Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah
alhikmah.ac.id – Peninggalan manusia purba yang ditemukan dalam galian arkeologi di lembah al Nathuf menunjukkan bahwa penduduk yang mendiami Palestina pada zaman pra sejarah, mereka berasal dari keturunan yang disebut ras Laut Tengah. Sejak 3000 SM, ketika terjadi berbagai eksodus ras Smith, mereka datang dari wilayah Arab menguasai Palestina hingga menjadi mayoritas di sana. Pada saat itulah suku Kan’an sampai di Palestina sekitar tahun 2500 SM. Pada tahun 1500 SM terjadi lagi eksodus ras Smith dari suku Ma’abiya, Edomiya dan Amuniya. Mereka menetap di wilayah selatan Suriah yang membentang dari Laut mati hingga Teluk Aqabah. Kemudian terjadi eksodus ras Smith ketiga yang dilakukan oleh kabilah Anbath, mereka menyebar dan menetap di wilayah Syam sekitar tahun 500 SM. (82)
Di sisi lain, ada kelompok lain yang melakukan eksodus ke Palestina pada sekitar tahun 1200 SM. Mereka adalah kaum bahari yang datang dari wilayah barat Asia Kecil dan kepulauan laut Ijah. Mereka menetap di pantai Palestina, yang kemudian dikenal dengan PLST (Ba Lam Sin Ta). Dengan cepat mereka berasimilasi dan melebur dengan orang-orang Kan’an. Adapun orang-orang Bani Israel, mereka telah mencoba masuk Palestina dengan dipimpin Nabi Musa alaihis salam pada akhir abad ke 12 (sekitar tahun 1230 SM), kemudian setelah itu mereka tinggal di wilayah-wilayah bagian timur laut Palestina. Namun setelah kejatuhan kedua negara mereka, 10 dari 12 suku Bani Israel yang ada melakukan eksodus. Termasuk sejumlah besar mereka yang dipindahkan oleh kerajaan Babilonia pada tahun 721 SM dan tahun 586 SM ke Irak, hingga jumlah mereka di Palestina menyusut drastis. Setelah itu mereka mengalami sedikit kebangkitan, ketika berhasil mendapatkan pemerintahan otonomi yang dipimpin oleh dinasti Mukabiya (tahun 164 – 37 SM), yaitu saat berada di bawah hegemoni Mesopotamia kemudian Romawi. Namun setelah abad kedua masehi (setelah tahun 135 M), tak satu pun peran mereka yang dapat dicatat. (83)
Sementara itu jalur-jalur perdagangan di wilayah negeri Syam sejak milenium pertama SM telah dikuasai secara mayoritas oleh orang-orang Saba’ dan Muin dari Yaman. Dan di antara kabilah-kabilah Arab pertama termasyhur yang mendiami wilayah Syam, termasuk di dalamnya tanah Palestina, adalah kabilah Qadha’ah yang di kemudian hari menjadi pemeluk Nasrani. Mereka ditunjuk oleh raja-raja Romawi untuk memimpin orang-orang Arab Syam. Kemudian datang kabilah Sulaih yang menggantikan tempat kabilah Qadha’ah. Kemudian Bani Ghassan eksodus dari Yaman pada akhir abad ke 3 M dan menetap di wilayah utara Hijaz, kemudian mereka berpindah ke negeri Syam dan pihak Bizantium mengakui kepemimpinan mereka. Maka mereka pun mendirikan negara yang memisahkan antara kerajaan Romawi dan Persia. Kekuasaan mereka meluas menguasai kabilah-kabilah Arab di Palestina. Kerajaan mereka berlanjut hingga sekitar tahun 584 M yang mulai surut kekuasaanya setelah mereka menentang kerajaan Romawi. Dan ketika kerajaan Persia menyerbu negeri Syam pada tahun 713, mereka menghabisi seluruh keturunan orang-orang Ghassan, peristiwa ini terjadi beberapa saat sebelum turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW, dan mulai tersebarnya Islam.
