alhikmah.ac.id – Kebanyakan umat manusia sibuk mencari rizki dan berlomba meraih sebanyak-banyaknya kekayaan. Sehingga sebagian manusia lebih kaya daripada yang lain dan sebagian lagi ada yang hidup kekurangan dan miskin harta. Ketimpangan pendapatan dan jumlah kekayaan ini membuat sebagian orang walaupun beragama Islam putus asa dalam mengusahakan rizki. Bahkan ada sebagian yang menyangka bahwa berpegang dengan aturan Islam akan mengurangi rizki, sehingga halal dan haram tidak lagi menjadi perhatian dan tidak terlalu dipermasalahkan, karena yang penting mendapatkan jatah sebanyak-banyaknya dari kekayaan dan kenikmatan dunia.
Rizki adalah jaminan tanggungan Allah SWT, yang diberikan kepada setiap makhluk. Allah SWT telah menetapkan rizki bagi setiap manusia dan makhluk, sehingga tidak seorang pun dapat menghalanginya. Allah memberikan banyak jalan kepada setiap hamba-Nya untuk memperolehi rizki dalam berbagai bentuk kebaikan dunia dan akhirat. Allah telah menjamin rizki semua mahluk. “Dan tidak ada makhluk bernyawa yang melata di permukaan bumi kecuali Allah lah yang menanggung rizkinya.” (Hud: 6).
Setiap muslim harus memahami, menyadari, dan berpegang teguh kepada syariat Allah dan menggunakan sebab-sebab yang sesuai dengan syariat agar Allah Yang Maha Pemberi Rizki memudahkannya mencapai jalan-jalan dan membuka pintu-pintu untuk mendapatkan rizki dari setiap arah dan meraih keberkahan rizki dari langit dan bumi.
Penyebab dan Pintu Rizki
Diantara sebab dan pintu rizki adalah istighfar (memohon ampunan) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan: “taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang bisa ditambal (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna”.
Taubat merupakan perbuatan yang sangat disukai oleh Allah SWT, sebagaimana sabda Nabi saw bahwa “Allah lebih senang terhadap taubat seorang hamba-Nya daripada senangnya seorang yang menemukan kembali hartanya yang hilang.” (HR. Muslim). Allah menceritakan Nabi Nuh tentang cara beliau menasehati umatnya agar meraih rizki yang berlimpah; “Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh: 10-12). Dalam fatwa ulama ditemukan anjuran untuk bertaubat dan beristighfar agar terbuka pintu rizki. Imam Al-Hasan Al-Bashri menganjurkan agar beristighfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-kebun.
Dalam hadits dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka.” (Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Pintu lain dari rizki adalah taqwa. Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani mendefinisikan bahwa “taqwa adalah menjaga jiwa dari perbuatan dosa, yaitu dengan meninggalkan apa yang dilarang (Allah). Dan takwa itu lebih sempurna dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan”. Allah berfirman yang artinya; “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberi-nya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3).
Seiring dengan takwa, pintu lain dari rizki adalah bertawakkal kepada Allah. Imam Al-Ghazali berkata: “Tawakkal adalah penyandaran hati hanya kepada al-Wakil (Allah) semata.” Orang yang bertawakkal kepada Allah, pasti dicukupi segala kebutuhannya. Allah berfirman: “Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiaptiap sesuatu.” (Ath-Thalaq: 3). Dalam hadits dari Umar bin Khaththab dari Rasulullah bersabda: “Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Al-Muba-rak, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Qhudha’i dan Al-Baghawi).
