Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah
alhikmah.ac.id – Kata syukur sepadan dengan kata al-hamdu walaupun kata syukur lebih dekat pada pengucapan rasa terimakasih terhadap nikmat yang telah Allah swt. anugrahkan kepada seseorang, sementara kata al-hamdu merupakan ungkapan rasa terimakasih dalam bentuk umum.
Para ulama mendefinisikan Syukur sebagai ungkapan aplikatif dengan menggunakan segala apa yang dianugrahkan Allah swt sesuai dengan tujuan penciptaan anugrah itu. Karena itu syukur terbagai pada tiga bagian; syukur i’tiqodi (bersyukur dalam bentuk keyakinan), syukur qauli (bersyukur dalam bentuk ucapan) dan syukur ‘amali (bersyukur dalam bentuk perbuatan dan prilaku). Jadi untuk mensyukuri suatu nikmat secara sempurna, seseorang harus mengetahui terlebih dahulu untuk apa nikmat tersebut diciptakan dan dianugrahkan Allah swt. Misalnya, untuk apa mata, telinga, akal dan alam ini diciptakan Allah swt. Jika telah ditemukan jawabannya, maka gunakanlah nikmat itu sesuai dengan tujuan dimaksud.
Kalau kita telusuri ayat-ayat Al-Quran maka kita akan jumpai banyak ayat-ayatnya yang berkenaan tentang syukur; baik dalam bentuk kata kerja masa lampau, kata kerja masa kini dan akan datang dan kata kerja perintah, atau dalam bentuk masdar dan dalam bentuk isim fa’il. Kesemua bentuk tersebut memiliki tujuan tertentu, dan memberikan pelajaran kepada umat manusia bahwa apapun bentuknya dan bagaimanapun keadaanya manusia harus tetap bersyukur kepada Allah.
Kenapa demikian..??
Karena setiap orang sangat memerlukan Allah swt dalam setiap gerak kehidupannya. Dari udara untuk bernafas hingga makanan yang ia makan, dari kemampuannya untuk menggunakan tangannya hingga kemampuan berbicara, dari perasaan aman hingga perasaan bahagia, seseorang benar-benar sangat memerlukan apa yang telah diciptakan oleh Allah swt dan apa yang dikaruniakan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan orang tidak menyadari kelemahan mereka dan tidak menyadari bahwa mereka sangat memerlukan Allah swt. Mereka menganggap bahwa segala sesuatu terjadi dengan sendirinya atau mereka menganggap bahwa segala sesuatu yang mereka peroleh adalah karena hasil jerih payah mereka sendiri.
Anggapan ini merupakan kesalahan yang sangat fatal dan benar-benar tidak mensyukuri nikmat Allah swt. Anehnya, orang-orang yang telah menyatakan rasa terima kasihnya kepada seseorang karena telah memberi sesuatu yang remeh kepadanya, mereka menghabiskan hidupnya dengan mengabaikan nikmat Allah swt yang tidak terhitung banyaknya di sepanjang hidupnya. Bagaimanapun, nikmat yang diberikan Allah swt kepada seseorang sangatlah besar sehingga tak seorang pun yang dapat menghitungnya. Allah swt menceritakan kenyataan ini dalam sebuah ayat sebagai berikut:
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” An-Nahl:18.
Orang-orang yang beriman kepada Allah swt akan selalu menyadari kelemahan mereka di hadapan Allah swt sehingga mereka selalu memanjatkan syukur dengan rendah diri atas setiap nikmat yang diterima. Bukan hanya kekayaan dan harta benda yang disyukuri, namun mereka memahami bahwa Allah wt adalah Pemilik segala sesuatu, bersyukur atas kesehatan, keindahan, ilmu, hikmah, kepahaman, wawasan, dan kekuatan yang dikaruniakan kepada mereka, dan mereka mencintai keimanan dan membenci kekufuran. Mereka bersyukur karena telah dibimbing dalam kebenaran dan dimasukkan dalam golongan orang-orang beriman. Pemandangan yang indah, urusan yang mudah, keinginan yang tercapai, berita-berita yang menggembirakan, perbuatan yang terpuji, dan nikmat-nikmat lainnya, semua ini menjadikan orang-orang beriman berpaling kepada Allah, bersyukur kepada-Nya yang telah menunjukkan rahmat dan kasih sayang-Nya.
Dan perlu difahami juga bahwa syukur selain sebagai kewajiban manusia terhadap segala pemberian dan anugrah Allah swt sebagaimana yang telah disebutkan di atas, juga merupakan kebutuhan setiap orang, sehingga dengan prilaku syukur tersebut akan mendatangkan berbagai macam kebaikan dan kenikmatan lainnya, ditambah lagi banyak pahala yang telah dipersiapkan Allah swt orang-orang ahli syukur.