Sebelum masa Islam, negeri Syam mengenal tiga entitas Arab. Pertama adalah kemunculan kabilah Anbath di wilayah selatan, Tadmur di wilayah utara dan kabilah Ghassan berada antara kedua kabilah tersebut. Kabilah Tadmur belum pernah sampai pengaruhnya ke Palestina, sementara kabilah Anbath telah memusatkan diri di el Batra’, bagian timur Yordania. Dengan cepat mereka memperluas pengaruhnya secara ekspansif dan mendirikan kerajaan untuk diri mereka yang dipimpin oleh al Harits I sejak tahun 169 SM. Pada masa kejayaannya, kerajaan mereka meliputi wilayah-wilayah timur dan selatan Palestina, wilayah Huran, Idum, Madyan dan wilayah pesisir Laut Merah. Kerajaan mereka mengepung wilayah orang-orang Mukabi (Yahudi) dari tiga arah pada masa kekuasaan al Harits II dan III. Namun kerajaan mereka ini juga tidak bertahan lama, sampai akhirnya jatuh ke tangan Romawi pada akhir abad pertama masehi. (84)
Setelah futuh islami, kabilah-kabilah Arab tersebar di Palestina dan berbaur dengan orang yang telah ada lebih dahulu termasuk dengan kaum Kan’an dan yang lainnya. Terus terjadi arabisasi secara bertahap dan alami di bawah panji Islam, sampai akhirnya agama warga Palestina Islam dan lisan (bahasa) mereka Arab. Secara umum, orang-orang Arab yang tinggal menetap di Palestina, mereka adalah kaum Qahthawi yaitu dari Arab Aribah, yakni mereka adalah dari kabilah Arab yang asal usulnya kembali kepada asli Yaman. Karena mayoritas pasukan futuh Islam waktu itu berasal dari kabilah ini. Dan menetap, misalnya, orang-orang dari kaum Asy’ariyah Thabari dan menjadi mayoritas di sana, dan menetap sebagian kaum keturunan Judzam di Beit Jibrin, selanjutnya menjadi Thabari, dan orang-orang dari kaum Bakar bin Wail tinggal menetap di Jenin, dan yang lainnya dari Mudhar bin Nazzar di Nablus. Di wilayah Hebron (al Khalil) dan sekitarnya telah menetap Lakham dan anak kabilah (marga) Bani Abdul Dar, mereka adalah anak keturunan Tamin al Dari radhiyallahu ‘anhu. Kabilah Aribah yang paling menonjol adalah suku Himyar, anggota suku ini menasabkan diri mereka ke kabilah Qudha’ah, yang anak kabilahnya tersebar di desa-desa el bathani (Gaza), Jama’in (Nablus), Lembah Hanin (Yafa) dan yang lainnya. Dari anak kabilah Qudha’ah yang tersebar di Palestina adalah kabilah kalb, bali, Jahinah, Jaram, Qudamah, Bani Bahra’, Bani’Adzrah, kabilah Qiin dan Maskah. Sedang dari Arab Aribah adalah Bani Kahlan – yang menonjol adalah suku Thai’ yang hari ini dikenal dengan nama Shamr -, Lakham, Zubaid, Aus dan Khazraj semuanya tersebar di tempat-tempat yang berbeda-beda di Palestina.
Di sana juga ada sejumlah kabilah Arab dari wilayah utara Jazirah Arab yang dikenal dengan Bani Adnan atau Bani Ismail atau Bani Arab Musta’rabah. Termasuk yang menisbatkan diri ke kabilah ini adalah kaum Quraisy yang sejumlah marga (keluarga) keturunannya datang ke Palestina dari keturunan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Abbas dan dari sahabat-sahabat yang lainnya. Di sana juga ada kabilah ‘Anzah, Harb dan yang lainnya. (85)
Bangsa Palestina masih tetap muslim dan berlisan Arab sejak futuh islami hingga hari ini. mereka tidak pernah terpengaruh oleh masa perang salib dalam struktur pendudukan, kecuali sedikit sekali ketika orang-orang Salib Eropa menyerbu mereka. Maka dengan cepat umat Islam menguasai serangan tersebut dan mengembalikan identitas kemuslimannya. Palestina tetap menjadi tempat yang menarik untuk ditempati karena kedudukannya sebagai tanah suci, karena letak geografisnya yang strategis, karena cuacanya yang sedang, karena potensi pertanian, perdagangan dan yang lainnya. Karenanya, telah tinggal di Palestina orang-orang Israel dari bangsa Kurdi, Barbar (Afrika), Chechnya, Bosnia, Turki yang kemudian terjadi arabisasi dan berbaur dengan pendudukannya. Meski demikian di Palestina masih tetap ada minoritas Nasrani yang hidup dengan aman dan tenang di bawah pemerintahan umat Islam. Di antara orang-orang Nasrani Palestina, mereka yang masih tetap pada agama mereka, adalah penduduk Palestina. Dan juga orang-orang Nasrani yang ingin tinggal di Palestina berasal dari Armenia, Yunani dan yang lainnya. Toleransi Islam juga diberikan seluas-luasnya kepada orang-orang Yahudi untuk tinggal menetap di Palestina, mereka dianggap sebagai ahli dzimmah. Mereka hidup sebagai minoritas yang tidak memiliki obsesi politik. Pada awal abad ke-19, jumlah mereka tidak lebih dari 5 ribu jiwa. Jumlah mereka meningkat menjelang program kerja aktif eksodus Yahudi ke Palestina sekitar tahun 1880 hingga mencapai 23 ribu jiwa. (86)
