alhikmah.ac.id – Kita memuji Allah swt. Kita ucapkan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya, serta siapa saja yang menyerukan dakwahnya hingga hari kiamat. Ikhwan tercinta, saya sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari Allah, yang baik dan diberkahi: assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh. Ikhwan tercinta, tema kajian kita pada malam ini adalah “Wanita dalam Al-Qur’anul Karim.” Kita telah memulai serial kajian kita tentang kandungan Al-Qur’anul Karim. Kajian serial ini telah berlangsung lama. Memang, wajar saja ia berlangsung lama, karena kandungan kitab Allah ini secara keseluruhan adalah kebaikan semata. Orang yang membaca kitab Allah swt. pasti merasa seakan-akan berada dalam kebun-kebun yang penuh dengan buah-buahan yang dapat dipetiknya. Mengenai hal ini, Ikhwan sekalian, saya terkesan oleh ucapan Sayidina Abdullah bin Mas’ud, “Jika kamu membaca Al-Qur’an ‘Alif ~Lam, Haa Miim’, seakan-akan kamu mampir di kebun-kebun yang dipenuhi berbagai buah-buahan.” Kitab Allah swt. dengan gayanya yang khas dan indah, komposisi unik yang tidak mungkin dapat ditemukan kecuali Logika yang cermat dalam bentuk ungkapan yang paling indah kan untuk membahas tema-tema yang paling remeh sekalipun. akan seseorang berada di salah satu koleksi logika yang paling kuat. memiliki padanya. Diguna Seakan-
Ikhwan, sesungguhnya barangsiapa membaca sejarah bangsabangsa, niscaya menemukan bahwa manusia itu mempunyai pandangan yang berbeda-beda terhadap wanita. Perbedaan itu sampai pada kategori mengundang keheranan. Ia akan menemukan bahwa sebagian dari mereka, misalnya, ada yang menganggap bahwa wanita adalah budak. Ada yang menganggapnya sebagai sampah, dan ada pula sebagian kelompok yang tidak memandang wanita selain sebagai hiburan dan permainan. Hal itu masih berlaku, bahkan dalam pandangan bangsabangsa modern yang mengklaim bahwa kebanggaan terbesarnya adalah penghormatan terhadap martabat wanita, kebangkitan kaum wanita, dan penyempurnaan hak-hak kaum wanita. Di kalangan bangsa-bangsa ini sendiri, wanita dan kedudukan wanita tidak mencapai tingkat yang menjadikannya dapat memperoleh hak atau menempati posisinya secara benar. Anda mungkin heran, Saudara-saudara, bahwa masyarakat Arab memiliki pandangan dan penilaian yang campur aduk tentang wanita. Suatu kali di mana masih terdapat beberapa kabilah Arab, mereka menganggap wanita sebagai manusia yang mempunyai hak sebagaimana manusia lain, sehingga mereka kadang-kadang mengambil pendapatnya dan kadang-kadang memberinya kebebasan memilih. Ada beberapa contoh mengenai hal itu. Syamas bin La’iy, seorang pemuka salah satu kabilah Arab, pernah dicela dengan keras oleh seorang penyair. Ketika penyair tersebut berhasil ditangkapnya, ia ingin membunuhnya. Ia menemui ibunya dengan muka berseri-seri. Ibunya berkata, “Aku melihat di wajahmu tergambar tanda-tanda kegembiraan.” Ia menjawab, “Benar Ibu. Saya telah berhasil menangkap penyair yang telah mencelaku.” “Apa yang akan kau lakukan?” tanyanya. Ia menjawab, “Tentu saja, saya akan membunuhnya.” Ibunya berkata, “Di manakah kearifan dan kepintaranmu, wahai putra La’iy^? Seorang penyair berkata tentang dirimu, sedangkan perkataannya tersebar di tengah-tengah masyarakat, lantas siapakah yang kau anggap dapat menghapuskan celaannya ini?” “Jika tidak demikian, lalu apa yang harus saya lakukan?” tanyanya. Ibunya menasihati, “Perlakukan dia dengan penuh hormat, wahai Syamas. Perlakukanlah dia dengan baik, lantas biarkanlah dia sendiri yang menghapus celaan yang pernah dilontarkan kepadamu. Jika tidak demikian, maka tidak akan ada orang yang dapat menghapuskan celaannya yang telah melekat padamu selama-lamanya.”
Syamas bin La’iy benar-benar melaksanakan mengikuti sarannya. Padahal ia hanyalah seorang wanita.
Ikhwanku, saya katakan, di saat wanita pada sebagian kabilah diperlakukan demikian, beberapa kabilah yang lain justru mempunyai kebiasaan mengubur anak perempuan hidup-hidup dan memingit wanita di rumah dengan peraturan yang ketat dan keras. Tatanan bangsa Arab dalam memandang wanita dan kedudukannya mempunyai beberapa keragaman. Karena itu, sungguh mengagumkan, ternyata Al-Qur’an mendatangkan pandangan yang merupakan puncak ketinggian dan penghargaan terhadap status sosial wanita. Pandangan tersebut meletakkan masalah secara proporsional dan membahasnya dengan berani dan kokoh.