Alhikmah.ac.id – Syahadatain begitu berat diperjuangkan oleh para sahabat, bahkan mereka sedia dan tidak takut terhadap segala ancaman kafir. Sahabat nabi misalnya Habib berani menghadapi siksaan dari Musailamah yang memotong tubuhnya satu persatu, Bilal bin Rabah tahan menerima himpitan batu besar di tengah hari dan sederet nama lainnya. Mereka mempertahankan syahadatain. Muncullah pertanyaan kenapa mereka bersedia dan berani mempertahankan kalimah syahadat? Ini disebabkan kerana kalimah syahadat mengandung makna yang sangat mendalam bagi mereka. Syahadah bagi mereka dan arti yang sebenarnya mencakupi pengertian ikrar, sumpah dan janji. Mayoritas umat Islam mengartikan syahadat sebagai ikrar saja, apabila mereka tahu bahwa syahadat juga mengandung arti sumpah dan janji, serta tahu bahwa akibat janji dan sumpah maka mereka akan benar-benar mengamalkan Islam dan beriman. Iman sebagai dasar dan juga hasil dari pengertian syahadat yang betul. Iman secara sebutan oleh mulut, juga diyakini oleh hati dan diamalkan oleh perbuatan sebagai pengertian yang sebenarnya dari iman. Apabila kita mengamalkan syahadat dan mendasarinya dengan iman yang konsisten dan istiqamah, maka beberapa hasil akan dirasakan seperti keberanian, ketenangan dan optimis menjalani kehidupan. Kemudian Allah Swt memberikan kebahagiaan kepada mereka di dunia dan di akhirat.
Madlul Syahadah.
Pernyataan (ikrar), yaitu suatu statemant seorang muslim mengenai keyakinannya. Pernyataan ini sangat kuat karena didukung oleh Allah, Malaikat dan orang-orang yang berilmu (para nabi dan orang yang beriman). Hasil dari ikrar ini adalah kewajiban kita untuk menegakkan dan memperjuangkan apa yang diikrarkan.
Sumpah (qasam) yaitu pernyataan kesediaan menerima akibat dan resiko apapun dalam mengamalkan syahadat. Muslim yang menyebut asyhad berarti siap dan bertanggung-jawab dalam tegaknya Islam. Pelanggaran terhadap sumpah ini adalah kemunafikan dan tempat orang munafik adalah neraka jahanam.
Perjanjian yang teguh (mitsaq) yaitu janji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah yang terkandung dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasul.
Dalil:
- Q.3: 18, syahadat yang berarti ikrar dari Allah, Malaikat dan orang-orang yang berilmu tentang Laa ilaha illa Allah. Q.7: 172, ikrar tentang Rububiyatullah manusia merupakan alasan bagi ikrar tentang keesaan Allah. Q.3: 81, ikrar para nabi mengakui kerasulan Muhammad Saw meskipun mereka hidup sebelum kedatangan Rasulullah Saw.
- Q.63: 1-2, syahadat berarti sumpah. Orang-orang munafiq berlebihan dalam pernyataan syahadatnya, padahal mereka tidak lebih sebagai pendusta. Q.4: 138-145, beberapa ciri orang yang melanggar sumpahnya yaitu memberikan wala kepada orang-orang kafir, memperolok-olok ayat Allah, mencari kesempatan dalam kesempitan kaum muslimin, menunggu-nunggu kesalahan kaum muslimin, malas dalam sholat dan tidak punya pendirian. Orang-orang mukmin yang sumpahnya teguh tidak akan bersifat seperti tersebut.
- Q.5: 7, 2: 285, syahadat adalah mitsaq yang harus diterima dengan sikap sam’an wa tha’atan didasari dengan iman yang sebenarnya terhadap Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari Akhir dan Qadar baik maupun buruk. Q.2: 93, pelanggaran terhadap mitsaq ini berakibat laknat Allah seperti yang pernah terjadi pada orang-orang Yahudi.
Iman.