Ketika pasukan Israel menduduki Palestina pada tahun 1918, jumlah penduduk Palestina sekitar 665 ribu jiwa. Sebanyak 550 jiwa warga muslim, 60 ribu jiwa warga Nasrani dan 55 ribu jiwa warga Yahudi. Yakni orang Arab waktu itu mencapai 91,73% dari seluruh jumlah penduduk. Sedang Yahudi 8,27% yang mayoritasnya mereka itu adalah para pendatang asing yang datang dari Rusia dan Eropa Timur selama 40 tahun sebelumnya. (87)
Di bawah penjajahan Inggris, yang telah berjanji mendirikan negara nasional bagi Yahudi di Palestina, terbuka lebar-lebar pintu migrasi Yahudi ke Palestina dan pembangunan permukiman-permukiman Yahudi. Sehingga selama tahun 1919 – 1948 saja orang-orang Yahudi yang migrasi ke Palestina sebanyak 483 ribu Yahudi. (88) Akan tetapi sampai keluarnya keputusan PBB mengenai pembagian Palestina pada November 1947 orang-orang Arab Muslim Palestina masih tetap mayoritas. Sesuai dengan maklumat (informasi) dari lajnah PBB yang menyarankan pembagian Palestina, maka jumlah penduduk Arab Muslim Palestina mencapai 1 juta 237 ribu 374 jiwa atau 67,05% dari total jumlah penduduk yang ada, sedang Yahudi sekitar 608 ribu 225 jiwa atau 32,95% dari total jumlah penduduk. Angka ini berdasarkan data resmi pihak Inggris tahun 1946. (89)
Keputusan PBB yang zhalim dengan membagi Palestina ini telah berupaya memberikan legalitas bagi pendirian entitas “negara” Zionis Yahudi di tanah Palestina. Wujud kezhaliman yang paling menonjol akibat dari keputusan PBB ini adalah tercerai-berai dan terusirnya warga Palestina. Di wilayah yang dibagi, di mana orang Yahudi mendapat bagian 54% tanah, orang Yahudi yang tinggal hanya 498 orang dan orang Arab Muslimnya 497 ribu jiwa. Sedang di wilayah yang dibagi, di mana orang Arab Palestina Muslim mendapat 45% tanah, orang Arab Palestina yang tinggal sebanyak 725 ribu jiwa sementara Yahudi hanya 10 ribu orang saja. Sementara itu diputuskan wilayah al Quds (1% dari tanah Palestina) berada dalam kontrol internasional dengan dihuni 105 ribu Arab Muslim Palestina dan 100 ribu Yahudi. (90) Berdasarkan studi data yang mendalam, yang dilakukan Janeet Abu Laghad, bahwa jumlah orang-orang Palestina Arab Muslim pada akhir tahun 1948 sekitar 1 juta 398 ribu orang. Sedang menurut perkiraan Salman Abu Sittah, pada tahun yang sama, jumlah orang Palestina sekitar 1 juta 441 ribu jiwa. (91)
Dikarenakan orang-orang Yahudi benar-benar telah siap menghadapi perang, dengan mendapat dukungan dari kekuatan super power untuk membagi Palestina, bahkan siap untuk melakukan ekspansi wilayah entitas Yahudi dan mengusir orang-orang Palestina dari tanah yang telah beratus-ratus tahun mereka tempati, maka perang tahun 1948 benar-benar menjadi bencana dan prahara besar bagi rakyat dan bangsa Palestina. Berdasarkan data pihak PBB, sedikitnya 726 ribu orang Palestina terusir dari tanah tinggal mereka, dan menurut prediksi jumlah itu bertambah mencapai 900 ribu pengungsi. Artinya lebih dari 2/3 rakyat Palestina telah terusir dari kampung halaman mereka. Di mana orang-orang Zionis Yahudi telah mempraktekkan salah satu cara paling biadab dalam melakukan pembersihan etnis dalam sejarah modern. Kemudian posisi orang-orang Palestina yang terusir digantikan oleh orang-orang Zionis Yahudi dari berbagai jenis bangsa dan warna. Pada tahun 1967, penjajah Israel menganeksasi wilayah Palestina yang tersisa (Tepi Barat dan Jalur Gaza) dan mengusir 330 ribu rakyat Palestina berikutnya. (92) Dan penjajah Zionis Israel melarang, dan sampai saat ini masih tetap melarang, orang-orang Palestina kembali ke tanah-tanah mereka. Oleh karena itu, dalam jumlah yang sangat besar, lebih dari separo total penduduk Palestina, sebagai pengungsi di luar tanah Palestina. Yakni sekitar 4 juta 830 ribu pada tahun 2002, atau sekitar 50,55% dari total jumlah warga Palestina. (93)
Masalah pengungsi Palestina adalah masalah kemanusiaan yang paling sulit dalam sepanjang sejarah modern. Mereka adalah para pemilik tanah, paling banyak jumlah dan paling lama mengalami tindak kejahatan bila dibandingkan dengan pengungsi-pengungsi seluruh dunia sejak tahun 1948. Meski demikian, dunia internasional masih tunduk dan mengamini kekuatan negara-negara adi daya, khususnya Amerika Serikat bersama Zionis Israel, yang melarang dan mencegah orang-orang Palestina kembali ke tanah air mereka. Meski sudah ada puluhan resolusi PBB yang menegaskan hak mereka untuk kembali.
