Sejarah Palestina dan Rakyatnya (Bag ke-6): Apakah Orang Palestina Menjual Tanah Mereka Dan Membiarkannya Bagi Orang Yahudi?

Share to :

Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah

alhikmah.ac.id – Sekali waktu saya ditanya oleh seorang dosen di salah satu universitas Arab dengan malu-malu atas pertanyaan berikut: Apakah orang-orang Palestina menjual tanah mereka dan membiarkannya buat orang-orang Yahudi? Dia tidak bertanya sekiranya hubungan antara kami tidak sangat kuat, dia tahu bahwa dia tidak akan membuatkan dalam posisi sulit dengan pertanyaannya itu. Pada kenyataannya saya tidak merasa sempit dada atas pertanyaannya itu, namun betapa saya sangat kaget karena dia adalah seorang dosen sejarah modern, dan termasuk orang yang memberikan andil dalam menyiapkan kurikulum di negaranya, di antara tulisannya adalah kajian tentang Palestina!! Setelah itu saya paham bahwa pertanyaan ini selalu menjadi kebingungan pada banyak orang. Mereka mendapati kesempitan untuk melontarkannya. Dan saya tahu betapa ruginya orang-orang Palestina dan juga para spesialis yang melakukan kajian tentang Palestina dalam menerangkan masalah ini dengan cara yang benar dan obyektif, bukan saja kepada dunia namun juga kepada anak keturunan mereka yang berkulit sama dan seagama.

Kampanye-kampanye Zionis Yahudi difokuskan kepada statemen bahwa orang-orang Palestina, merekalah yang telah menjual tanah mereka kepada Yahudi. Bahwa orang Yahudi tidak lain hanya membelinya secara “halal” dengan uang mereka, tidak seharusnya orang Palestina meminta kembali setelah itu! Mungkin kita dapat memberikan pemikiran ringkas berkaitan dengan masalah ini.

Bahwa kampanye Zionis Israel pada awalnya dan sejak abad ke 19 terfokus pada pemikiran “tanah tanpa bangsa untuk bangsa tanpa tanah”, dengan menganggap bahwasanya tidak ada bangsa (rakyat) di Palestina, sehingga adalah wajar dan hak bagi bangsa Yahudi yang tidak memiliki tanah untuk menjadikan tanah Palestina buat mereka. Namun orang-orang Yahudi dan sejak awal koloni permukiman mereka yang pertama, mereka mendapati tanah Palestina wilayah yang berkembang dengan aktivitas dan kehidupan, telah hidup di sana bangsa yang giat bekerja dan berakar di bumi mereka. Dan yang jarang kita sebut adalah bahwa pada dekade terakhir abad ke 19 salah seorang senior pemimpin gerakan Zionis yang dekat dengan Hertzel mengutus dua orang Hakom (pendeta) Yahudi untuk memberikan laporan kepada Konferensi Zionisme mengenai kemungkinan aktivitas migrasi (hijrah) orang-orang Yahudi ke Palestina. Setelah kembali, keduanya menulis laporan yang di dalamnya diibaratkan, “Bahwa Palestina adalah mempelai wanita yang cantik, ialah cukup memenuhi semua persyaratan, namun sayang ia benar-benar telah bersuami,” artinya bahwa di sana ada bangsa (rakyat) yang menempatinya dan bukanlah tanah tanpa bangsa (rakyat).

Aktivitas perlawanan Palestina untuk menghadapi permukiman koloni Yahudi ini telah mulai dilakukan di Palestina sejak mulai proyek ini muncul, dan sejak tahap-tahap awal sekali proyek ini, di masa daulah utsmaniyah. Telah terjadi benturan antara petani Palestina dengan para pemukim Yahudi pada tahun 1886, dan sejak datang Rasyad Basha mengurus al Quds dan menunjukkan sikap nepotisme pada orang-orang Yahudi maka utusan dari pihak dewan al Quds mengajukan protes terhadapnya pada Mei 1890. Dan pada 24 Juni 1891, dewan al Quds mengajukan petisi kepada Shadr A’dzam (semacam perdana menteri) di daulah utsmaniyah, dalam petisinya mereka meminta pelarangan hijrah Yahudi Rusia ke Palestina dan pelarangan bagi mereka mempunyai hak kepemilikan tanah di Palestina64. Para ulama perwakilan Palestina di pemerintahan daulah utsmaniyah, juga harian-harian Palestina, melakukan warning untuk memberikan peringatan akan bahaya koloni permukiman Yahudi dan meminta melakukan langkah-langkah tegas dalam menghadapinya. Pada tahun 1897, syaikh Muhammad Taher Husaini mengetuai dewan lokal yang memiliki kewenangan pemerintah resmi untuk melakukan penelitian pada permintaan pemindahan kepemilikan pada penguasaan Baitul Maqdis, maka dapat menghalangi perpindahan banyak tanah ke tangan Yahudi. Syaikh Sulaiman Taji Faruqi yang mendirikan Partai Nasional Utsmani pada tahun 1911 juga memiliki peran dalam mengingatkan bahaya Zionis. Demikian juga yang dilakukan Yusuf Khalidi, Ruhi Khalidi, Sa’id Husaini dan Nagib Nashar. 65