Syahadah yang dinyatakan seorang muslim penuh kesadaran sebagai sumpah dan janji setia ini merupakan ruh iman, yaitu:
Ucapan (qaul) yang senantiasa sesuai dengan isi hatinya yang suci. Perkataan maupun kalimat yang keluar dari lidahnya yang baik serta mengandungi hikmah. Syahadah diucapkan dengan penuh kebanggaan iman (isti’la-ul iman) berangkat dari semangat isyhadu biannaa muslimin.
Membenarkan (tasydiq) dengan hati tanpa keraguan. Yaitu sikap keyakinan dan penerimaan dengan tanpa rasa keberatan atau pilihan lain terhadap apa yang didatangkan Allah.
Perbuatan (amal) yang termotivasi dari hati yang ikhlas dan kefahaman terhadap maksud-maksud aturan Allah. Amal merupakan cerminan dari kesucian hati dan upaya untuk mencari ridha Ilahi. Amal yang menunjukkan sikap mental dan moral Islami yang dapat dijadikan teladan.
Ketiga perkara diatas tidak terpisahkan sama sekali. Seorang muslim yang tidak membenarkan ajaran Allah dalam hatinya bahkan membencinya, meskipun kelihatan mengamalkan sebahagian ajaran Islam adalah munafiq I’tiqadi yang terlaknat. Muslim yang meyakini kebenaran ajaran Islam dan menyatakan syahadatnya dengan lisan tetapi tidak mengamalkan dalam kehidupan adalah munafiq amali. Sifat nifaq dapat terjadi sementara terhadap seorang muslim oleh karena berdusta, menyalahi janji atau berkhianat.
Dalil:
- Q.49: 15, 4: 65, 33: 36, Iman adalah keyakinan tanpa keraguan, penerimaan menyeluruh tanpa rasa keberatan, kepercayaan tanpa pilihan lain terhadap semua keputusan Allah. Q.3: 64, sikap hidup yang merupakan cermin identitas Islam.
- Q.4: 123-125, Iman bukanlah hanya angan-angan, tetapi sesuatu yang tertanam di dalam hati dan harus diamalkan dalam bentuk praktikal. Amal yang dikerjakan harus merupakan amal sholeh yang dilakukan dengan ihsan dan penyerahan yang sempurna kepada kehendak Allah. Dalam melakukan amal tersebut, seorang mukmin merasa dikawal oleh Allah Swt.
- Q.2: 80, diantara kekeliruan ummat Islam adalah mencontoh sikap Yahudi. Misalnya merasa bahwa neraka merupakan siksaan yang sebentar sehingga tidak apa memasukinya. Atau mereka merasa akan masuk surga semata-mata karena imannya sehingga tidak perlu beramal sholeh lagi.
- Q.2: 8, 63: 1-2, 48: 11, Ucapan lisan tanpa membenarkan dengan hati adalah sikap nifaq I’tiqadi. Berbicara dengan mulutnya sesuatu yang tidak ada dalam hatinya.
- Hadits. Tanda-tanda munafiq ada tiga. Jika salah satu ada pada seseorang, maka ia merupakan munafiq sebahagian. Bila keseluruhannya terdapat, maka ia munafiq yang sesungguhnya yaitu: bila berbicara ia berdusta, bila berjanji menyalahi, dan bila diberi amanah ia berkhianat. Ketiga tanda ini termasuk jenis munafiq amali.
- Imam Hasan Basri berkata, “Iman bukanlah angan-angan, bukan pula sekedar hiasan, tetapi keyakinan yang hidup di dalam hati dan dibuktikan dalam amal perbuatan”.
Istiqamah.
