alhikmah.ac.id – Lauhul mahfudz menjadi bukti otentik akan ketetapan takdir oleh Allah. Begitulah Allah membuat mekanisme kehidupan. Sehingga sehebat-hebatnya manusia, tetaplah jalan hidup mereka di bawah garisan takdir, Ranah legal manusia, hanyalah ikhtiar dan doa. Karena 2 hal tersebut ialah pengubah takdir. Seperti sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya doa dan takdir akan bertarung di langit.”
Doa, ikhtiar, dan takdir merupakan perangkat kehidupan yang tidak bisa terlepas dari manusia. Ketiganya saling mengisi, dan mempengaruhi satu sama lain. Tetapi yakinlah dengan keadilan yang Allah janjikan. Bahwa takdir yang kita anggap pahit, ternyata terdapat buah manis di baliknya. Begitu juga sebaliknya, seperti kisah pada zaman Bani Umayyah.
Umar bin Abdul Azis rahimahullah salah seorang khalifah bani Umayyah, meninggalkan sebelas anak. Masing-masing anak mendapat warisan hanya ¾ dinar saat menjelang kematiannya. Ia berkata kepada mereka, “Aku tidak mempunyai harta yang dapat kuwariskan.”
Sementara itu, Hisyam bin Abdul Malik salah seorang khalifah bani Umayyah berikutnya, meninggalkan 11 anak dan masing-masing anaknya mendapat satu juta dinar. Di kemudian hari, ternyata tidak ada satu pun dari anak-anak Umar bin Abdul Azis, kecuali mereka kaya. Bahkan salah seorang anaknya, sanggup menyediakan biaya dan harta pribadinya untuk seratus ribu pasukan berkuda, sekaligus dengan kudanya pada perang Fi Sabilillah. Sementara tidak seorang pun di antara anak-anak Hisyam bn Abdul Malik, kecuali mereka jatuh miskin.
Kesenjangan gaya hidup 2 pemimpin tadi, menggambarkan sebab-akibat kehidupan. Umar bin Abdul Azis yang mendidik anaknya dalam kesederhanaan, membuat anak-anaknya tumbuh mandiri. Sedangkan Hisyam bin Abdul Malik yang memanjakan anaknya dengan harta, malah membuat mereka menderita di kemudian hari. Fenomena ini seperti dijelaskan dalam firman Allah:
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
Artinya: Dan masa (kejayaan/kehancuran) itu, kami pergilirkan di antara manusia. (Ali-Imran: 140)
Perputaran roda takdir akan terus berjalan. Tidak memandang status maupun jabatan. Tidak mengenal ruang dan waktu. Kita hanya bisa ikhtiar dan berdoa. Dari dua hal tersebut, setidaknya kita bisa memperindah alur kehidupan yang akan datang.