Bersambung…
___
Referensi: Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Warsito, Lc (pent), Ardhu Filistin wa Sya’buha (Tanah Palestina dan Rakyatnya), Seri Kajian Sistematis tentang Issu Palestina (1).
___
Catatan kaki:
82 Al Mausu’ah al Filistiniyah 1/362
83 Secara rinci dapat dilihat di al mausu’ah al filistiniyah 1/37, 3/273 – 279, 4/174, sebagaimana telah diisyaratkan di buku Tarikh Filistin al Qadim oleh Dzufrul Islam Khan, yang telah merekomendasikan untuk membeca masalah tema ini.
84 Al mausu’ah al filistiniyah 3/218 – 219 dan 401 – 402.
85 Ibid. 1/362 – 366, 3/253. Seputar rincian kabilah-kabilah Arab di Palestina lihat buku Mustafa Murad al Dibagh, al qabail al arabiyah wa salailuha fii biladina Filistin.
86 Hassan Hallaq, Ibid. hlm. 82 – 84.
87 Sebagian besar sumber (referensi) tidak ada kesamaan angka tertentu secara detail seputar jumlah penduduk tahun 1918, meski perbedaan angka dari masing-masing sumber tidak begitu signifikan dan tidak terlalu urgen. Sedang taksiran jumlah orang Yahudi berdasarkan sumber-sumber yang ada berkisar antara 7% – 10% dari jumlah total penduduk Palestina. Angka yang ada di atas adalah apa yang dilihat penulis mendekati kevalidan berdasarkan pada kajian perbandingan pada sejumlah sumber (referensi).
Lihat misalnya: al Nehal, ibid. hlm. 87, Muhammad Izet Daruza, Filistin wa Jihad al Filistiniyin, hlm. 11. Lihat juga laporan Komisi Palin (P.C. Palin) yang dibentuk oleh pemerintah Inggris untuk penyelidikan pada intifadhah Nabi Musa yang meletus pada 4 – 10 April 1920, data ini masih tersimpan di F.O.371/5121, hlm. 3.
88 Lihat: Muhammad Mi’ari mengenai “komposisi penduduk” di dalam bukunya, Dalil Israil al ‘Am, hlm. 42
89 Al mausu’ah al filistiniyah 1/ 558.
90 Ibid. 1/559 – 560.
91 Salman Abu Sita, Palestinian Right to Return (London: The Palestine Return Centre, 1999) hlm.16.
92 Lihat: Buletin Nasyrah al Audah, edisi 65, Juli 1999. Dan Cliford Rait, Haqaiq wa Abathil fii al Shira’ al Arabi al Israili, terjemahan (dalam bahasa Arab) oleh Abdullah Uraikat dan Abdullah Iyad (Aman: Darul Nashir, 1992) hlm. 36. Juga harian Kuwait al Anba’ edisi 3 Februari 1987.
93 Jumlah penduduk Palestina biasanya didasarkan kepada perkiraan bukan kepada penghitungan data yang detail. Di sana ada data statistic dan perkiraan tahunan khusus berkaitan dengan jumlah penduduk Palestina yang tinggal di entitas Zionis Israel dengan catatan bahwa jumlah mereka itu ditambah warga Palestina yang tinggal di al Quds (Jerusalem) Timur (karena pihak penjajah menyatakan telah menggabungkan secara resmi al Quds Barat dan al Quds Timur) jumlah mereka diperkirakan mencapai 200 ribu. Pemerintah Palestina melakukan pendataan penduduk Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza pada tahun 1997 yang biasanya juga meliputi warga Palestina yang ada di al Quds Timur.
Adapun data orang Palestina yang ada diluar maka angka-angka mereka adalah perkiraan berdasarkan ijtihad para peneliti. Dan memungkinkan mendapatkan angka perkiraan dengan mengetahui perkiraan pertambahan jumlah orang-orang Palestina dalam setiap tahunnya dari total jumlah mereka, yang diperkirakan rata-rata angka pertambahannya adalah sekitar 3,4%. Lihat rinciannya pada halan-halaman berikutnya. (dkwt)