Meskipun Sultan Abdul Hamid dan penguasa pusat telah mengeluarkan ta’limat (instruksi) untuk melakukan perlawanan terhadap hijrah (migrasi) dan koloni permukiman Yahudi, namun kerusakan bagian manajerial daulah utsmaniyah telah menghalangi pelaksanaan ta’limat tersebut. Melalui penyuapan orang Yahudi berhasil membeli tanah Palestina dalam jumlah besar. Kemudian penguasaan Partai Persatuan dan Kemajuan atas daulah utsmaniyah dan menjatuhkan Sultan Abdul Hamid pada tahun 1909, serta pengaruh Yahudi yang sangat besar di dalamnya, telah turut serta memudahkan orang-orang Yahudi memiliki tanah Palestina dan menghijrahkan orang-orang Palestina. Bersamaan dengan akhir daulah utsmaniyah pada tahun 1918 orang-orang Yahudi telah mendapatkan 420 donam dari total luas tanah Palestina yang mereka beli dari para tuan tanah asal Lebanon semisal keluarga Sarsaq, Tiyan, Tuwaini dan Midwar, atau dari pemerintah utsmaniyah lewat jalan pelelangan yang di dalamnya dijual tanah para petani Palestina yang tidak mampu membayar pajak menumpuk yang dibebankan kepada mereka. Atau juga dari para tuan tanah Palestina yang sebagian besarnya adalah orang-orang Nasrani seperti keluarga Rok, Kisar, Khauri dan Hana. Pembelian ini mencapai sekitar 93% dari tanah yang mereka peroleh kala itu. Yang penting, bahaya Zionisme belum menjadi bahaya yang begitu menakutkan bagi anak-anak Palestina kala itu, itu dikarenakan kecilnya jumlah permukiman koloni dan perumahan Yahudi juga ketidakmungkinan pendirian entitas Zionis di bawah daulah islamiyah (daulah utsmaniyah).66

Ketika Palestina berada di bawah penjajah imperialis Inggris pada tahun 1917 – tahun 1948, adalah secara terang-terangan negara ini datang ke Palestina untuk melaksanakan proyek Zionis dan mendirikan tanah air nasional bagi Yahudi di Palestina. Seluruh kewenangan penguasa imperialis dan kekuatannya telah diperas untuk merealisasikan realita ini. Gerakan Nasional Palestina telah melakukan perlawanan terhadap koloni permukiman Yahudi dengan segala cara baik politik, informasi dan protes serta melakukan banyak aksi revolusi dan baku fisik. Selama penjajahan Inggris Yahudi berhasil menguasai  sekitar 1 juta 380 ribu donam atau sekitar 5,1% dari total tanah Palestina, meskipun dengan memobilisir potensi internasional dan modal yang luas biasa, serta di bawah dukungan dan terror langsung dari negara imperialis yang lalim. Tapi tunggu dulu! Pada realitanya sebagian besar tanah yang berhasil mereka kuasai ini tidak mereka beli dari orang Palestina. Kenyataan-kenyataan obyektif menunjukkan bahwa sebagian besar tanah tersebut masuk ke tangan Yahudi melalui pemberian oleh penguasa imperialis Inggris kepada mereka dari tanah Palestina amiriyah (tanah milik daulah utsmaniyah), atau lewat para tuan tanah besar selain orang Palestina yang tinggal di luar Palestina, yang secara praktek dan resmi mereka dilarang dan tidak boleh masuk ke Palestina (di bawah penjajahan Inggris) untuk mengembangkan tanah mereka meskipun mereka benar-benar ingin melakukan itu.

