Puasa Tanggal 11 Muharram?

Share to :

alhikmah.ac.id – Alhamdulillah, puja dan puji bagi Allah Ta’ala. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk Rasul-Nya, Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.

Pada dasarnya memperbanyak puasa pada bulan Muharram sangat-sangat dianjurkan, khususnya pada tanggal 10-nya yang dinamakan dengan hari ‘Asyura. Juga dianjurkan untuk berpuasa tenggal 9-nya, yang disebut sebagai hari Tasu’a. Tujuannya, untuk menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani -yang sebagiannya- mereka berpuasa pada hari kesepuluhnya (‘Asyura) saja.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadlan adalah puasa pada Syahrullah (bulan Allah) Muharram. Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardlu.” (HR. Muslim, no. 1982 dari Abu Hurairah)

وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

Puasa hari ‘Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu.” (HR. Muslim no. 1975)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, “Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa padanya, mereka menyampaikan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani.’ Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau begitu, pada tahun depan insya Allah kita berpuasa pada hari kesembilan’. Dan belum tiba tahun yang akan datang, namun Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sudah wafat.” (HR. Muslim, no. 1916)

Berkata Imam al-Syafi’i dan para sahabatnya, Ahmad, Ishaq dan selainnya, “Disunnahkan berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh secara  keseluruhan, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah berpuasa pada hari ke sepuluh dan berniat puasa pada hari kesembilan.”

Puasa Tanggal 11 Muharram

Sebagian ulama ada yang berpendapat disunnahkan berpuasa pada tanggal 11 Muharram, di samping tanggal 9 dan 10 Muharram, di antaranya Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Argumen yang dijadikan sandaran adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,

صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا

Berpuasalah pada hari ‘Asyura dan selisihal kaum Yahudi dengan berpuasa satu hari sebelumnya dan satu hari sesudahnya.” (HR. Ahmad no. 2418, Al-Humaidi dalam musnadnya no. 485, dan Ibnu Huzaimah dalam Shahihnya no. 2095.)

Imam al-Syaukani rahimahullah dalam Nail al-Authar mengomentari riwayat di atas,

رِوَايَةُ أَحْمَدَ هَذِهِ ضَعِيفَةٌ مُنْكَرَةٌ مِنْ طَرِيقِ دَاوُد بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ ، رَوَاهَا عَنْهُ ابْنُ أَبِي لَيْلَى

“Riwayat Ahmad ini adalah lemah dan munkar, berasal dari jalur Dawud bin Ali, dari ayahnya, dari kakeknya. Ibnu Abi Laila meriwayatkan darinya. . .” Begitu juga Syaikh al-Albani menguatkan akan kedhaifan riwayat ini yang beliau sebutkan dalam Dhaif al-Jami’ al-Shaghir.

Maka jika melandaskan puasa tanggal 11 Muharram dengan dalil ini , maka dalil tersebut tidak bisa dijadikan landasan dalil karena status hadits tersebut yang dhaif sekali. Namun, jika niat dari berpuasa tanggal 11 adalah untuk memperbanyak puasa pada bulan Muharram atau untuk menggenapkan puasa tiga hari setiap bulan, maka tidak mengapa. Bahkan, dia telah melaksanakan sunnah dan –Insya Allah- terhitung sebagai shiyam dahr.

Dari Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Puasalah tiga hari dari setiap bulan. Sesungguhnya amal kebajikan itu ganjarannya sepuluh kali lipat, seolah ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan al-Nasai)

Memang disunnahkan pelaksanakannya pada Ayyamul Bidh (hari-hari putih), yaitu tanggal 13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah. Berdasarkan riwayat Abi Dzarr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنْ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin berpuasa tiga hari dari salah satu bulan, maka berpuasalah pada hari ketiga belas, empat belas, dan lima belas.” (HR. Al-Tirmidzi)

Dari Jabir bin Abdillah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

صِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صِيَامُ الدَّهْرِ وَأَيَّامُ الْبِيضِ صَبِيحَةَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

