa pada hari ke-9 yang disertai hari ke-10 adalah agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang-orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari ke-10, dan hadits diatas mengisyaratkan hal ini. (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi juz IV hal 121).

Picture of admin

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sign up for our Newsletter