Pemerintah imperialis Inggris telah memberikan tanah amiriyah secara gratis dan cuma-cuma kepada Yahudi seluas 300 ribu donam dan pemberian lain seluas 200 ribu donam dengan imbalan upah simbolik. Pada masa Herbert Samuel, utusan pertama pemerintah imperialis Inggris atas Palestina (1920 – 1925) dia seorang Yahudi Zionis, dia berikan 175 ribu donam kepada Yahudi dari tanah negara paling subur yang ada di daerah dataran rendah antara Haifa dan Qisariya. Dan hibah dalam jumlah besar berkali-kali dia berikan kepada Yahudi dari tanah yang ada di daerah-daerah dataran rendah lain seperti di Nagev dan pantai Laut Mati.67

Di sana juga ada tanah sangat luas milik beberapa keluarga tuan tanah, terutama pada tahun 1869 ketika daulah utsmaniyah terpaksa menjual tanah amiriyah untuk mencukupi kebutuhan dana anggarannya. Maka dibelilah tanah-tanah ini oleh keluarga-keluarga kaya dari Lebanon. Dan itu adalah sisi lain dari penderitaan dan tragedy Palestina. Ada keluarga tertentu yang menjual 625 donam kepada Yahudi, keluarga Sarsaq Lebanon menjual lebih 200 donam. Dan tindakan ini mengakibatkan terlantarnya 2746 keluarga Palestina yang menempati 22 desa Palestina, yang telah menggarap tanah ini selama ratusan tahun. Tragedi ini terus berulang manakala keluarga tuan tanah Lebanon yang lain menjual 125 ribu donam yang ada di sekitar Danau Haula di utara Palestina. Kemudian dua keluarga Lebanon lainnya menjual tanah Wadi Hawarits seluas 32 ribu donam yang mengakibatkan terlantarnya 15 ribu orang Palestina. Keluarga-keluarga yang banyak menjual tanah ke Yahudi pada masa pemerintahan imperialis Inggris adalah keluarga Ali Salam, Ali Tiyan, Ali Qibani, Ali Yusuf, Shibagh, Tuwaini, Jazairli, Shum’a, Qutili dan Mardini yang kesemuanya adalah keluarga Lebanon atau Suriah. Jumlah tanah pertanian yang dijual para tuan tanah yang ada di luar dan tidak bisa datang ke Palestina selama tahun 1920 – 1936 mencapai 55,5% dari total tanah pertanian yang didapatkan Yahudi.68 Meski yang bertanggung jawab atas penjualan tanah ini semua adalah anak-anak keluarga tersebut namun cela dan penyesalan tidak mesti ditimpakan kepada mereka saja. Itu dikarenakan pemerintah imperialis Inggris kala itu melarang mereka masuk datang ke Palestina untuk mengembangkan tanah pertanian mereka, dengan asalan mereka adalah orang asing. Itu terjadi setelah pemisahan Palestina dari Suriah dan Lebanon berdasarkan perjanjian Sykes Picot antara imperialis Inggris dengan Perancis kala itu.

Adapun tanah yang masuk ke tangan Yahudi lewat penjualan yang dilakukan orang Arab Palestina selama penjajah Inggris jumlahnya tidak lebih dari 260 ribu donam. Yahudi bisa mendapatkan tanah-tanah ini dikarenakan kondisi sangat berat dan susah yang sengaja diterapkan oleh penjajah Inggris terhadap para petani Palestina. Juga akibat cara-cara pencabutan hak kepemilikan Arab yang digunakan penjajah Inggris bagi kepentingan Yahudi sesuai dengan pasal-pasal dokumen pemerintah mandataris Inggris di Palestina dan yang mengatur hak ini pada utusan Smith. Kasus penjualan terjadi juga karena akibat kelemahan beberapa orang Palestina yang tergelincir dalam godaan materi. Dan bukanlah hal yang aneh bahwa di setiap tempat dan masa dan di Negara manapun baik Arab maupun non Arab, ada kelompok-kelompok kecil yang lemah menghadapi godaan. Namun yang jelas mereka itu adalah kelompok terbuang dan diperangi secara global dari rakyat Palestina. Dan banyak dari mereka yang mengalami pemboikotan, pembersihan dan pembunuhan terutama pada masa-masa terjadi revolusi besar Arab yang mencakup seluruh Palestina selama tahun 1936 – 1939.

Dengan demikian, jumlah tanah yang ada di tangan Yahudi dari orang Palestina sampai tahun 1948 tidak lebih 1% dari total tanah Palestina, selama 70 tahun dari awal koloni permukiman dan migrasi terorganisir Yahudi ke Palestina dan di bawah kondisi keras yang dialami orang Palestina. Ini saja pada hakikatnya telah menunjukkan sejauh mana penderitaan yang dialami Yahudi dalam rangka mengokohkan proyek mereka dan mensukseskannya di Palestina, juga menunjukkan sejauh mana tekad orang-orang Palestina memegang teguh tanah mereka.69