Puasa tiga hari setiap bulan adalah puasa dahr (puasa setahun). Dan puasa ayyamul bidh (hari-hari putih) adalah hari ketiga belas, empat belas, dan lima belas.” (HR. Al-Nasai dan dishahihkan Syaikh al-Albani)

Dan jika tidak melaksanakan shaum itu pada Ayyamul Bidh, tidak mengapa melaksanakannya pada awal bulan atau akhir bulan. Dari Mu’adzah ad ‘Adawiyah, sesungguhnya ia pernah bertanya kepada ‘Aisyah radliyallah ‘anha: “Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa melaksanakan shaum selama tiga hari setiap bulannya?” ‘Aisyah menjawab: “Ya”. Ia pun bertanya lagi: “Hari-hari apa saja yang biasanya beliau melaksanakan shaum?” Aisyah pun menjawab: “Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak terlalu memperhatikan hari keberapa dari setiap bulannya beliau melaksanakan shaum.” (HR. Muslim)

Dalam Majmu’ Fatawa wa Rasail, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata, “Seorang boleh berpuasa pada awal bulan, pertengahannya, ataupun di akhirnya secara berurutan atau terpisah-pisah. Tetapi yang paling afdhal (utama) dilaksanakan  pada Ayyamul Bidh, yaitu tanggal tiga belas, empat belas, dan lima belas. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radliyallah ‘anha, “Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa tiga hari setiap bulan. Beliau tidak terlalu peduli apakah berpuasa di awal atau di akhir bulan.” (HR. Muslim)

Fatwa Syaikh Utsaimin Tentang Anjuran Puasa Tanggal 9, 10 dan 11 Muharram

Syaikh Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: “Dalam selebaran yang dibagikan secara gratis, memuat penjelasan keutamaan puasa bulan Muharram dan ‘Asyura (10 Muharram,-red). Berikut ini teks selebaran itu, kami memohon penjelasan apakah riwayatnya shahih.

Dari Ibnu Abbas radliyallah ‘anhuma, “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan menyuruh (para sahabat) untuk berpuasa di hari itu.” (Muttafaq ‘Alaih)

Masih dari Ibu ‘Abbas, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ

“Jika tahun depan aku masih hidup, pasti aku kan berpuasa juga pada hari kesembilannya.” (HR. Muslim)

Dari Abu Qatadah radliyallah ‘anhu, Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang puasa hari ‘Asyura. Beliau menjawab, “Akan menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah radliyallah ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

Puasa yang paling utama sesudah Ramadlan adalah pada syahrullah (bulan Allah) Muharram. Dan shalat yang paling utama sesudah shalat lima waktu adalah shalat malam.” (HR. Muslim)

Saudaraku umat Islam, berpuasalah pada tanggal sembilan dan sepuluh atau tanggal sepuluh dan sebelas dari Muharram agar mendapat pahala yang banyak, Insya Allah. Jika engkau bisa berpuasa seluruhnya (tanggal 9, 10, dan 11) itu lebih sempurna, maka engkau mendapat pahala puasa tiga hari setiap bulan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberitakan bahwa puasa tiga hari setiap bulan menyerupai Shiyam Dahr (puasa setahun). Semoga Allah memberi taufiq kepada saya dan Anda untuk melaksanakan kebaikan di dalamnya.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin menjawab; Apa yang disebutkan tentang keutamaan puasa bulan Muharram dan ‘Asyura dalam selebaran ini adalah shahih. (Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa wa Rasail, jilid 20, Kitab Ash-Shiyam)

Penutup

Berpuasa pada tanggal 11 Muharram pada dasarnya tidak mengapa kalau diniatkan untuk memperbanyak puasa pada bulan Muharram atau untuk melaksanakan puasa tiga hari setiap bulan yang terhitung sebagai shiyam dahr. Namun jika diniatkan untuk melaksanakan hadits Ibnu Abbas dalam musnad Ahmad diatas untuk menyelisihi orang Yahudi maka tidak dibenarkan. Karena hadits tersebut sangat lemah, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai landasan argumen. Wallahu Ta’ala a’lam.

 

Picture of admin

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sign up for our Newsletter