Keimanan seseorang muslim yang mencakupi tiga unsur di atas mesti selalu dipelihara dan dijaga dengan sikap istiqamah. Istiqamah adalah konsisten, tetap dan teguh. Tetap pada pendirian, tidak berubah dan tahan uji. Sikap istiqamah akan melahirkan tiga hal yang merupakan ciri orang-orang beriman sempurna, yaitu:
Syajaah (keberanian) muncul karena keyakinan sebagai hamba Allah yang selalu dibela dan didukung Allah. Tidak takut menghadapi tantangan hidup, siap berjuang untuk tegaknya yang haq (benar). Keberanian juga bersumber kepada keyakinan terhadap qadha dan qadar Allah yang pasti. Tidak takut pada kematian karena kematian di jalan Allah merupakan anugerah yang selalu dirindukannya.
Itm’inan (ketenangan) berasal dari keyakinan terhadap perlindungan Allah yang memelihara orang-orang mukmin secara lahir dan batin. Dengan senantiasa ingat pada Allah dan selalu berpanduan kepada petunjukNya (kitabullah dan sunnah), maka ketenangan akan selalu hidup di dalam hatinya.
Tafaul (optimis), meyakini bahwa masa depan adalah milik orang-orang yang beriman. Kemenangan ummat Islam dan kehancuran kaum kufar sudah pasti. Mukmin menyadari bahwa amal perbuatan yang dilakukannya tidak akan sia-sia, melainkan pasti dibalas Allah dengan pembalasan yang sempurna.
Dalil:
- Q.11: 112-113, istiqamah artinya tidak menyimpang atau cenderung pada kekufuran. Q.17: 73-74, istiqamah tetap teguh, tahan dan kuat dalam menghadapi dan melaksanakan perintah Allah. Q.42: 15, terus berjuang menyampaikan ajaran Allah dengan tidak mengikuti hawa nafsu. Hadits: Abi Amr atau Abi Amrah Sofyan bin Abdillah, ia berkata: “aku berkata: Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku tentang suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seseorang kecuali kepadamu’. Bersabdalah Rasulullah, katakanlah: aku telah beriman kepada Allah, kemudian berlaku istiqamahlah kamu”. (Muslim).
- Q.41: 30-32, orang yang beristiqamah didukung Malaikat yang akan menjadikannya berani, tenang dan optimis. Q.9: 52, sumber keyakinan tentang qadha dan qadar yang menimbulkan keberanian, kecelakaan atau kemudharatan hanyalah ketentuan Allah belaka. Q.3: 157-158, kemuliaan merupakan anugerah Allah bagi orang-orang mukmin sehingga mereka tidak takut menyampaikan risalah kebenaran, lihat Q.33: 39.
- Q.13: 28, ketenangan dapat diperoleh dengan mengingat Allah. Q.47: 7, 3: 173, 33: 23, ketenangan yang diperoleh karena tawakkal terhadap janji perlindungan Allah yang pasti sehingga timbul pula keberanian menghadapi musuh. Ibnu Taimiyah berkata, “apa yang hendak dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Sesungguhnya surga aku terletak dihatiku. Dimanapun aku berada ia selalu bersamaku. Sesungguhnya kematianku adalah syahid. Penjaraku adalah rasa manis, sedangkan mengusirku bagiku adalah travelling. Ibnu Qayyim mengambil perkataan seorang alim “sesungguhnya kita berada dalam kelezatan (hati) yang seandainya anak-anak raja mengetahuinya tentu mereka ingin mengambilnya dengan pedang-pedang mereka.
- Q.3: 160, optimis bahwa dengan pertolongan Allah tak akan ada yang dapat mengalahkan. Q.33: 22-23, contoh optimis para sahabat Rasul di perang Ahzab. Hadits, Rasulullah yakin akan mengalahkan Rumawi dan Parsi dengan menjanjikan kepada Saraqah bin Malik akan memberikan gelang dan mahkota Parsi dengan keislamannya. Hal ini kemudian terbukti dengan kemenangan kaum muslimin dalam perang Qadissiyya.
Assa’adah.
Ketiga hasil istiqamah tadi akan membuat kebahagiaan bagi orang yang memilikinya. Jadi hanya syahadat sejati dapat menimbulkan sa’adah. Hanya Islam dengan konsep syahadat yang dapat memberikan kebahagiaan kepada manusia di dunia maupun di akhirat.