Putra-putra Palestina telah mencurahkan kesungguhannya untuk memerangi penjualan tanah Palestina, terutama pada tahun 30-an dari abad ke 20. Adalah Majlis Tinggi Islam yang dipimpin al Haj Amin Husaini dan para ulama Palestina memiliki peran yang besar dalam masalah ini. Konferensi Ulama Palestina I pada 25 Januari 1935 telah mengeluarkan fatwa secara ijma’ (consensus) haram hukumnya menjual, sejengkal sekalipun, dari tanah Palestina kepada Yahudi dan menganggap orang yang menjual, calo dan perantara yang menghalalkan penjualan sebagai murtad dari agama, keluar dari segenap kaum muslimin, haram hukumnya dikubur di makam kaum muslimin dan mereka harus diboikot dalam segala hal dan dicela.70

Para ulama melakukan kampanye besar di seluruh kota dan desa Palestina menentang penjualan tanah kepada Yahudi. Mereka mengadakan banyak pertemuan serta mengambil janji dan sumpah pada masyarakat agar tetap memegang teguh tanah mereka, agar tidak menyepelekan sedikit pun darinya. Para ulama berhasil menyelamatkan banyak tanah yang terancam dijual, Majelis Tinggi Islam membeli seluruh desa dengan seisinya seperti desa Deir Amru dan Zaita, tanah yang tersebar di desa Thaiba, Utail, Thaira dan berhasil menghentikan penjualan tanah di 60 desa di Yafa. Disatukanlah lembaga-lembaga nasional untuk turut andil di dalam menghentikan penjualan tanah Palestina, didirikanlah shunduq umat (dana umat) yang dikelola oleh seorang ekonom Palestina Ahmad Hilmi Basha dan berhasil menyelamatkan tanah Bathiha di timur laut Palestina yang luasnya mencapai 300 ribu donam.71

Kerugian atas tanah Palestina yang sebenarnya bukanlah karena orang Palestina menjual tanah mereka. Namun karena kekalahan pasukan Arab pada perang tahun 1948 dan pendirian entitas Zionis Yahudi – setelah itu – yang melahap 77% tanah suci Palestina. Juga tindakan mereka secara langsung dan dengan kekuatan senjata mengusir putra-putra Palestina kemudian menguasai tanah mereka. Kemudian mereka melakukan pendudukan terhadap tanah Palestina yang tersisa setelah perang tahun 1967 dengan pasukan Arab, disusul dengan langkah-langkah mereka menggusur tanah warga Palestina dengan berbagai alasan. Sampai saat ini pandangan anak-anak Palestina terhadap orang yang menjual tanah atau menjadi perantara penjualan masih dengan pandangan hina, rendah dan pelecehan, hukuman eksekusi masih mengejar siapa saja yang terpikat dirinya menjual tanah. Para tokoh revolusi telah banyak melakukan pembasmian terhadap mereka meski rezim penjajah Zionis Israel memberikan perlindungan kepada mereka.

Bersambung…

___

Referensi: Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Warsito, Lc (pent), Ardhu Filistin wa Sya’buha (Tanah Palestina dan Rakyatnya), Seri Kajian Sistematis tentang Issu Palestina (1).

___

Catatan kaki:

64 Abdul Wahhab al Kiyali, Tarikh Filistin al Hadits, ct.9 (Beirut: al Muasasah al Arabiyah lil Dirasat wa al Nasyr, 1985) hlm. 41 – 42.

65 Ibid, hlm. 43 – 67.

66 Ibid, hlm. 49.

67 Lihat: al mausu’ah al filistiniyah 1/180 dan Hindun al Badiri, hlm. 187 – 237.

68 Lihat al mausu’ah al filistiniyah 3/561 – 562; Hindun al Badiri, hlm. 239 – 248 dan Shaleh Abu Yasher, hlm. 465 – 475.

69 Lihat: Hindun al Badiri, hlm. 249 – 259, Muhammad Arabi Nakhla, Tathawur al Mujtama’ fii Filistin fii Ahdi al Intidab al Brithani 1920 – 1948 (Kuwait:Dzatu al Salasil, 1983) hlm. 144

70 Lihat teks fatwa di: Watsaiq al Harakah al Filistiniyah 1918 – 1939 dari Akram Za’ater ditulis dan dibukukan oleh Bayan Nuwaihidh ak Hut (Beirut: Muasasah al Dirasat al Filistiniyah, 1984) hlm. 381 – 391.

71 Lihat Bayan Nuwaihidh al Hut, al Qiyadat wal Muasasat al Siyasiyah fii Filistin 1917 – 1948 (Beirut: Muasasah al Dirasah al Filistiniyah, 1981) hlm. 294 – 296, Isa al Safari, Filistin al Arabiyah baina al Intidab wa al Shahyuniyah, ct.2 (al Quds: Manshurat Shalahuddin, 1981) hlm. 230, Muhammad Izet Daruna, Filistin wa Jihad al Filistiniyin, hlm. 34 – 35 dan al mausu’ah al filistiniyah 3/562. (dkwt)

download

Picture of admin

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sign up for our Newsletter