Tawakkal kepada Allah bukan berarti meninggalkan usaha. Dari Ja’far bin Amr bin Umayah dari ayahnya , ia berkata: “Seseorang berkata kepada Nabi , Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal?’ Nabi bersabda: ‘Ikatlah kemudian bertawakkallah’.” (Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim)
Kunci rizki yang lain adalah beribadah kepada Allah sepenuhnya. Dalam hadits Qudsi dari Abu Hurairah , dari Nabi bersabda: “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘wahai anak Adam!, beribadahlah sepenuhnya kepadaKu, niscaya Aku penuhi (hatimu yang ada) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan, niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Aku penuhi kebutuhanmu (kepada manusia)’.” (Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim)
Pintu rizki berikutnya adalah silaturrahim. Silaturrahim adalah usaha untuk memberikan kebaikan kepada kerabat dekat dan upaya untuk menolak keburukan dari mereka, baik dengan harta atau dengan lainnya. Makna “ar-rahim” adalah para kerabat dekat. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Ar-rahim” secara umum adalah para kerabat dekat, antara mereka terdapat garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau tidak.” Dalam hadits dari Abu Hurairah , ia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaknyalah ia menyambung (tali) silaturrahim”. (HR. Bukhari)
Dalam atsar dari Abu Bakrah dari Nabi bahwasanya beliau bersabda: “Sesungguhnya keta’atan yang paling disegerakan pahalanya adalah silaturrahim. Bahkan hingga suatu keluarga yang ahli maskiat pun, harta mereka bisa berkembang dan jumlah mereka bertambah banyak jika mereka saling bersilaturrahim. Dan keluarga yang saling bersilaturrahim tidak akan kekurangan.” (Imam Ibnu Hibban)
Infak di jalan Allah menjadi salah satu sebab dan pintu rizki. Dalam al-Qur’an disebutkan; “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, niscaya Dia akan menggantinya”. (Saba’: 39). Ganti dan balasan dari Allah hingga tujuh ratus kali lipat lebih. (Al-Baqarah : 261)
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi beliau bersabda: “Ketika seorang laki-laki berada di suatu tanah lapang bumi ini, tiba-tiba ia mendengar suara dari awan, ‘Sira-milah kebun si fulan!’ Maka awan itu berarak menjauh dan menuangkan airnya di areal tanah yang penuh de-ngan batubatu hitam. Di sana ada aliran air yang me-nampung air tersebut. Lalu orang itu mengikuti kemana air itu mengalir. Tiba-tiba ia (melihat) seorang laki-laki yang berdiri di kebunnya. Ia mendorong air tersebut dengan skopnya (ke dalam kebunnya). Kemudian ia bertanya, ‘Wahai hamba Allah! Siapa namamu?’ Ia menjawab, ‘Fulan’, yakni nama yang didengar di awan. Ia balik bertanya, “Wahai hamba Allah, kenapa engkau menanyakan namaku?’ Ia menjawab, ‘Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang menurunkan air ini. Suara itu berkata, ‘Siramilah kebun si fulan! Dan itu adalah namamu. Apa sesungguhnya yang engkau laku-kan?’ Ia menjawab, “Jika itu yang engkau tanyakan, maka sesungguhnya aku memperhitungkan hasil yang didapat dari kebun ini, lalu aku bersedekah dengan sepertiganya, dan aku makan beserta keluargaku sepertiganya lagi, kemudian aku kembalikan (untuk menanam lagi) sepertiganya’.”
Dalam hal ini yang lebih diprioritaskan adalah memberi infak kepada orang yang sepenuhnya menuntut ilmu syari’at (agama), apalagi ia juga fakir. Dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Anas bin Malik bahwasanya ia berkata: “Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah. Salah seorang daripadanya mendatangi Nabi dan (saudaranya) yang lain bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu kepada Nabi maka beliau bersabda: “Mudah-mudahan engkau diberi rizki karena dia (kebaikanmu terhadapnya).” Tentang infak untuk orang yang lemah dan fakir, Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Mush’ab bin Sa-’dan dari Rasulullah bersabda: “Bukankah kalian ditolong dan diberi rizki (oleh Allah) lantaran orang-orang lemah di antara kalian?”
Ada lagi pembuka pintu-pintu rizki, yaitu menikah sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah swt : “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskan, Allah akan member kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah MAha Luas (pemberian-Nya), Lagi MAha Mengetahui.”(An-Nur:32)
Rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah akan menambahkan keridhaan Allah swt, sehingga Dia pasti menambahkan kenikmatan dan rizki. Allah berfirman: “Jika kalian bersyukur, niscaya Aku tambahkan nikmat-Ku atasmu, tetapi jika kalian kufur sesungguhnya Azabku sangat pedih.” ( Ibrahim: 7).
Dalam lingkup ikhtiyar dan usaha,pintu rizki akan lebih terbuka bagi orang yang bersegera di waktu pagi hari dalam mencari penghasilan dan rizki, sebagaimana isyarat dari doa Nabi saw untuk umatnya: “Ya Allah, berkahilah untuk ummatku waktu pagi mereka” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Semoga Allah memberkahi kita dan umat Islam dengan keberkahan rizki dari segala penjuru langit dan bumi, sehingga menjadi mulia dan memimpin umat manusia dalam keimanan dan kebaikan. Amin.
oleh: DR. Tajuddin Pogo, Lc. MH