alhikmah.ac.id – Menjadi Penghapal Qur’an adalah sebuah keniscayaan. Sesibuk apapun kegiatan dan karier, menghapal pesan dan firman Allah Subhanahu Wata’ala seharusnya tidak dijadikan beban. Hal itulah yang diharapkan dalam acara “Mukhayyam Al-Quran Nasional Akhwat ke-3” yang diadakan oleh Yayasan Markaz Al-Quran, Jakarta.
Selama lima hari (26 November-1 Desember 2013), para akhwat penghapal Quran akan berkumpul di Puncak, Bogor.
Mukhayyam berarti pembinaan khusus dan intensif. Sebanyak 157 orang peserta yang berasal dari Sabang sampai Merauke, menguatkan tekad berinteraksi dengan Al-Quran secara intensif.
Menurut Pembina mukhayyam Ustadz Riyadhus Sholihin sesibuk apapun kegiatan, tidak menjadi alasan bagi peserta untuk melupakan al-Quran. Bahkan menurutnya, ada beberapa orang berprofesi sebagai dokter, psikolog dan juga bergerak di bidang teknik. Bahkan sebagian peserta merupakan ibu rumah tangga dengan jumlah anak lebih dari tiga orang.
Antusiasme terhadap acara ini terlihat dari daftar tunggu peserta. Ada sekitar 50 orang penghapal Quran yang masuk dalam daftar tunggu. Rentang usia peserta beragam. Mulai dari usia 19-50-an tahun.
“Kami kekurangan musyrif dan musyrifah sehingga ada pendaftar yang belum bisa mengikuti mukhayyam kali ini,”ulasnya.
Peserta terseleksi dengan ketat. Peserta diharuskan memiliki hafalan minimal 4 Juz. Selain rekomendasi ustadzah masing-masing, para peserta juga dites melalui telepon oleh para musyrif dan musyrifah.
“Mereka diminta melanjutkan ayat,”ungkapnya.
Walaupun ketat, panitia memberikan toleransi bagi peserta yang berasal dari wilayah minim pembinaan al-Quran. Seperti peserta dari Papua.
Peserta dari bumi Cendrawasih itu diberikan kesempatan datang ke Bogor walaupun hafalan baru 3 Juz.
Riyadhus yang sudah menjadi pembina sejak Mukhayyam pertama, mengatakan, program ini merupakan program berjenjang selama kurang lebih empat taun. Dimulai dari mukhayyam 1 sampai muhayyam 8.
Setiap tujuh bulan sekali, mukhayyam periode berikutnya dimulai. Diharapkan pada saat mukhayyam 8, bisa mencetak 200 hafidzah, yang tersebar di seluruh nusantara.
Mental digembleng
Selama lima hari, peserta digembleng. Tiada menit tanpa bersentuhan dengan ayat-ayat Allah. Target mereka di sana mampu bertilawah 10-15 Juz/hari.
Selain itu, mereka juga diwajibkan menyetor hapalan baru sebanyak empat Juz yang dicicil sampai akhir acara.
“Jika peserta sebelumnya sudah punya hapalan 10 Juz, maka nanti dia akan menyetor empat Juz,”ungkapnya. Itu berarti saat para peserta pulang, sebanyak 14 Juz sudah tersimpan didalam dada-dada mereka.
Berdasarkan pengalaman mukhayyam sebelumnya, sekitar 75 persen peserta mampu mencapai target yang ditentukan. Sebanyak dua belas musyrif dan musyrifah siap menerima setoran hapalan.
Tidak hanya bertilawah dan menghapal, mukhayyam juga menjadi ajang pembinaan ruhiyah. Setiap pagi dan sore, peserta akan mendengarkan tausyiah dari para pembina.
Termasuk tahan berdiri selama lima jam. Sama seperti dua mukhayyam sebelumnya mulai jam 23.00- 4.00, shalat malam dilakukan berjamaah.
Sebanyak empat Juz dibaca sampai sebelum adzan Subuh. Total sebanyak 20 juz terbaca setiap malamnya. Sepuluh juz sisanya dibaca bersama-sama saat siang hari. Sehingga diakhir acara bisa khatam 30 Juz.
Ustadzah Suhartatiek, Al Hafidzah, salah satu musyrifah di Mukhayyam 3, mengatakan bahwa tabiat Penghapal Qur’an adalah disiplin. Ketat dalam mengatur waktu dan menempatkan Al-Quran sebagai prioritas.
“Ketika tahajud, ia me-muroja’ah (mengulang-ulang) hapalannya. Semakin banyak hapalan, maka semakin lama tahajud-nya,”ulasnya. Wanita yang akrab dipanggil Suhartatiek ini mengatakan, bahkan bisa saja dalam dua rakaat tahajud, sebanyak satu Juz Quran yang dibaca.