Ini merupakan rahasia lain yang dinyatakan dalam al-Qur’an; Allah swt menambah nikmat-Nya kepada orang-orang yang bersyukur. Misalnya, bahkan Allah swt memberikan kesehatan dan kekuatan yang lebih banyak lagi kepada orang-orang yang bersyukur kepada-Nya atas kesehatan dan kekuatan yang mereka miliki. Bahkan Allah swt mengaruniakan ilmu dan kekayaan yang lebih banyak kepada orang-orang yang mensyukuri ilmu dan kekayaan tersebut. Hal ini karena mereka adalah orang-orang yang ikhlas yang merasa puas dengan apa yang diberikan Allah swt dan mereka ridha dengan karunia tersebut, dan mereka menjadikan Allah swt sebagai pelindung mereka. Allah swt menceritakan rahasia ini dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” Ibrahim:7.
Mensyukuri nikmat juga menunjukkan tanda kedekatan dan kecintaan seseorang kepada Allah swt. Orang-orang yang bersyukur memiliki kesadaran dan kemampuan untuk melihat keindahan dan kenikmatan yang dikaruniakan Allah swt.
Orang-orang mukmin sejati tetap bersyukur kepada Allah swt sekalipun mereka berada dalam keadaan yang sangat sulit. Seseorang yang melihat dari luar mungkin mengira berkurangnya nikmat pada diri orang-orang yang beriman. Padahal, orang-orang beriman yang mampu melihat sisi-sisi kebaikan dalam setiap peristiwa dan keadaan juga mampu melihat kebaikan dalam penderitaan tersebut. Misalnya, Allah swt menyatakan bahwa Dia akan menguji manusia dengan rasa takut, lapar, kehilangan harta dan jiwa. Dalam keadaan seperti itu, orang-orang beriman tetap bergembira dan merasa bersyukur, mereka berharap bahwa Allah swt akan memberi pahala kepada mereka berupa surga sebagai pahala atas sikap mereka yang tetap istiqamah dalam menghadapi ujian tersebut. Mereka mengetahui bahwa Allah swt tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kekuatannya.
Sikap istiqamah dan tawakal yang mereka jalani dalam menghadapi penderitaan tersebut akan membuahkan sifat sabar dan syukur dalam diri mereka. Dengan demikian, ciri-ciri orang yang beriman adalah tetap menunjukkan ketaatan dan bertawakal kepada-Nya, dan Allah swt berjanji akan menambah nikmat kepada hamba-hamba-Nya yang mensyukuri nikmat-Nya, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Jika menilik surat Ar-Rahman, Allah swt membicarakan aneka nikmat-Nya dalam kehidupan dunia ini dan kehidupan akhirat kelak. Hampir pada setiap dua nikmat yang disebutkan, Al-Quran mengulangi satu pertanyaan dengan redaksi yang sama; maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingkari?
Pertanyaan tersebut terulang sebanyak tiga puluh satu kali. Sementara ulama menganalisis jumlah itu dan mengelompokkannya untuk kemudian sampai pada suatu kesimpulan.
Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat Allah swt dalam kehidupan dunia ini, antara lain nikmat pengajaran Al-Quran, pengajaran berekspresi, langit, bumi, matahari, lautan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.
Tujuh pertanyaan kedua dalam kaitan dengan ancaman siksa neraka di akhirat nanti. Perlu diingat bahwa ancaman adalah bagian pemeliharaan dan pendidikan serta merupakan salah satu nikmat Allah swt.
Delapan pertanyaan ketiga berkaitan dengan nikmat Allah swt yang diperoleh dalam surga yang pertama.
Delapan pertanyaan keempat dalam kaitan dengan nikmat-nikmat pada surga kedua.
Dari hasil pengelompokkan demikian, para ulama menyusun semacam rumus yaitu siapa yang mampu mensyukuri nikmat-nikmat Allah swt yang disebutkan dalam rangkaian delapan pertanyaan pertama maka ia akan selamat dari ketujuh pintu neraka yang disebut dalam ancaman dalam tujuh pertanyaan berikutnya. Sekaligus dia dapat memilih pintu-pintu mana saja dari kedelapan pintu surga, baik surga pertama maupun surga kedua, baik surga kenikmatan duniawi maupun kenikmatan ukhrawi.
Bagitu agungnya kata syukur, dan bagitu besarnya orang yang mampu menysukuri segala nikmat Allah swt, walau dalam keadaan bagaimanapun dan kondisi apapun. Allahu akbar walillahilhamdu. Allahu a’lam (dkwt)